...
Kabar Perempuan
Komnas Perempuan: Pastikan Revisi RUU Penyiaran Perhatikan Perspektif HAM dan Gender


Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan saran dan rekomendasi terhadap Rancangan Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Panja Penyiaran Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara I, Rabu, 30 April 2025.

RDPU ini membahas dampak pengaturan penyiaran multiplatform yang belakangan dinilai berpotensi mengancam prinsip-prinsip penyiaran yang aman, adil, dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Dalam forum ini, Panja Penyiaran Komisi I DPR RI meminta saran dan masukan dari sejumlah pihak, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komnas Perlindungan Anak, ICT Watch, dan Komunitas Internet Sehat, selain Komnas Perempuan.

Ketua Transisi Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, hadir bersama dua komisioner lainnya, Daden Sukendar dan Devi Rahayu, menyuarakan pentingnya perlindungan HAM dalam penyusunan RUU Penyiaran. Ia menekankan bahwa draf undang-undang ini harus berpijak pada perspektif HAM dan gender, serta menjamin kebebasan berekspresi bagi semua warga negara.

“Kami mendorong agar RUU ini menjamin hak untuk memperoleh informasi, menyampaikan pendapat, dan berekspresi tanpa diskriminasi. Penyiaran semestinya bersifat adil, beragam, setara, dan bebas dari muatan seksis,” kata Maria Ulfah di hadapan anggota Komisi I DPR RI, termasuk Wakil Ketua Komisi I, Dave Laksono.

Komnas Perempuan juga menyoroti pentingnya keterlibatan aktif kementerian, lembaga negara, dan masyarakat sipil dalam menciptakan ekosistem penyiaran yang aman dan akuntabel. RUU ini juga perlu memuat perspektif inklusif yang mencakup keragaman identitas dan kondisi masyarakat termasuk berbasis gender, minoritas seksual, usia (baik kelompok muda maupun lanjut usia), serta disabilitas. Perspektif ini dinilai penting untuk memastikan bahwa ruang siar nasional tidak menciptakan ketimpangan akses maupun representasi.

Komisioner Daden Sukendar menambahkan bahwa revisi RUU, selain perlu mendukung pemenuhan hak masyarakat, tetapi juga memiliki pengaturan yang jelas terhadap platform. 

“RUU ini harus sejalan dengan prinsip-prinsip HAM, termasuk hak perempuan. Komnas Perempuan mendukung pengawasan terhadap penyiaran digital agar adil dan aman, tetapi perluasan cakupan platform harus jelas. Apakah media sosial termasuk di dalamnya? Kalau ya, jangan sampai kebebasan berekspresi justru terancam,” kata Daden.

Dalam sesi yang sama, Direktur Eksekutif ICT Watch, Indriyatno Banyumurti, mengingatkan tentang urgensi implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), terutama dalam menangani kekerasan seksual berbasis digital yang terus meningkat.

“Kasus kekerasan seksual di platform digital makin banyak, seperti yang dicatat oleh Komnas Perempuan. Pelaksanaan UU TPKS sangat penting dalam merespons kekerasan berbasis elektronik dan mendukung pemulihan korban,” ujar Indri.

Terkait tanggapan, Anggota Komisi I DPR RI, Desy Ratnasari mengapresiasi masukan Komnas Perempuan, khususnya pada definisi penyiaran yang lebih inklusif dan responsif terhadap perkembangan teknologi informasi. Ia menyoroti pentingnya penyempurnaan Standar Isi Siaran (SIS) yang selama ini hanya terfokus pada tayangan berbasis televisi.

"Standar ini seharusnya juga mencakup konten digital dan konten kreator agar kebijakan penyiaran tetap relevan dan adaptif," ujar Desy. 

Ia juga menekankan pentingnya penyediaan juru bahasa isyarat sebagai bagian dari dorongan terhadap siaran yang inklusif dan ramah terhadap penyandang disabilitas.


Pertanyaan / Komentar: