Subkom Pendidikan Komnas Perempuan
menyelenggarakan kegiatan workshop terkait implementasi indikator standar
setting Kawasan Bebas Kekerasan (KBK) sebagai panduan
implementasi
HAMBG dalam sistem pendidikan.
Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, 7-8 September 2022, di Hermes Palace
Hotel Banda Aceh. Acara ini dihadiri oleh 26 orang peserta yang terdiri dari 4
peserta perempuan berasal dari Dinas Pendidikan Provinsi Aceh, 6 laki-laki dan
4 perempuan perwakilan dari guru MGMP PPKN, Sejarah, Bimbingan Konseling,
Pendidikan Agama Islam Banda Aceh, serta 6 orang dari tim subkom pendidikan Komnas
Perempuan. Indikator ini direncanakan akan diujicobakan kepada sejumlah
sekolah-sekolah dengan berkerjasama dengan dinas pendidikan pada tingkat
provinsi.
Kegiatan workshop ini menghadirkan 4 narasumber eksternal
dan 3 narasumber internal Komnas Perempuan dengan fokus pada pengkayaan materi
terkait membangun pengetahuan bersama tentang sistem pendidikan sebagai pusat
perdamaian, bebas dari diskriminasi dan kekerasan serta pengenalan HAM
Berperspektif Gender dan kebijakan-kebijakan di dalamnya. Perwakilan Dinas
Pendidikan Aceh, Ibu Muslina, M.Pd. Analis Sistem Pengembangan Ujian Tes dan
Pengukuran menyampaikan
beberapa pokok bahasan tentang sistem pendidikan yang bebas diskriminasi dan
kekerasan, kekerasan, kebhinekaan dan perdamaian dalam pendidikan serta kebijakan merdeka belajar sebagai bukti
pendidikan bebas dari diskriminasi. Tokoh pendidikan
Aceh yaitu Prof. Yusni
Sabi, M.A., Ph.D. guru besar sekaligus mantan rektor (Periode 2005-2009) UIN
Ar-Raniry Banda Aceh menyampaikan tentang sistem pendidikan sebagai center of
piece memaparkan bahwa pendidikan bukan lagi indoktrinasi melainkan
pendidikan yang mendidikan. Lembaga pendidikan sebagai pusat pendidikan damai
dapat diciptakan dengan mengampanyekan 3 pilar, yaitu rumah tangga, masyarakat
dan lembaga pendidikan itu sendiri.
Prof. Alimatul Qibtiyah, M.A., Ph.D.
ketua subkom pendidikan Komnas Perempuan yang memaparkan tentang pengenalan HAM
Berperspektif Gender. Narasumber kedua kepala PSGA UIN Ar-Raniry Banda Aceh,
Dr. Nashriyah, M.A. memaparkan tentang pengenalan kebijakan-kebijakan yang
inklusif dan berkeadilan gender. Prof. Alimatul menegaskan bahwa HAMBG
digunakan untuk mewujudkan KBK di berbagai tempat, termasuk dalam satuan pendidikan. Juga menjelaskan beragam pemaknaan gender
untuk memantik pemahaman peserta pelatihan, diantaranya gender sebagai
fenomena, persoalan, perspektif, analisis dan terkahir gender sebagai sebuah
gerakaan kesadaran. Sedangkan Dr. Nashriyah memaparkan pentingnya GEDSI
(Kesetaraan Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial), hal ini terkait tentang adanya kesenjangan gender dan pembedaan
sosial yang masih terefleksi pada sistem pendidikan yang ada.
Bapak Teuku Kemal Fasya, M.Hum., Kepala UPT, Bahasa, Kehumasan, dan Penerbitan Universitas Malikussaleh membagikan pengalaman dan diskriminasi di lembaga pendidikan yang bersumber dari penelitian-penelitian yang ia lakukan serta ekstraksi dari P2TP2A Aceh Utara. Tingginya kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan menunjukkan tujuan dan praktik pendidikan masih bersifat ornamental. Dr. Maria Ulfah Anshar, M.Si. komisioner Komnas Perempuan memberikan pengenalan praktek-praktek dan aktor-aktor pendidikan perdamaian, salah satunya terkait beberapa catatan perempuan yang membangun perdamaian di Maluku dan di Aceh, dengan pendekatan kultural serta penjelasan beberapa instrumen hukum: HAM dan Perdamaian. Pelanggaran HAM berbasis gender dari sudut pandang CEDAW dan hak konstitusi warga Negara yang dipaparkan oleh Dr. Nahe’i, M.A. komisioner Komnas Perempuan.
Di akhir acara, diperkenalkan
indikator KBK perspektif HAMBG dalam sistem pendidikan kemudian diminta untuk
melakukan simulasi terkait self assesesment standar dan instrumen KBK
dalam satuan pendidikan dan diakhiri dengan sesi presentasi kelompok. Sebagai output
dari kegiatan pelatihan ini, Komnas Perempuan akan menyempurnakan dan melakukan
finalisasi standar setting KBK berdasarkan masukan peserta dan akan mengirimkan
dokumen final pada tahun ini kepada satuan pendidikan. Berdasarkan testimoni di
akhir acara melalui aplikasi, semua peserta merasakan adanya perubahan dan
menyatakan akan merekomendasikan ke guru lain untuk mengikuti acara serupa. Hal
ini senada dengan yang disampaikan oleh Bapak Hamdani, S.Pd., M.Pd., Kepala
bidang SMA dan PKLK Dinas Pendidikan Aceh. Salah satu peserta menyampaikan
bahwa sebelum mengikuti workshop beliau pikir bahwa diskriminasi dan pemenuhan
hak perempuan sudah adil dan merata, ternyata workshop ini memnyadarkan
bahwa masih banyak upaya yang harus
dilakukan untuk membangun pengetahuan tentang HAMBG dan sekolah bebas
diskriminasi dan kekerasan dll. Peserta workshop sangat berharap agar segera
mensosialisasikan indikator standar Kawasan Bebas Kekearsan (KBK) dalam sistem
pendidikan segera.