PadaKamis,(19/9/2024) Komisi NasionalAnti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menjadi salah satupemateri dalam diskusi kelompok terpumpun (Focus Group Discussion/FGD) yangdiselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bertempat di GedungNusantara IV Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, mengangkat tema “UrgensiPengaturan Pelindungan Pekerja Rumah Tangga”.
Selamadua dekade, ketidakpastian terkait pengesahan RancanganUndang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) terus berlanjut dan meninggalkan Pekerja Rumah Tangga(PRT) dalam kondisi rentan tanpa pelindungan hukum yang memadai. PRT merupakantenaga kerja yang sering kali tidak terlihat (invisible powers), namun memiliki peran krusial dalam menjagakelangsungan kehidupan ekonomi, jasa dan sektor publik lainnya.
“RUUPPRT diluncurkan sebagai bagian dari Prolegnas 2022, berada di urutan ke-14.Kami berharap pembahasan RUU PPRT ini dapat dijadwalkan dalam sisa masakeanggotaan DPR RI periode 2019-2024 bersama pemerintah. Namun, jikaketerbatasan waktu tidak memungkinkan, kami mendorong agar RUU PPRT menjadisalah satu RUU carry over yangdiprioritaskan untuk dibahas dan diselesaikan pada periode keanggotaan DPR2024-2029,” ungkap Ketua Badan Legislasi DPR RI, Wihadi Wiyanto dalamsambutannya.
KegiatanFGD ini dibuka langsung oleh Wakil Ketua Komisi III, Habiburokhman. Dalam keynote speech-nya, Habiburokhmanmenyampaikan bahwa meskipun jumlah PRT sangat dibanyak, namun pelindunganterhadap profesi ini masih belum memadai.
“RUU PPRT adalah komitmen kita bersama.Kepastian hukum bagi PRT tidak hanya melindungi kaum perempuan dan para ibu,tetapi juga memastikan masa depan anak-anak kita, yang merupakan bagian pentingdari kemajuan bangsa menuju Indonesia Maju.” ujar Habiburokhman.
Narasumberlainnya dari Anggota DPR RI Komisi X, Hertifah Sjaifudian selaku Wakil KomisiX DPR RI, memperkuat pernyataan pembicara kunci.
“Ada hak yang perlu dilindungi, baikbagi pemberi kerja maupun pekerja. Namun, setiap kebijakan tidak selalumemberikan manfaat yang sama bagi semua pihak. Tidak ada satu pun UU yang bisamenguntungkan semua orang secara merata. Karena RUU PPRT ini dibuat untukmelindungi PRT. Kemungkinan besar kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggungjawab pemberi kerja harus diikuti. Tujuan utamanya adalah melindungi hak-hakmereka yang telah lama termarjinalkan,” ujarnya
Sementara pemateri dari, KementerianPemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (Kemen PPPA), Prijadi SantosoAsisten Deputi Pelindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO, menyampaikan bahwaRUU PPRT ini penting untuk segera disahkan karena semua dokumen kelengkapanyang dibutuhkan telah disampaikan oleh Pemerintah.
“Diharapkan RUU ini dapat menjadi jaminan keamanandan hak kerja di dalam negeri. Masyarakat akan memiliki lebih banyak pilihanuntuk bekerja di dalam negeri, sehingga mereka tidak perlu bekerja jauh ke luarnegeri, di mana mereka rentan terhadap tindak pidana perdagangan orang,” tegas Prijadi.
Pernyataan pemerintah ini diperkuat oleh Komisioner KomnasPerempuan, Theresia Iswarini, dan menjelaskan strategi penguatan danpelindungan PRT meliputi penguatan kinerja dan tanggung jawab negara dalampenyediaan kebijakan pelindungan serta pengawasan implementasinya, perluasankesempatan dan akses PRT terhadap hak-hak konstitusional seperti pelindungansosial dan kesehatan, serta penguatan komunitas pemberi kerja sebagai mitradekat PRT, pengembangan dukungan serta respons publik untuk mencegah kekerasandan melindungi PRT dari ancaman, serta penguatan peran media dalammenyebarluaskan informasi dan kampanye terkait UU PPRT.
“Hingga 2024, surpres (surat presiden) sudah ada,pemerintah telah mengeluarkan daftar inventarisasi masalah DIM, dan KomnasPerempuan juga telah menyampaikan DIM kepada DPR. Semua proses tersebut sudahberjalan, dan kini bola berada di tangan DPR. Oleh karena itu, kami memintaagar DPR benar-benar memastikan RUU PPRT dapat disahkan dalam sisa waktu yangada. Mari kita dorong bersama. Komnas Perempuan masih berupaya high call agar RUU ini tidak perlu masukdalam carry over,” ujar Theresia.
Dua narasumber lainnya adalah akademisi dari UniversitasIndonesia akan membahas penelitian mengenai PRT Indonesia di Uni Emirat Arab (UAE)dan memberikan refleksi sosiologis terkait isu ini.
Sulistyowati Irianto, Guru Besar Antropologi Hukum,Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa situasi PRT Indonesiadi luar negeri, khususnya di Uni Emirat Arab, menghadapi berbagai masalah.
“Majikan di UEA sering berargumen bahwa di Indonesia tidakada Undang-Undang (UU) yang melindungi PRT, sehingga mereka merasa tidak perlumenerapkan hukum yang sama untuk PRT dari Indonesia. Oleh karena itu, keberadaanUU PRT di Indonesia diharapkan dapat memberikan efek berganda. Tidak hanya darisegi hukum, tetapi juga dalam konteks sosial dan politik bagi PRT di luarnegeri,” ujar Sulistyowati.
Sebagai narasumber terakhir, Ida Ruwaida, selaku SosiologFISIP Universitas Indonesia, menjelaskan pentingnya keberpihakan negara. Tidakhanya dari pihak pemerintah, tetapi juga dari publik dan masyarakat. Hal inidiperlukan untuk menciptakan "penyadaran" mengenai kondisi PRT yangsangat rentan.
Diskusi ini juga memberi kesempatan bagi peserta untukmenyampaikan aspirasinya. Seluruh peserta menyatakan bahwa RUU PPRT ini pentingsegera disahkan. JALA PRT dan Kowani misalnya menuntut agar RUU PPRT ini segeradisahkan karena sudah menunggu selama 20 tahun. “Cukup sudah PRT menungguselama itu dan kami berharap PRT tidak ditinggalkan lebih lama lagi. Merekakerap menghadapi kekerasan dan ketimpangan relasi kuasa, sementara hingga saatini, belum ada pelindungan hukum yang memadai. Relasi kuasa yang timpang inimembuat PRT terus-menerus berada dalam siklus kekerasan,” ujar Lita Angreaniperwakilan JALA PRT yang membacakan pernyataan tertulis.
JALA PRT dan Kowani kemudian menyampaikan pernyataantertulis mereka kepada para wakil DPR RI sebagai bukti tuntutan pengesahansegera dari masyarakat sipil Jumisih, selaku Ketua Umum Federasi Serikat BuruhPersatuan Indonesia memperkuat tuntutan tersebut dengan menyampaikan faktaperjuangan PRT yang begitu besar di tengah kondisi diskriminasi terhadapmereka.
“Setiap hari, Koalisi berdiri di depan DPR, memperjuangkanpengesahan RUU PPRT yang diharapkan dapat disahkan pada bulan September ini.DPR diharapkan tidak menunda lagi, agar RUU PPRT tidak harus carry over,sehingga bisa menjadi kabar baik bagi PRT yang telah berjuang selama 20 tahununtuk mendapatkan pelindungan hukum yang layak,” ujar Jumisih
Dalam penutupan, TheresiaIswarini, selaku Komisioner Komnas Perempuan, menyampaikan salah satu mandatkonstitusi adalah memanusiakan manusia Indonesia dan memastikan mereka hidupsejahtera, baik perempuan maupun laki-laki. Mengingat mayoritas PRT adalah perempuan, hal ini memerlukan afirmasikhusus. Dalam konteks Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadapPerempuan (CEDAW), mandat afirmasi ini sah, yakni dengan memberikan tindakanatau aksi lebih yang berbeda namun tetap bertujuan untuk meningkatkankesejahteraan perempuan yang terpinggirkan.