...
Kabar Perempuan
Komnas Perempuan Menghimpun Konsolidasi Multi Pihak Cegah Sunat Perempuan di Kota Samarinda dan Kalimantan Timur

Samarinda, 24 Juni 2025 — Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyelenggarakan diskusi kelompok terpumpun (FGD) dalam rangka sosialisasi dan pemetaan implementasi kebijakan pencegahan praktik pelukaan/pemotongan genitalia perempuan (P2GP)/sunat perempuan di Kota Samarinda. Ibukota Provinsi Kalimantan Timur ini dipilih karena memiliki prevalensi praktik P2GP/sunat perempuan sebesar 60,1% berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. 

A group of people standing together

AI-generated content may be incorrect.

FGD dilaksanakan pada Selasa, 24 Juni 2025, serta melibatkan multi pihak, seperti DP2PA Kota Samarinda, Dinas Kesehatan Kota Samarinda, Kanwil Kemenag, PKBI Kalimantan Timur, perwakilan puskesmas dan klinik, PC Ikatan Bidan Indonesia, Universitas Mulawarman, PSGA UINSI, BKOW, MUI Kalimantan Timur, PW Muhammadiyah, PW Aisyiyah, PW Nasyiatul Aisyiyah, PC Muslimat, PW Nahdlatul Ulama. 

Komisioner Komnas Perempuan, Daden Sukendar, menyampaikan bahwa kebijakan penghapusan P2GP merupakan wujud komitmen pemenuhan HAM perempuan serta upaya menghapus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Sebab, ”Sunat perempuan, apa pun bentuknya perlu dihapuskan, karena merupakan tindakan kekerasan berbasis gender, bahkan sunat perempuan yang simbolis juga merupakan tindakan diskriminatif terhadap perempuan,” jelasnya. 

Dalam diskusi ini, turut hadir Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Dr. dr. Jaya Mualimin, Sp.KJ, M.Kes, MARS yang menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah berkolaborasi dengan kelompok masyarakat sipil dalam mensosialisasikan pencegahan P2GP. Meski demikian, masih terdapat kendala dalam upaya pencegahan. “Saya rasa bidan sudah satu suara (tentang isu ini), tapi masih banyak masyarakat yang bersikeras meminta anak perempuannya disunat karena (dianggap merupakan) ajaran agama,” pungkasnya. 

Upaya sosialisasi pencegahan P2GP dapat dilakukan melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), seperti yang disampaikan oleh perwakilan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalimantan Timur, Hasbi Anshari, SH. Ia menjelaskan, “PUSPAGA dapat menjadi salah satu lembaga yang mampu menjadi pusat pembelajaran bagi masyarakat, termasuk mengenai praktik sunat perempuan atau P2GP.”

Gusti Ayu, seorang bidan yang menjadi peserta FGD menyampaikan perlunya pandangan agama yang kuat untuk mendukung upaya sosialisasi yang dilakukan bidan dan penyuluh pada puskesmas. “Utamakan tokoh agama dan tokoh masyarakat sebagai sasaran dalam sosialisasi dan penguatan. Agar pemahaman masyarakat lengkap — tidak hanya dari kami pada segi kesehatan, namun juga dari tokoh agama dari segi agama,” jelasnya. Merespons hal ini, M. Aluwan dari MUI menyarankan dialog untuk mendiskusikan fatwa MUI tentang khitan perempuan yang telah diterbitkan tahun 2008 dengan turut mempertimbangkan kebijakan terbaru. “Komnas Perempuan perlu berdialog dengan MUI pusat untuk membahas fatwa ini,” tegasnya.

A group of women sitting at a round table

AI-generated content may be incorrect.

Komitmen untuk memperkuat upaya penghapusan praktik P2GP juga turut disampaikan sejumlah organisasi, seperti Muhammadiyah, Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Muslimat, dan Badan Kerjasama Organisasi Wanita Provinsi Kalimantan Timur. Semuanya bersepakat bahwa ajaran agama tentang khitan perempuan tidak memiliki dasar yang kuat. Elemen akademisi juga siap menjadikan penghapusan P2GP sebagai salah satu program sosialisasi dan penelitian, termasuk tema praktik kerja lingkungan atau kuliah kerja nyata yang dilakukan oleh mahasiswa. 

Penulis: Amira Hasna Ruzuar – Asisten Koordinator Divisi Pendidikan


Pertanyaan / Komentar: