...
Kabar Perempuan
Komnas Perempuan Sosialisasikan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual kepada 2500 Mahasiswa Baru UNPAK


Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melakukan sosialisasi pencegahan kekerasan seksual dan pentingnya membangun ruang aman kepada 2.500 mahasiswa baru Universitas Pakuan (UNPAK) dalam kegiatan Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) di Markas Perhubungan KOSTRAD, Sukaraja, Bogor, pada 10 September 2024.


Materi sosialisasi disampaikan oleh Koordinator Subkomisi Pendidikan Komnas Perempuan, Tini Sastra, bersama Tim Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UNPAK. Tini Sastra menegaskan bahwa pencegahan kekerasan seksual di kampus harus dilaksanakan sesuai dengan Permendikbud No. 30 Tahun 2021. 


"Ini adalah langkah penting untuk menciptakan lingkungan akademik yang aman dan bebas dari kekerasan seksual," ujar Tini Sastra.


Tini Sastra juga menjelaskan bahwa kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi sering terjadi. Modusnya seringkali memanfaatkan relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa, terutama saat bimbingan skripsi. Pelaku bisa saja mengajak korban ke luar kota atau memanfaatkan situasi di kampus untuk melakukan pelecehan seksual, baik secara fisik maupun non-fisik seperti catcalling, hingga pemaksaan hubungan seksual atau perkosaan.


Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa selama periode 2015 hingga 2021, perguruan tinggi menjadi institusi dengan angka kasus kekerasan seksual tertinggi, mencapai 35%. Posisi kedua ditempati oleh lembaga pendidikan agama berbasis asrama, sebesar 16%, dan disusul oleh SMA/SMK sebesar 15%. Sementara, pelaku kekerasan seksual terbanyak dilakukan oleh guru/ustadz, dosen, kepala sekolah, peserta didik, pihak lain, dan pelatih di sekolah. 


Kondisi ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual tidak hanya menjadi masalah yang serius di berbagai lembaga pendidikan, tetapi juga memperlihatkan bahwa pelaku sering kali merupakan orang yang memiliki relasi langsung dengan korban. Sementara itu dampak yang dialami korban kekerasan seksual sering kali berlapis, seperti trauma, rasa tidak aman, isolasi, serta malu akibat stigma negatif. Kondisi ini semakin diperparah jika korban tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan pelaku tidak ditindak secara adil. Akibatnya, banyak korban mengalami hambatan serius dalam studi mereka, bahkan ada yang terpaksa berhenti melanjutkannya.



Ruang Aman dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus


Sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual secara antusias diikuti oleh mahasiswa UNPAK. Dalam sesi tanya jawab, beberapa mahasiswa menyoroti peningkatan kasus ancaman penyebaran konten seksual. Kekhawatiran juga muncul terkait fenomena baru pembuatan konten seksual yang melibatkan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Teknologi ini memungkinkan manipulasi gambar atau video tanpa persetujuan, sehingga meningkatkan ancaman kekerasan seksual di ranah digital dan menambah kompleksitas dalam perlindungan privasi serta keselamatan korban.


Tini Sastra menegaskan bahwa korban penyebaran konten seksual dapat melapor ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di kampus, atau ke lembaga layanan terdekat yang berfokus pada perlindungan korban, atau Komnas Perempuan. Mekanisme pelaporan ini penting untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan, pendampingan, serta langkah hukum yang diperlukan untuk menghentikan kekerasan dan menindak pelaku.


Penyebaran konten seksual berbasis elektronik telah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang secara tegas melarang tindakan penyebaran konten seksual tanpa persetujuan korban dan memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi korban. Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi privasi dan hak-hak korban kekerasan seksual, serta memberikan sanksi kepada pelaku.


Selain Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, juga terdapat SK Dirjen Pendis Kemenag No. 5494 Tahun 2019 tentang pedoman khusus untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIN), serta Surat Edaran BSNP No. 0016/EDAR/BSNP/IV/2013 mengatur strategi untuk menangani berbagai persoalan, termasuk kekerasan seksual, yang mungkin terjadi selama pelaksanaan ujian nasional. Edaran ini ditujukan kepada rektor dan kepala dinas pendidikan provinsi di seluruh Indonesia, dengan tujuan memastikan lingkungan pendidikan yang aman dan kondusif bagi seluruh peserta didik.


Tini Sastra menutup dengan menyampaikan bahwa nama baik sebuah kampus seharusnya tidak diukur dari sejauh mana kampus tersebut bebas dari kasus kekerasan seksual. Sebaliknya, reputasi kampus yang baik adalah yang dapat menunjukkan kemampuannya dalam melindungi dan menangani korban kekerasan seksual dengan efektif. 


“Kampus harus menjadi tempat yang tidak hanya mencegah kekerasan seksual, tetapi juga menyediakan dukungan yang kuat bagi korban,” tegasnya.[]



Pertanyaan / Komentar: