Pada Rabu, (13/3/2025), di Jakarta, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyerahkan kepemimpinan koordinasi Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Serah terima ini ditandai dengan Berita Acara Lepas Terima Pimpinan Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) antara kedua lembaga oleh Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, dan Ketua Ombudsman RI, Mokhamad Najih. Serah terima ini sesuai dengan kesepakatan 6 lembaga anggota KuPP agar kepemimpinan koordinasi dilakukan dengan mekanisme bergilir. Keenam lembaga yang dimaksud adalah yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komnas Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Disabiilitas (KND), dan Ombudsman RI.
Dalam sambutannya, Anggota Ombudsman RI, Jemsly Hutabarat, menyoroti perjalanan dan capaian KuPP dalam advokasi anti-penyiksaan. Ia juga menegaskan komitmen Ombudsman RI untuk melanjutkan kepemimpinan KuPP serta memperkuat upaya pencegahan penyiksaan di Indonesia. Ombudsman RI berkomitmen untuk mengawal advokasi KuPP dalam mencegah penyiksaan di Indonesia,” ungkap Jemsly.
Sementara itu, Andy Yentriyani berharap estafet kepemimpinan KuPP, baik di Ombudsman RI maupun di lembaga negara anggota lainnya, dapat terus mendorong KuPP serta memperkuat kerja sama ini secara berkelanjutan. Andy juga menekankan pentingnya implementasi Konvensi Menentang Penyiksaan (CAT), yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia sejak 25 tahun lalu, agar prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia dapat terwujud secara nyata.Sebelumnya, KuPP sejak masa inisiasi di tahun 2016 hingga 2021 dikoordinasi oleh Komnas HAM, dan 2022-2024 oleh Komnas Perempuan.
"Ombudsman RI diharapkan dapat memimpin KuPP setidaknya selama dua tahun. Dalam kurun waktu 25 tahun implementasi Konvensi CAT ini, telah terdapat beberapa kemajuan dalam sistem hukum Indonesia terkait pencegahan penyiksaan. Pada 2022, pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah memasukkan ketentuan mengenai penyiksaan seksual. Selain itu, dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang belum lama disahkan, penyiksaan disebutkan secara eksplisit, berbeda dengan sebelumnya yang sering hanya dikategorikan sebagai penganiayaan," ujar Andy Yentriyani.
Sebagai wujud dukungan terhadap keberlanjutan KuPP, proses penandatanganan serah terima ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan. Selain Komnas Perempuan dan Ombudsman RI, pertemuan ini juga dihadiri oleh empat lembaga negara lainnya yang tergabung dalam KuPP, perwakilan Uni Eropa (Saiti Gusrini), serta perwakilan dari Kedutaan Jerman, perwakilan Kedutaan Selandia Baru, dan Kedutaan Australia.[]