Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bekerja sama dengan Ikatan Psikolog
Klinis (IPK) Indonesia menggelar pelatihan Modul Dampingan Psikologis Awal
(DPA) Berperspektif Hak Asasi Manusia dan Gender. Kegiatan ini berlangsung
selama empat hari, dari 12 hingga 15 Maret 2025, di Hotel Best Western Palu.
Pelatihan ini diikuti oleh petugas layanan dan pendamping perempuan korban
kekerasan yang berasal dari berbagai lembaga di tingkat UPTD PPA Sulawesi
Tengah, Kota Palu, dan Kabupaten Sigi.
Peserta dalam pelatihan ini terdiri
dari perwakilan lembaga layanan berbasis pemerintah dan masyarakat, termasuk
UPTD PPA, DP3AP2KB, serta organisasi masyarakat sipil yang bergerak dalam
pendampingan perempuan korban kekerasan. Beragam latar belakang peserta
mencerminkan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak dalam memberikan
perlindungan dan pemulihan bagi korban kekerasan berbasis gender.
Pelatihan ini
mendapat sambutan baik dari seluruh peserta. Mereka menilai kegiatan ini
sebagai langkah penting dalam meningkatkan kapasitas mereka dalam memberikan
pendampingan kepada korban kekerasan berbasis gender, khususnya dalam situasi
krisis ketika berhadapan dengan korban kekerasan seksual. Selain memberikan
penguatan bagi para pendamping dalam menjalankan peran advokasi terhadap
hak-hak korban, pelatihan ini juga menjadi wadah refleksi bagi peserta untuk
memahami lebih dalam kondisi kekerasan terhadap perempuan di Sulawesi Tengah.
Dalam diskusi
selama pelatihan, peserta mengidentifikasi berbagai tantangan yang masih
dihadapi dalam upaya perlindungan korban kekerasan berbasis gender. Salah satu
tantangan yang mengemuka adalah maraknya kasus kekerasan seksual, terutama
terhadap anak, yang tidak sebanding dengan ketersediaan layanan terpadu yang
dibutuhkan untuk mendukung pemulihan korban secara menyeluruh. Selain itu,
keterbatasan jumlah pendamping korban dibandingkan dengan meningkatnya jumlah
dan kompleksitas kasus juga menjadi kendala yang menyulitkan para pendamping
dalam memberikan layanan secara maksimal. Tak hanya itu, minimnya jumlah
psikolog klinis di Sulawesi Tengah yang dapat mendukung pemulihan perempuan
korban kekerasan seksual juga menjadi hambatan tersendiri. Hal ini sering kali
membuat pendamping kesulitan dalam menangani kondisi krisis korban yang
membutuhkan layanan DPA, tetapi belum memiliki kapasitas atau pengalaman yang
cukup dalam menangani korban secara langsung.
Dengan adanya
pelatihan ini, diharapkan para peserta dapat semakin memperkuat peran mereka
dalam memberikan perlindungan bagi perempuan korban kekerasan. Selain itu,
pelatihan ini juga diharapkan mampu mendorong perbaikan sistem layanan yang
lebih responsif terhadap kebutuhan korban, sehingga mereka dapat memperoleh
pemulihan yang lebih optimal dan hak-haknya dapat terpenuhi dengan lebih baik.