...
Kabar Perempuan
Komnas Perempuan Menerima Audiensi KASBI, Upaya Memperbaiki Kondisi Perempuan Pekerja


Sekitar tiga puluh dua Pengurus Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dari tingkat pusat dan daerah melakukan audiensi ke Komnas Perempuan untuk membahas dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang menimpa pekerja perempuan di berbagai sektor, Kamis (13/3/2025). Dalam audiensi tersebut, KASBI menyoroti tindakan represif negara yang tercermin melalui kebijakan ketenagakerjaan yang berdampak langsung pada perempuan pekerja.

Audiensi tersebut dibuka oleh Komisioner Tiasri Wiandani  selaku Ketua Gugus Kerja Perempuan Pekerja. Menurutnya, keresahan yang dirasakan oleh para pekerja perempuan saat ini adalah hal yang sangat bisa dipahami, mengingat kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia saat ini cenderung lebih berpihak pada kepentingan investasi dibandingkan melindungi hak-hak buruh.

“Komnas Perempuan sangat terbuka untuk berdiskusi dengan rekan-rekan serikat pekerja,” tegasnya.

Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menyoroti tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang semakin mengancam pekerja perempuan, terutama di sektor padat karya dan perkebunan. Siti Eni, Koordinator Departemen Perjuangan Buruh Perempuan KASBI, menegaskan bahwa mayoritas pekerja yang terdampak PHK adalah perempuan. “Hari ini perempuan pekerja menghadapi ancaman nyata. PHK massal tidak hanya berdampak pada mereka, tetapi juga pada keluarga mereka," ujarnya. KASBI juga mencatat bahwa banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan tanpa mendapatkan pesangon yang layak, memperburuk kondisi ekonomi mereka. Selain itu, fenomena PHK massal ini dikhawatirkan menjadi modus perusahaan untuk menggantikan sistem kerja tetap dengan kontrak dan outsourcing, yang semakin melemahkan serikat pekerja serta menghilangkan akses perempuan terhadap hak maternitas dan jaminan sosial. 

Selain PHK massal, KASBI juga menyoroti ketimpangan upah yang masih terjadi di berbagai daerah seperti Bandung, Tangerang, dan Garut. Pekerja perempuan menerima upah yang jauh lebih rendah dibandingkan pekerja laki-laki, meskipun mereka melakukan pekerjaan yang sama. “Saat ini harga kebutuhan pokok di wilayah setara dengan Jakarta, tetapi upah kami jauh di bawahnya,” kata Siti Eni. Di sektor perkebunan, pekerja perempuan juga menghadapi risiko kesehatan yang serius, terutama dalam proses pemberian pupuk yang dapat menyebabkan gatal-gatal dan sesak napas. Fitri, Pengurus KASBI Bandung Raya, menekankan bahwa pekerja perempuan di perkebunan tidak hanya menghadapi kesenjangan upah, tetapi juga tidak memiliki jaminan kesehatan atau hak cuti yang memadai. 

KASBI juga menyoroti kurangnya fasilitas laktasi bagi pekerja perempuan, yang menjadi persoalan tahunan tanpa solusi konkret. Wakinah, Pengurus Pusat KASBI, menegaskan bahwa meskipun kebijakan mengenai ruang laktasi sudah lama ada, implementasinya masih minim. Akibatnya, banyak pekerja perempuan harus melakukan pumping di tempat yang tidak layak seperti kamar mandi atau kolong meja. Bahkan, KASBI mencatat adanya kasus pekerja perempuan yang mengalami kanker payudara akibat pengendapan ASI. Selain itu, minimnya akses terhadap daycare berkualitas juga menjadi tantangan besar bagi pekerja perempuan, memaksa mereka menitipkan anak ke keluarga di kampung dengan risiko kesehatan seperti stunting. KASBI mendesak perusahaan untuk menyediakan fasilitas daycare yang terjangkau guna mendukung kesejahteraan pekerja perempuan serta meningkatkan produktivitas mereka. 

Menanggapi hal itu, Tias Wiandani meminta kepada KASBI untuk dapat menyampaikan data secara detail dan menyeluruh kepada Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR) Komnas Perempuan untuk dijadikan sebagai dasar pembuatan rekomendasi kebijakan Komnas Perempuan kepada Kementerian/Lembaga terkait. Selain itu, Tiasri juga menekankan pentingnya untuk terus bersolidaritas dan berkolaborasi untuk menghadapi persoalan yang berlapis ini.

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Ketua Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, menyatakan dukungannya terhadap perjuangan buruh dalam menuntut hak-hak perempuan pekerja. Menurutnya, negara harus berpihak pada buruh karena mereka merupakan salah satu aktor penggerak pertumbuhan ekonomi. "Negara harus berpihak pada hak buruh, karena mereka adalah salah satu aktor penggerak pertumbuhan ekonomi," ujar Fuad. Ia juga mendorong KASBI untuk mengirimkan data kasus pelanggaran hak perempuan pekerja ke Komnas Perempuan agar dapat dicatat sebagai pengaduan resmi. "Kami akan mempelajari data dan kasus yang disampaikan, kemudian menindaklanjutinya melalui mekanisme internal Komnas Perempuan," tambahnya.

Dalam audiensi ini Komnas Perempuan diwakili oleh Komisioner Tias Wiandani, Satyawanti Mashudi, Bahrul Fuad serta Badan Pekerja Komnas Perempuan; Fatma Susanti, Firhandika Ade Santury, Ikhsan L. Wibisono, Desmont Novira, dan Martini Elisabeth.


Pertanyaan / Komentar: