“Lenting dalam Kegentingan: Dampak Krisis Iklim terhadap Kerentanan Perempuan”, demikian judul hasil pemetaan awal situasi perempuan dan kelompok rentan dalam krisis iklim. Hasil pemetaan awal tersebut diluncurkan secara hybrid oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bertepatan dengan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan pada Senin (25/11/2024). Pemetaan awal tersebut menggambarkan temuan-temuan terkait partisipasi perempuan, resilensi, kekerasan berbasis gender, dan akuntabilitas pemenuhan HAM dalam menyikapi krisis iklim di empat wilayah pembelajaran yaitu Jambi, Jawa Tengah, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur.
Rainy Marike Hutabarat, Komisioner Komnas Perempuan dalam paparannya menyampaikan, krisis iklim memperburuk kondisi hidup perempuan karena peran-peran gender yang dilekatkan ke pundak perempuan dalam rumah tangga patriarki.
“Perempuan tercerabut dari sumber-sumber kehidupannya seperti tanah, tanaman-tanaman untuk kebutuhan keluarga sehari-hari termasuk tanaman obat dan bahan-bahan kerajinan tangan, dan pemuliaan bibit. Pencerabutan yang menyebabkan kehilangan pekerjaan, pemiskinan, keretakan sosial, rasa aman dan nyaman, ancaman lenyapnya keragaman hayati dan identitas sosial-budaya. Ditambah lagi akses pada layanan pengaduan dan pemulihan terbatas,” ungkap Rainy.
Rainy menambahkan, krisis iklim tak hanya melanggar satu atau dua hak-hak dasar perempuan melainkan hak-hak lainnya yang berkait paut. Kekerasan terhadap perempuan terjadi akibat eskalasi dari serangkaian dampak krisis iklim terhadap keluarga dan komunitas.
Meskipun di tengah kegentingan dampak krisis iklim, menurut Rainy, perempuan dan kelompok rentan merupakan agensi penting dalam membangun strategi adaptasi dan mitigasinya.
“Kita belajar bagaimana perempuan memiliki daya lenting. Di empat wilayah pemetaan, kami mendapati perempuan memulainya dengan mengorganisasikan sesamanya dalam kelompok-kelompok kecil untuk membangun support system terdekat, peningkatan kapasitas, saling berbagi, pengorganisasian, selanjutnya bersama-sama mengatasi persoalan baik melalui perawatan dan pemulihan,” ungkapnya.
Hasil pemetaan tersebut diamini Hannura Ayu, Analis Bencana Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjelaskan bahwa krisis iklim sangat erat dengan bencana. Meskipun perempuan adalah kelompok paling rentan yang terdampak lebih berat, menurutnya, perempuan memiliki peran sentral dari berbagai aspek pencegahan dan mitigasi bencana.
“Saat prabencana, perempuan dapat melakukan sosialisasi dan penyuluhan. Saat bencana terjadi, perempuan dapat melakukan assessment awal. Pasca bencana, perempuan dapat mengidentifikasi kebutuhan dan memastikan distribusi bantuan lebih merata dan inklusif,” jelasnya.
Hal senada disampaikan oleh Neneng Rusmayanti, Analis Kebijakan Direktorat Jaminan Sosial Kementerian Sosial dengan mengambil contoh Program Keluarga Harapan (PKH) salah satu program Kementerian Sosial.
“Banyak pengurus PKH adalah perempuan. Kami pun mengutamakan perempuan. Mereka mengikuti pertemuan kelompok untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan,” ungkap Neneng.
Sementara Eni Widiyanti, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) yang turut hadir secara daring (online)dalam diskusi ini mengapresiasi pengembangan pengetahuan yang dilakukan Komnas Perempuan. Ia menyampaikan, pemetaan yang dilakukan Komnas Perempuan saat ini sejalan dengan upaya yang dilakukan di KemenPPPA.
Setelah menyelesaikan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim (RAN GPI), Eni menyampaikan, KemenPPPA akan melanjutkan dengan penyusunan peta jalan pencegahan kekerasan dalam konteks krisis iklim.
“Harapannya, apa yang diformulasikan Komnas Perempuan melalui pemetaan ini dapat disinergikan dengan peta jalan aksi pencegahan kekerasan berbasis gender dan penguatan ketahanan perempuan akibat dampak perubahan iklim, yang saat ini kami susun juga,” tambah Eni.
Melalui diskusi ini para narasumber bersepakat untuk berkolaborasi dalam gerak bersama dalam melaksanakan sejumlah rencana aksi seperti RAN P3AKS, RAN Perubahan Iklim, RAN Gender dan Perubahan Iklim, dan RAN Bisnis dan HAM. Komnas Perempuan ke depan akan melakukan sejumlah upaya untuk pendalaman melalui : (i) mengembangkan mekanisme penyikapan krisis iklim yang selaras dengan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan; (ii) Memperluas cakupan wilayah pemantauan dengan karakteristik lokasi dan masyarakat; (iii) Mengembangkan peluang-peluang baru untuk perempuan dapat terlibat dalam program pembangun dan agenda transisi energi yang berkeadilan, dan (iv) Mengembangkan strategi pendidikan dan kampanye untuk peningkatan kesadaran dan partisipasi perempuan di wilayah terdampak dan berpotensi terdampak.