Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan rujukan hukum yang sangat
penting di Indonesia. Upaya untuk merevisi KUHP sudah berlangsung dalam kurun
waktu yang cukup lama, dan sejumlah pihak telah menyampaikan masukan terhadap
draft Rancangan Perubahan KUHP, termasuk terhadap draft yang disampaikan oleh
Pemerintah kepada DPR RI pada 5 Juni 2015. Sebagai mekanisme nasional hak asasi
manusia dengan mandat khusus penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
berkepentingan untuk turut memberikan masukan terhadap Rancangan Perubahan
KUHP, guna memastikan terintegrasinya perspektif hak asasi manusia dan keadilan
gender dalam Rancangan Perubahan KUHP, mendorong hadirnya kebijakan yang
memberikan keadilan bagi kelompok rentan terdiskriminasi, antara lain
perempuan, anak dan penyandang disabilitas, serta untuk memastikan tidak terjadinya
re-viktimisasi terhadap perempuan korban dalam norma pemidanaan.
Masukan ini juga dibangun oleh Komnas Perempuan sebagai upaya untuk mendorong terwujudnya sistem peradilan pidana yang memberikan pemulihan pada korban, melalui pengaturan tentang peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (lex specialis) di luar KUHP, seperti undang-undang yang secara khusus menangani kasus kekerasan seksual. Sejauh ini kekerasan seksual masih ditempatkan sebagai tindak pidana kesusilaan dalam Rancangan Perubahan KUHP, padahal kekerasan seksual adalah bentuk kejahatan terhadap tubuh dan seksualitas korban, yang penegakan hukumnya harus didukung dengan hukum acara khusus dan pemulihan korban harus dilaksanakan secara komprehensif.