Isu disabilitas telah lama menjadi
perhatian bagi Komnas Perempuan yang dilatarbelakangi oleh permasalahan konteks
konflik di Indonesia yang berdampak bagi kerentanan perempuan dengan
disabilitas maupun perempuan-perempuan yang menjadi disabilitas pasca-konflik.
Maria Ulfah Anshor, ketua Komnas
Perempuan menyampaikan bahwa respons Komnas Perempuan terhadap perempuan dengan
disabilitas dikuatkan dengan mendedikasikan cluster khusus dalam Catatan
Tahunan (CATAHU), berbagai kajian dan pelaporan internasional Komnas Perempuan
juga mengangkat berbagai tema tentang perempuan dengan disabilitas yang
menyoroti kerentanan, ragam disabilitas, akses layanan, akses pendidikan dan
kesehatan reproduksi, hingga kondisi disabilitas secara lebih spesifik seperti
perempuan disabilitas psikososial yang mengalami kekerasan seksual.
“Komnas
Perempuan melalui Subkomisi Pendidikan telah melakukan penelitian dan
kerja-kerja advokasi dalam menyoroti pentingnya penguatan perempuan dengan
disabilitas. Pertama dalam kerangka penguatan kapasitas multi-pihak
dengan adanya tiga modul disabilitas (2021-2024). Kedua, fokus kepada
implementasi kebijakan inklusif bagi perempuan dengan disabilitas, yang
dituangkan dalam sebuah kertas kebijakan (2024).” Ujar Devi Rahayu, Komisioner
Komnas Perempuan.
Sebagai
upaya tindak lanjut dan sesuai mandat dan perannya, pada 2025 ini Komnas
Perempuan menginisiasi penyusunan sebuah instrumen pemantauan bersama dengan
kementerian dan lembaga serta mitra, seperti Kementerian Bappenas, Kementerian
Sosial, Kementerian Ketenagakerjaan, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia,
serta lintas unit kerja di Komnas Perempuan. Inisiasi ini
diawali dengan Workshop Penyusunan Instrumen Pemantauan Inklusivitas/Perspektif
Perempuan Disabilitas dalam RAN PD pada 28-29 April 2025.
Daden Sukendar, Komisioner Komnas
Perempuan menekankan bahwa adanya RANPD yang menjadi Prioritas Nasional
Bappenas dalam 7 (tujuh) sasaran strategis, yang tercantum dalam Rencana Induk
Penyandang Disabilitas (RIPD) sebagai lampiran Peraturan Pemerintah No. 70
Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, Dan Evaluasi Terhadap
Penghormatan, Pelindungan, Dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, merupakan
modalitas yang baik dalam merangkai penyusunan instrumen ini.
Dwi Rahayuningsih, Direktorat
Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Bappenas, dalam
paparannya menyampaikan bahwa Kementerian Bappenas telah menyusun laporan hasil
kinerja RANPD (2021-2024), sedang memulai proses pembaharuan terhadap Peraturan
Menteri No. 3 Tahun 2021 dan pembaharuan untuk RANPD (2025-2029).
“Kami sudah memiliki tim koordinasi
untuk pelaksanaan RAN PD yang ditetapkan melalui SK Bappenas, namun belum
sepenuhnya efektif. Untuk hal ini kami juga mohon masukan dari Komnas Perempuan
dan berkenan untuk bisa bergabung di dalam tim koordinasi untuk periode
berikutnya, untuk pengampuan juga pengayaan, dan diskusi, baik itu substansi,
maupun juga sampai tahap evaluasi. Kami izin juga di dalam proses penyusunan,
kami merujuk pada kertas kebijakan yang disusun oleh Komnas Perempuan tahun
2024.” tambah Dwi Rahayuningsih.
Devi Rahayuningsih, Komisioner Komnas
Perempuan, dalam penutupan menyampaikan sebagai tindak lanjut kedepannya akan
dilaksanakan FGD pemutakhiran instrumen dan akan mempertimbangkan masukan para
narasumber terkait sembilan (9) wilayah yang sudah memiliki capaian kepemilikan
regulasi Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RADPD) sebagai wilayah
pemantauan.
(IE. Wulandari-Asisten Koordinator
Divisi Pendidikan)