Komnas Perempuan pada tanggal 29 Juli-1 Agustus melakukan serangkaian kegiatan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kegiatan diawali
dengan penyampaian hasil pemantauan pelaksanaan mekanisme keadilan restoratif
dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di
NTT tepatnya di Kabupaten Sikka,
Kabupaten
Timor Tengah Selatan. Selain NTT, pemantauan ini dilakukan di 8 provinsi lainnya (Aceh, Jawa Tengah,
Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Bali, Kalimantan Barat, Maluku
dan Papua). Pemantauan ini bertujuan untuk memotret
sejumlah aspek, diantaranya; (a)
pengetahuan para pihak tentang keadilan restoratif, (b) proses yang ditempuh
oleh para pihak, serta (c) dampaknya terhadap korban. Selain tim Komnas
Perempuan, kegiatan di NTT
ini juga
melibatkan pendamping pemantauan Keadilan Restoratif yang berasal dari lembaga layanan masyakarat yaitu Sarci Maukari dari Sanggar Suara Perempuan (SSP) Soe.
Hadir dalam
kegiatan tersebut; Dinas PP dan PA, UPTD PPA, lembaga adat, Baperida dan organisasi layanan masyarakat
sipil. Penyampaikan temuan hasil pemantauan mendapat
berbagai respon, mulai dari tingginya kasus yang harus ditangani oleh Aparat Penegak Hukum hingga tantangan pendampingan dari
organisasi layanan seperti UPTD PPA dan Lembaga Bantuan Hukum, disamping semakin beragamnya kasus yang harus ditangani.
Selain penyampaian hasil pemantauan,
pada kesempatan tersebut Komnas Perempuan juga melakukan peningkatan Kapasitas bagi UPTD PPA,
IPH, OPD terkait dan jejaring masyarakat sipil
di Kabupaten Sikka dan Ende terkait
UU Nomor 12 tahun 2022 tentang TPKS serta konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu
Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT PKKTP).
Dialog dengan Penjabat
Sekertaris
Daerah
Hadir dalam Dialog dengan Pejabat Sekretaris
Daerah antara lain; Theresia Sri Endras Iswarini-Ketua Sub Komisi
Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan, Satyawanti
Mashudi - Komisioner Komnas Perempuan, Sr. Fransiska
Imakulata,- Koordinator Truk F, Sarci
Marlinda Maukari- Koordinator Devisi
Pendampingan Korban dan Advokasi pada Yayasan Sanggar Suara Perempuan SoE. Sementara dari Pemerintah Daerah hadir Penjabat Sekretaris Daerah Margaretha
Movaldes Da Maga Bapa. Pada kesempatan
tersebut Ketua Sub Komisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan
menyampaikan bahwa masih banyak kasus kekerasan terhadap
perempuan yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restorative salah
satunya di Kabupaten Sikka, NTT. Sehingga penting bagi semua pihak untuk melakukan penguatan
bagi lembaga layanan bagi perempuan
(dan anak) korban kekerasan.
Selain itu, temuan hasil pemantauan keadilan restoratif juga dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan perbaikan dan penguatan layanan, baik layanan yang
disediakan oleh pemerintah (UPTD PPA) maupun layanan berbasis
masyarakat, termasuk lembaga sosial seperti adat.
Dalam kesempatan tersebut, Penjabat Sekertaris Daerah menyampaikan bahwa, saat ini Pemda secara intensif telah berkoordinasi dengan UPTD PPA terkait penanganan kasus dengan melibatkan
OPD terkait dan organisasi masyarakat sipil. Selain itu Pemerintah
Daerah juga sedang membangun MoU dengan salah satu LBH yang ada di Sikka untuk
memdampingi korban kekeraasan. Untuk tahun 2025 pemerintah daerah juga sudah
menganggarkan pengadaan shelter untuk korban kekerasan.
Dialog dengan Kepala
Dinas P2AKBP2A
Pada dialog tersebut Komnas Perempuan menyampaikan hasil pemantauan keadilan restoratif dan SPPT-PKKTP, di mana berdasarkan
hasil temuan pemantauan keadilan restoratif, pemenuhan hak korban masih belum
terpenuhi secara utuh, salah satunya pemulihan bagi perempuan korban, juga
mekanisme koordinasi yang belum berjalan dengan maksimal. Saat ini Komnas Perempuan mendorong
perbaikan kualitas lembaga layanan terutama pemerintah, agar bisa membuat
perempuan korban pulih.
Kepala Dinas P2AKBP2A, Petrus Herlemus menyampaikan bahwa saat ini sudah muncul dipermukaan bahwa Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan pelindungan anak harus berdiri sendiri, karena untuk memastikan kualitas
generasi masa depan, sehingga penting untuk meyadarkan pemerintah bahwa hal ini
penting. Untuk UPTD yang sudah di launcing 2023 dan sejak ada UPTD banyak kasus yang
sudah didampingi oleh UPTD di mana tahun 2023 sebanyak 177 kasus didampingi.
Untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, pemerintah
daerah juga sudah memberikan dukungan, namun penanganan kasus kekerasan
terhadap perempuan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga
masyarakat umum.
“Saat ini pemda sudah membuka mata, bahwa selain hukum positif, kita harus aktifkan lembaga adat, sehingga ada effek sosial di masyarakat yang diharapkan bisa memberikan effek jera bagi pelaku.”