...
Kabar Perempuan
16 HAKTP 2024: Komnas Perempuan dan Media Banten Bersinergi Sosialisasikan Pencegahan Kekerasan Berbasis Perspektif Korban


Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengajak media di Banten untuk aktif memantau dan menyosialisasikan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Ajakan ini disampaikan dalam acara Media Gathering yang diselenggarakan oleh Komnas Perempuan di Serang, Banten, pada 19 November 2024. Acara tersebut bertujuan untuk memperkuat peran media dalam mengedukasi masyarakat mengenai isu kekerasan berbasis gender (KBG), sekaligus sebagai bagian dari peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP).

Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, mengungkapkan bahwa setiap tahun, Komnas Perempuan menerbitkan laporan Catatan Tahunan (CATAHU). Pada tahun 2023, tercatat 289.111 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBG) di Indonesia, dengan 98,5% di antaranya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual. Sementara itu, pengaduan langsung ke Komnas Perempuan tercatat sebanyak 3.303 kasus. Meskipun Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) telah disahkan, angka kekerasan ini terus meningkat, namun penanganan kasus cenderung stagnan. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada penurunan signifikan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Bahrul Fuad juga menyebutkan berdasarkan data yang ada, masih banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa mereka menjadi korban kekerasan berbasis gender, sehingga tidak berani dan tidak tahu cara mengadukan kasusnya.  

“Sebagian besar masyarakat masih kurang mendapatkan pengetahuan mengenai penyebab dan bentuk kekerasan berbasis gender, dan hal ini jarang dibahas oleh media. Dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) yang dimulai pada 25 November hingga 10 Desember, Komnas Perempuan mengajak media untuk berperan aktif dalam memantau dan menyosialisasikan isu kekerasan berbasis gender kepada publik, termasuk bagaimana cara melaporkannya. Pelaporan bisa dilakukan di lembaga layanan yang aksesnya dekat dengan korban” tegas Bahrul.

Komnas Perempuan juga menyoroti fenomena “clickbait” yang saat ini menjadi fokus bagi media dan seringkali mengalahkan kualitas pemberitaan yang semestinya berdampak pada pemahaman publik. 

“Banyaknya eksploitasi informasi korban kekerasan berbasis gender, sementara pelaku seringkali tidak terlalu diekspos. Kronologi kejadian malah lebih sering dibahas. Ini adalah catatan bagi kita bersama untuk menghasilkan berita yang substantif, ramah gender, dan tentunya mendukung perempuan korban kekerasan,” tambah Bahrul.  

Rizqoh dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Biro Banten menyampaikan AJI sangat concern terhadap isu kesetaraan gender dan memiliki banyak kode etik jurnalis terkait penulisan untuk kelompok minoritas, gender, dan lainnya. Secara organisasi, AJI menerapkan aturan ketat dengan perspektif yang mendukung korban. Namun, ia menyayangkan di Banten, khususnya di Lebak, daerah liputannya, penyadaran tentang penulisan media yang sensitif terhadap korban masih minim, media masih banyak frasa yang tidak mempertimbangkan perspektif korban. Penulisan yang seksis oleh media masih terjadi, dan kapasitas pelatihan bagi jurnalis di Banten juga sangat kurang. 

“Penggunaan frasa ‘cantik’ misalnya seringkali digunakan. Media lebih fokus menyoroti hal itu, dibandingkan dengan materi yang seharusnya diberitakan. Media harus berhati-hati dalam menggunakan frasa yang dapat memicu victim blaming, atau menyalahkan pakaian korban dalam kasus kekerasan seksual,” ujar Rizqoh

Rizqoh berharap Komnas Perempuan dapat memberikan penguatan kapasitas kepada para jurnalis di Banten.

Pentingnya edukasi media tentang perspektif korban dan peningkatan kapasitas jurnalis dalam penanganan kasus kekerasan berbasis gender juga disampaikan oleh para peserta, termasuk Rasyid dari Banten News dan Yusuf dari Radar Banten. Mereka mengungkapkan bahwa banyak korban kekerasan yang masih kesulitan melapor, dan sering kali terjadi kriminalisasi terhadap korban yang justru disudutkan dalam proses hukum.

Melalui media gathering ini, Komnas Perempuan berharap media dapat lebih memahami dan tergugah dalam menjalankan peran strategisnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kekerasan terhadap perempuan. Penting adanya sinergi antara media, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil (CSO) untuk menangani masalah ini secara holistik. Dengan memperkuat kapasitas media, diharapkan pemberitaan terkait kekerasan berbasis gender menjadi lebih sensitif terhadap korban dan dapat mendorong masyarakat untuk lebih peduli serta bertindak dalam menghentikan kekerasan terhadap perempuan.



Pertanyaan / Komentar: