Jumat (23/8/ 2024) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) berdialog dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membahas peraturan mengenai penulisan nama ibu dalam ijazah. Dialog diselenggarakan di Kantor Kemendikbudristek dan kehadiran Komnas Perempuan disambut oleh Suharti yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek. Dalam kesempatan tersebut, Suharti menyatakan bahwa pencantuman nama ibu pada ijazah merupakan tanggung jawab Kemendikbudristek. Selain itu ia juga menyinggung tentang petisi yang diajukan pada tahun 2021 yang telah menarik perhatian publik.
Ketua Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, menyampaikan apresiasi atas diterbitkannya Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek No. 28 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengisian Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Surat Edaran tersebut membuka ruang pencantuman nama ayah, ibu, maupun wali dalam ijazah peserta didik. Kebijakan ini menjadi acuan bagi keluarga dengan orang tua tunggal (single parent), utamanya untuk dapat mencantumkan nama ibu dalam ijazah anak. Meski demikian, Komnas Perempuan juga mencatat temuan mengenai hambatan-hambatan dalam pelaksanaan surat edaran tersebut, yang juga memengaruhi bias gender dalam acara pelepasan peserta didik di sekolah, di mana sering kali hanya nama ayah yang dicantumkan. Untuk itu, Komnas Perempuan memandang perlu adanya langkah bersama untuk menindaklanjuti surat edaran tersebut masih adanya praktik-praktik bias gender dalam pendidikan.
Merespons Komnas Perempuan, Suharti menyampaikan bahwa Kemendikbudristek tengah menyusun rancangan peraturan menteri terkait ijazah yang tidak lagi mencantumkan nama orang tua, berdasarkan data terbaru. Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Hukum Kemendikbudristek, Ineke Indraswati, menjelaskan bahwa peraturan ini akan disahkan dan mulai berlaku pada tahun ajaran mendatang. Ijazah tersebut juga akan mengadopsi sistem digitalisasi, karena data siswa sudah tercatat di data pokok pendidikan (Dapodik). Informasi yang tercantum dalam ijazah nantinya hanya mencakup nomor ijazah, tahun, nama, tempat dan tanggal lahir, nomor induk siswa nasional (NISN), sekolah, dan nomor pokok sekolah nasional (NPSN). Nama orang tua akan tetap ada dalam database, namun tidak ditampilkan di ijazah.
Kemendikbudristek menghadapi kendala dalam penggunaan blangko ijazah, terutama ketika blangko tersebut rusak, yang dapat menimbulkan potensi penyalahgunaan. "Dengan ijazah digital, setiap siswa hanya akan memiliki satu nomor induk, yang juga meningkatkan aspek keamanan," jelas Ineke Indraswati, Kepala Biro Hukum Kemendikbudristek. Keputusan untuk tidak mencantumkan nama orang tua pada ijazah juga mengikuti kebijakan yang berlaku di perguruan tinggi dan beberapa negara lain. "Ini juga untuk mengantisipasi kesalahan penulisan nama yang sering terjadi setiap tahun jika tidak menggunakan sistem digital," tambah Suharti.
Alimatul Qibtiyah, Komisioner Komnas Perempuan, mengapresiasi rencana Kemendikbudristek dalam merumuskan peraturan menteri terkait ijazah ini. Ia menyatakan bahwa Komnas Perempuan akan terus mendorong Kemendikbudristek untuk menghapus praktik-praktik bias gender dan mengarusutamakan perspektif gender, sehingga pengakuan terhadap peran ibu dalam pendidikan anak dapat lebih optimal.