Dalam konteks inilah maka, pada tahun 2001, Komnas Perempuan pertama kali menggagas sebuah proses pengembangan konsep perlindungan saksi dan korban bersama lembaga-lembaga HAM dan anti korupsi yang sama-sama berkepentingan dengan masalah perlindungan bagi saksi dan korban. Lima tahun kemudian, DPR RI mengesahkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang merupakan hasil kerjasama kekuatan kekuatan masyarakat sipil di bawah koordinasi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Saksi dan Korban dimana Komnas Perempuan ikut bergabung dengan lembaga pemerintahan dan legislatif. Kini, Indonesia mempunyai sebuah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang menyandang mandat pelaksanaan undang-undang bersejarah ini.