Dalam rangka memperingati 27 tahun Reformasi, Komnas Perempuan menyelenggarakan kegiatan “Napak Reformasi” yang melibatkan lebih dari 150 peserta dari berbagai latar belakang, seperti penyintas pelanggaran HAM masa lalu, pendamping korban, pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat luas. Kegiatan yang diselenggarakan pada Sabtu (17/5/2025) ini turut melibatkan Kementerian Hak Asasi Manusia serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari upaya memperkuat peran negara dalam pengakuan dan pemulihan atas peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu.
Napak Reformasi merupakan agenda kunjungan ke berbagai situs bersejarah yang memiliki kaitan erat dengan Tragedi Mei 1998 dan sejumlah peristiwa pelanggaran HAM lainnya. Tahun ini, rute yang ditempuh meliputi Komnas Perempuan, Universitas Trisakti, Universitas Atma Jaya, Ciplaz Klender, dan ditutup di TPU Pondok Ranggon yang merupakan lokasi Prasasti Jarum Mei 1998 dan makam massal para korban tragedi tersebut.
Komisioner Komnas Perempuan, Daden Sukendar, menekankan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari kerja kolektif untuk menjaga ingatan sejarah dan memperkuat kesadaran publik.
"Napak Reformasi bukan sekadar mengenang, tapi juga bagian dari upaya sistematis merawat ingatan kolektif bangsa. Ini menjadi ruang pembelajaran publik untuk memahami masa lalu dan membangun kepedulian bersama dalam memperjuangkan hak-hak korban serta memastikan peristiwa serupa tidak terulang kembali," ujar Daden.
Dalam acara puncak di TPU Pondok Ranggon, perwakilan penyintas dari berbagai peristiwa, mulai dari 1965, Tanjung Priok, Mei 1998, hingga penghilangan paksa, menyampaikan harapan dan tuntutan. Mereka menginginkan suara mereka tetap didengar, serta mendorong negara agar menunjukkan komitmen nyata dalam pemulihan hak, pencapaian keadilan, dan jaminan ketidakberulangan.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Sondang Frishka Simanjuntak, menyambut aspirasi para penyintas dengan komitmen untuk terus mendorong langkah-langkah advokasi yang berpihak pada korban.
"Komnas Perempuan akan terus bekerja bersama para penyintas dan jejaring masyarakat sipil untuk memastikan bahwa pemenuhan hak-hak korban menjadi bagian penting dalam agenda keadilan transisional di Indonesia. Harapan mereka adalah dasar dari perjuangan kami," tegasnya.
Kegiatan ditutup dengan doa bersama dan tabur bunga di makam massal sebagai bentuk penghormatan kepada para korban dan pengingat akan pentingnya kerja bersama dalam membangun masa depan yang berkeadilan dan berkeadaban.