Komnas Perempuan mengenali mulai ada pergeseran kecenderungan kasus yang dilaporkan, yang bisa jadi merupakan konsekuensi dari kelahiran payung hukum yang selama ini sangat dibutuhkan korban, yaitu UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," tutur Ketua Komnas Perempuan menjabarkan temuan data kekerasan terhadap perempuan di tahun 2023 dalam sambutannya pada peluncuran Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan, Kamis (7/3/2024) di Jakarta.
Komnas Perempuan mencatat adanya peningkatan signifikan pada kasus kekerasan di ranah publik menjadi 55% dari total kasus yang dilaporkan, yang biasanya berkisar 30%. Peningkatan yang signifikan juga terlihat pada angka pelaporan kasus pelecehan seksual dan pemaksaan aborsi. Demikian juga peningkatan pelaporan kasus kekerasan di ranah negara, utamanya kasus terkait konflik sumber daya alam, tata ruang dan agraria. Sementara, pengenalan pada kekerasan di ruang digital, khususnya yang berdimensi seksual, juga lebih baik.
CATAHU 2023 mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2023 sebanyak 289.111 kasus. Data ini menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan mengalami penurunan (55.920 kasus, atau sekitar 12%) dibandingkan tahun 2022 (informasi lengkap tentang Data CATAHU Komnas Perempuan dapat dilihat dalam Lampiran Lembar Fakta). Merujuk pada fenomena gunung es, data kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut merupakan data kasus yang dilaporkan oleh korban, pendamping maupun keluarga. Sementara itu, kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak dilaporkan bisa jadi lebih besar. Di balik angka tersebut, kita juga mengenali pengalaman korban untuk mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang masih jauh dari harapan, walau berbagai kebijakan untuk melindungi perempuan dari berbagai tindak pidana telah tersedia.
Menjelang dua tahun Undang-Undang
Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Kekerasan Seksual Berbasis
Elektronik (KSBE) tercatat menduduki posisi tertinggi diikuti dengan pelecehan
seksual fisik, kekerasan seksual lain dan perkosaan di ranah personal. Hal ini
berbeda dari tahun 2022, di mana KSBE menduduki posisi ketiga. Sejak Covid-19
Kekerasan Seksual yang difasilitasi oleh teknologi paling tinggi dilaporkan
terjadi pada anak muda yang dilakukan oleh pacar dan mantan pacar. Tren ini
juga menunjukkan kemendesakan infrastruktur penanganan kekerasan siber dalam
berbagai bentuknya, memperkuat perlindungan hukum dan perangkatnya yang lebih
melindungi korban, juga mengisi kekosongan gap jaminan antara UU TPKS, UU ITE,
KUHP dan UU Perlindungan Data Pribadi.