(Komnas Perempuan mengunjungi Kedubes RI di Bangkok memastikan peluang pelaporan sebagai Lembaga HAM untuk BPfA ke depan)
Komnas Perempuan menghadiri tinjauan Beijing Platform for Action (BPfA) +30 yang diselenggarakan pada 16-21 November 2024 di Bangkok, diwakili oleh Maria Ulfah Anshor dan Rainy M Hutabarat selaku Komisioner Komnas Perempuan serta Badan Pekerja, Christina Yulita. Selain mengikuti Ministerial Conference Asia-Pasifik, Komnas Perempuan terlibat dalam forum konsultatif masyarakat sipil untuk mendapat gambaran terkait isu-isu global penting dalam 5 tahun terakhir.
Forum Konsultatif masyarakat sipil membahas lima isu penting yakni (1) Krisis Iklim, (2) Digiltalisasi, (3) Keuangan, (4) Women, Peace and Security dan (5) Kesehatan Seksual dan Hak Reproduksi komprehensif. Dalam Forum Konsultatif mengemuka beberapa isu yang juga relevan pada konteks Indonesia, di antaranya menguatnya militerisme dan kekerasan di Asia Pasifik khususnya Asia Tenggara dan ancaman terhadap proses demokrasi; mengerasnya konservatisme agama yang melahirkan gerakan anti hak asasi manusia, anti gender, dan berakibat maraknya tindakan kekerasan berbasis gender termasuk kekerasan seksual, femisida, juga praktik pelukaan genitalia/sunat perempuan.
Selain itu, isu kesehatan seksual reproduksi dibahas berkelindan dengan krisis iklim sebagai dampak khas terhadap perempuan selain beban kerja domestik yang semakin berlapis. Digitalisasi global mengemuka dalam kaitannya dengan hak atas privasi, keamanan data pribadi, maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan yang dimediasi teknologi digital sehingga mendesak kebutuhan literasi digital dan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi.
Krisis iklim berkaitan dengan konflik sosial sumber daya alam akibat eksploitasi oleh perusahaan-perusahaan transnasional. Krisis iklim sendiri menciptakan kerentanan terhadap konflik sosial akibat hancurnya ruang hidup dan rasa aman serta kelangkaan sumber pangan. Women, Peace and Security mengemuka tak hanya pada konteks ekstrimisme, tetapi juga konflik sosial akibat krisis iklim dan politik termasuk akibat menguatnya militerisme.
Komnas Perempuan mengupayakan lobi-lobi dengan delegasi negara-negara yang juga memiliki isu-isu yang sama. Pada 19 November 2024, Komnas Perempuan berdialog dengan perwakilan Musawa, yakni Fer Ghanaa Ansari dari Pakistan terkait situasi praktik P2GP di Indonesia dan negara-negara Muslim seperti Pakistan serta ajakan untuk melakukan advokasi bersama Indonesia dan negara lainnya. Dari dialog tergambar tentang kondisi perempuan yang masih mengalami berbagai bentuk diskriminasi dalam keluarga dan dilegitimasi oleh undang-undang nasional berlandaskan nilai-nilai agama, khususnya praktik poligami dan perkawinan anak.
(Komnas Perempuan bertemu Delagasi Musawah Pakistan membahas salah satunya P2GP di Indonesia dan Pakistan)
Pada 20 November 2024, Komnas Perempuan melakukan pertemuan dengan Ketua Komisi Nasional Perempuan Fillipina, Ermelita V. Valdeavilla, dan WOSSO ARROW yakni Meggy, serta Myat dari Myanmar. Pertemuan ini membahas care works (kerja perawatan) seperti perempuan pekerja domestik, unpaid workers (pekerja tidak dibayar), pekerja informal lainnya yang relatif banyak terdapat di Filipina, Indonesia dan Myanmar. Termasuk tantangan yang dihadapi dalam menerapkan kebijakan dan program tentang pekerjaan perawatan yang tidak dibayar di negara masing-masing.
Di Indonesia istilah kerja perawatan belum ditemukan. Komnas Perempuan menginformasikan bahwa RUU PPRT sudah 20 tahun di DPR namun hingga kini belum disahkan sehingga pekerja rumah tangga yang sebagian besar adalah perempuan tidak memiliki perlindungan hukum dan pengakuan akan pekerjaannya. Perempuan pekerja rumah tangga selain dibayar murah, bahkan cukup banyak yang upahnya ditahan atau tidak dibayar, juga rentan terhadap KDRT, eksploitasi dan ancaman terhadap kesehatan seksual dan reproduksinya akibat tanpa cuti haid.
(Foto bersama setelah berdialog dengan Komnas Perempuan Filipina, Delegasi Myanmar dan WOSSO ARROW dalam isu kerja perawatan)
Baik Komnas Perempuan, delegasi Filipina, Myanmar dan tim WOSSO ARROW berharap ke depan dapat berkolaborasi untuk berbagi pengetahuan tentang data, kebijakan, dan program menyangkut kerja perawatan khususnya tidak dibayar dan berkampanye bersama di tingkat regional atau subregional termasuk pencegahan kekerasan berbasis gender.
Satu tantangan khusus terkait kepesertaan Komnas Peremuan dalam BPfA+30 adalah posisinya sebagai delegasi lembaga negara HAM (LNHAM). Karena itu, pada 22 November 2024 Komnas Perempuan beraudiensi dengan Kedutaan Besar Bangkok, secara khusus meminta dukungan untuk memperkuat kepesertaan dalam BPfA+30 ke depannya. Tim Komnas Perempuan menyampaikan kepada Angela Anggraeni S, Minister Counsellor, Economic Affairdan UN-ESCAP untuk mendialogkan kebutuhan dukungan tersebut. Komnas Perempuan berharap, lima tahun ke depan memiliki peluang melaporkan secara independen terkait reviu pelaksanaan 12 bidang kritis BPfA di Indonesia.