Alimatul Qibtiyah, komisioner, Ketua Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan, hadir pada acara pelantikan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sekaligus penguatan perspektif Hak Asasi Manusia, gender, dan kelompok rentan dalam proses pembelajaran di Universitas Muria Kudus (UMK), (4/09/2023). Acara penting ini melibatkan civitas akademika, mitra pengada layanan, dan dinas yang membidangi isu kekerasan.
Alimatul menjelaskan bahwa Kampus adalah institusi yang harus menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan, termasuk nilai anti kekerasan, ancaman dan diskriminasi. Karena itu, penting mewujudkan Kawasan Bebas dari Kekerasan (KBK) di lembaga Pendidikan. Selama lebih dari dua dekade, kasus perkosaan lebih banyak dilaporkan daripada pelecehan. Namun, pada tahun 2022, pelecehan lebih banyak dilaporkan. Menurutnya, kasus pelecehan seksual di masyarakat bisa lebih besar angkanya, hal ini disebabkan masyarakat masih lekat dengan anggapan tradisional mengenai tubuh perempuan, yang mana sekitar 80% memilih tidak melapor jika mengalami kekerasan.
“Selama 25 tahun Komnas Perempuan berdiri, terdapat 2,5 juta lebih laporan di ranah personal dimana kekerasan terhadap istri paling banyak dilaporkan, di ranah publik termasuk di sekolah/lembaga pendidikan. Di dunia siber meningkat 300% sejak pandemi, karena itu literasi digital terhadap perilaku berisiko, sangat penting untuk disosialisasikan,” paparnya.
Achmad Hilal Madjdi, Wakil Rektor Bidang Akademik menegaskan pentingnya Satgas PPKS guna mewujudkan kampus yang aman dan nyaman bebas dari kekerasan. Ketua Pusat Studi Gender (PSG) UMK, Sri Utaminingsih, berharap agar para dosen mampu menerapkan hasil peningkatan kapasitas di dalam pengembangan bahan ajar.
“Kami berharap agar kaidah-kaidah pembelajaran yang berperspektif gender seperti laki-laki dan perempuan mempunyai peran yang sama, dapat diimplementasikan,” jelasnya.
Ketua Satgas PPKS, Marsatana Tartila Tristy memaparkan bahwa kekerasan seksual adalah masalah serius yang dapat merusak kesejahteraan fisik, emosional, dan psikis para korban. Pihaknya bersama anggota yang telah dilantik berkomitmen mengajak seluruh anggota Satgas PPKS serta semua civitas akademika UMK untuk bekerja sama menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan penghargaan terhadap martabat setiap individu.
“Melalui upaya kolaboratif ini, diharapkan akan mampu menciptakan perubahan nyata dan suasana akademik yang nyaman serta terhindar dari kekerasan seksual di lingkungan Universitas Muria Kudus,” tegasnya.
Usai Workshop, tim berkesempatan singgah di Menara Kudus yang berdampingan dengan masjid dan juga Makam Sunan Kudus. Situs sejarah peninggalan Sunan Kudus ini dikenal sebagai simbol toleransi. Menara Kudus sendiri merupakan bangunan yang memiliki menara berbentuk candi dan menjadi simbol pengalaman ratusan tahun mengelola keberagaman etnis dan agama masyarakat Kudus yang ditandai dengan ornament hiasan yang sangat kental akan nuansa artikulasi budaya Hindu, Buddha, Jawa dan Tiongkok. Hal ini menjadi bentuk nyata toleransi masyarakat Kudus kala itu, sehingga kini Masjid Menara Kudus menjadi simbol kota toleransi.