...
Kabar Perempuan
Komnas Perempuan dan Polres Jember Soroti Tantangan dan Hambatan Pelaksanaan UU TPKS pada Kasus KSBE dan TPPO

Jember, 30 November 2023 – Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, Direktur Gerakan Perempuan Peduli (GPP), Sri Sulistiyani, dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jentera Jember, Fitriyah, melakukan dialog dengan Wakil Kepala Kepolisian Resor Jember, Kompol Hendry Ibnu Indarto, Kepala Unit PPA Satreskrim Polres Kukun Waluwi Hasanudin, dan Iptu Dyah Vitasari.

Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, menyampaikan pertemuan ini dimaksudkan untuk membahas tentang pelaksanaan Undang-Undang dan Kebijakan yang melindungi perempuan korban kekerasan. Upaya ini seturut dengan tujuan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) tahun 2023 yang mengambil pesan "Kenali Hukumnya, Lindungi Korban". Dialog ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju koordinasi dan kolaborasi yang lebih baik antara pihak-pihak terkait dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan meningkatkan efisiensi penegakan hukum di Jember.


(Veryanto Sitohang menyampaikan tujuan dialog di Kantor Polres Jember, 30 November 2023)

"Kita telah memiliki UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) lebih dari setahun, terhitung sejak 2022. Pasca UU TPKS disahkan, Kapolri menerbitkan surat telegram nomor ST/1292/VI/RES.1.24/2022 yang meminta semua Kapolda di Indonesia agar memerintahkan institusi kepolisian di semua wilayah untuk menegakkan UU TPKS. Saya tidak tahu apakah Ibu dan Bapak telah membacanya, yang ingin kami diskusikan adalah tentang bagaimana pelaksanaannya, termasuk tantangan dan hambatan. Sehingga dalam upaya melanjutkan sinergi penghapusan kekerasan terhadap perempuan, Komnas Perempuan bisa memberikan masukan dan melakukan koordinasi lebih lanjut di tingkat pusat.” ujar Veryanto Sitohang, di awal penyampaian pertemuan.

Veryanto Sitohang melanjutkan, termasuk pelaksanaan tindak kekerasan terhadap perempuan di Polres Jember ditilik hingga tingkat putusan. Praktik yang ditemukan di lapangan, khususnya yang dialami oleh pendamping korban, aparat penegak hukum (APH) seperti kepolisian, kejaksaan dan kehakiman masih berpaku pada KUHP dalam menangani kasus perempuan korban kekerasan. Tentunya sangat disayangkan, mengingat UU TPKS secara komprehensif mengatur hak-hak korban, mulai dari pemulihan hingga restitusi.

Menyambung dialog tentang pelaksanaan UU TPKS oleh Polres Jember, Sri Sulistiyani, yang juga pendamping korban, mengungkapkan apresiasi terhadap Polres Jember yang telah menggunakan UU TPKS pada kasus kekerasan seksual yang melibatkan tokoh agama (FW). Khususnya kinerja Polwan yang mengawal kasus ini hingga vonis pidana terhadap pelaku. Namun demikian, diharapkan upaya peningkatan terus dilakukan, khususnya dalam menggunakan pasal-pasal dalam UU TPKS, serta membangun sinergi yang lebih solid dengan pendamping korban.




Wakapolres Jember, Hendry Ibnu Indarto menyampaikan apresiasi atas kedatangan Komnas Perempuan dan mitranya. Dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan, selama kurun waktu 2014 hingga 2023, Polres Jember mencatat telah berhasil menangani 528 kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan 478 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

“Ke depan harapannya saran dan masukan, serta sinergi untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan bisa lebih maksimal, artinya lebih cepat dan lebih jitu,” imbuhnya.

Meskipun Polres Jember telah aktif memproses kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, terungkap bahwa penanganan kekerasan seksual berbasis elektronik masih menjadi kendala utama. Polres Jember menghadapi kesulitan dalam melakukan penyelidikan dan penanganan kasus kekerasan berbasis elektronik karena perangkat teknologi yang masih belum memadai. Pihak kepolisian menyadari perlunya peningkatan perangkat IT untuk menghadapi perkembangan teknologi yang cepat.

“Meski telah diusulkan untuk penguatan IT bagi Polri, kami masih belum memadai,” ungkap Dyah Vitasari, yang juga merupakan penyidik di UPPA Polres Jember.

Kebutuhan akan peningkatan kapasitas perangkat penyelidikan, khususnya di bidang teknologi informasi, menjadi hambatan serius.
Selain KSBE, maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sindikatnya sulit dijerat. Koordinasi dengan kejaksaan juga menjadi tantangan dalam proses penanganan dan pembuktian terkait pasal-pasal yang dikenakan. Laporan penanganan kasus TPPO hanya berhasil memproses 3 kasus selama periode 2014 hingga 2023, menyoroti urgensi peningkatan efektivitas penegakan hukum dalam konteks ini.

Dalam upaya mengatasi tantangan ini, diperlukan koordinasi lebih lanjut antara Komnas Perempuan, Polres Jember, dan pihak terkait. Pelatihan bersama APH diusulkan sebagai langkah strategis untuk memperkuat penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di berbagai konteks. Khususnya menghadapi kompleksitas kasus kekerasan seksual yang melibatkan teknologi.


Pertanyaan / Komentar: