Modul ini hadir sebagai salah satu jawaban dan tindak lanjut dari hasil pemantauan yang dilakukan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tentang Kondisi Pemenuhan Hak?hak Konstitusional Perempuan di 16 Kabupaten/ Kota di Indonesia pada tahun 2008. Di tengah kemajuan demokrasi yang dicapai Indonesia, temuan pemantauan menunjukkan bahwa perempuan masih mengalami diskriminasi lewat hadirnya kebijakan?kebijakan yang mengatasnamakan diri pada agama dan moralitas. Kehadiran kebijakan daerah yang diskriminatif tidak terlepas dari praktik politik yang berkembang dalam era otonomi daerah. Proses legislasi tampaknya lebih mengedepankan prosedur daripada substansi dan membiarkan politik pencitraan berbasis identitas agama, etnis, maupun golongan. Politisasi agama dalam proses legislasi menempatkan konstitusi pada wilayah abu-abu dan seolah-olah negara berada di bawah bayang-bayang kekuatan kelompok agama. Praktik politik pencitraan boleh jadi rekat dengan kondisi para elit politik masih terbatas kapasitasnya dalam hal pengetahuan dan keterampilan terkait sistem hukum, jaminan hak di dalam konstitusi, dan perumusan kebijakan yang berangkat dari analisis sosial atas persoalan yang ada. Proses legislasi serupa ini menghadirkan kebijakan yang justru bertentangan dengan prinsip-prinsip yang termaktub di dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terutama prinsip non diskriminasi dan penghormatan pada hak-hak asasi manusia.
Di sisi lain, di tengah pelembagaan diskriminasi melalui kebijakan daerah dan berbagai persoalan kegagalan dari otonomi daerah, Komnas Perempuan juga bertemu dengan para reformis lokal yang memiliki kegelisahan atas berbagai kontradiksi dan inkonsistensi pemenuhan hak-hak konstitusional bagi warga negara di era otonomi daerah. Para reformis ini berangkat dari latar belakang yang beragam, seperti anggota legislatif daerah, eksekutif, pekerja media, akademisi, pembela HAM, aktivis sosial kemasyarakatan, dan kelompok lainnya dalam masyarakat. Mereka memiliki kepedulian dan kemauan kuat untuk menata praktik penyelenggaraan negara menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat bagi warganya. Atas dasar pemikiran tersebut, Komnas Perempuan mengembangkan sebuah model pendidikan untuk membangun pemahaman tentang hak-hak konstitusional warga negara dan prinsip-prinsip bernegara bangsa yang diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.