Komnas Perempuan Lakukan Konsultasi tentang Layanan Pemulihan Perempuan Korban Kekerasan di Nusa Tenggara Timur

todaySabtu, 16 November 2024
16
Nov-2024
0
0


Komnas Perempuan pada tanggal 15-19Nov melakukan konsultasi dengan Pemerintah Kab. Timor Tengah Utara (TTU) diKefamenanu dan Kab. Belu di Atambua tentang situasi perempuan korban kekerasandan layanan pemulihan dan perkembangan penanganan kasus di 2 (dua) kabupatentersebut. Konsultasi juga dilakukan dengan organisasi pendamping korban tokohmasyarakat di kedua kabupaten tersebut untuk mendapatkan masukan secaralangsung mengenali hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh para pihak dikedua kabupaten ini.

Di Kab. TTU, konsultasi denganpemerintah daerah langsung pada tanggal 15 Nov 2024  dipimpin oleh Plt Bupati Eusabius Binsasai dandidampingi oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, danjuga dihadir oleh akademisi, tokoh masyarakat dan pendamping korban yang turut menyampaikan situasi korban korban yangbelum sepenuhnya mendapatkan layanan pemulihan yang dibutuhkan. Keterbatasanlayanan pemulihan psikologis merupakan salah satu tantangan terbesar dalammendukung pemulihan korban secara maksimal karena keterbatasan tenaga psikologklinis dibandingkan jumlah kasus terus meningkat.

Komnas Perempuan mendorong agaranggaran untuk dukungan pemulihan korban harus memastikan tersedia alokasiuntuk non fisik seperti menyediakan tenaga psikolog klinis disamping dukunganlain seperti pemulihan dan layanan kesehatan sebagai bagian dari dari pemulihankorban. Situasi lain yang membutuhkan dukungan lebih baik dari pemerintah yaitupara legal sebagai pendamping korban baik hukum maupun psiko sosial saat iniberkurang karena kendala anggaran.

Temuan lain dalam konsultasidengan masyarakat yang dilakukan secara terpisah yaitu bahwa praktik nikahdengan tradisi tanpa pencatatan secara negara merupakan salah satu pintu masukkekerasan terhadap perempuan hingga kini masih kerap terjadi dan penyelesaiannyapuntidak tuntas karena kendala pencatatan administrasi pernikahan. Praktik inidisebut dengan Ingkar Janji Nikah (IJM) yang mana dalam konsultasi dengan UPPAPolres TTU kasus-kasus  diproses sebagaikasus perdata.

Sementara itu, di Kabupaten Belusituasi layanan bagi korban kekerasan tidak jauh berbeda dengan Kab. TTU yangbelum berlangung komprehensif sebagaimana dibutuhkan korban. Konsultasi denganPemerintah Kab. Belu pada tanggal 17 November 2024 dipimpin oleh Sekda Kab.Belu Johanes Andes Prihatin dan dihadiri oleh sejumlah Forkompinda yang berasaldari Kodim, Polres, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri Atambua, Dinas PemberdayaanPerempuan dan Perlindungan Anak, P2TP2A, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dantokoh agama.

Dalam konsultasi tersebut, parapihak bersepakat bahwa pencegahan dan pemulihan perempuan korban kekerasanterutama kekerasan seksual harus menjadi bagian penting dalam perencanaandaerah seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) harus mengintegrasikan isutersebut dan memiliki mata anggaran tersendiri. Adapun pembiayaan untuk korbankekerasan seksual menjadi tanggung jawab dinas kesehatan apabilan yangbersangkutan tidak memiliki BPJS, sebagaimana disampaikan dinas kesehatan.

Di Kab. Belu masih terdapatkasus kekerasan seksual termasuk korban dengan disabilitas yang diselesaikan ditingkat masyarakat melalui mediasi menjadi salah satu tantangan mengingat haltersebut bertentangan dengan mandat UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TindakPidana Kekerasan Seksual. Karenanya kehadiran pendamping korban yang saat inimasih kurang menjadi kebutuhan mendesak untuk membantu masyarakat dapatmengkses layanan-layanan yang dibutuhkan seperti layanan hukum dan kesehatan.Disamping tantangan penegakan hukum yang belum berjalan maksimal seperti hitungrestitusi yang seharusnya sudah mulai dilakukan sejak penyidikan di kepolisian,namun hal tersebut belum terlaksana karena terbatas kapasitas penegak hukum dikabupaten ini.  

Selain itu, pada konsultasiterpisah bersama jejaring masyarakat dan keluarga korban diperoleh gambaranbahwa pelaksanaan UU TPKS belum berjalan dan masih terdapat perbedaan pemahamantentang UU tersebut sehingga dibutuhkan penguatan kapasitas bagi APH tentang UUtersebut termasuk kepada pendamping korban, termasuk koordinasi para pihakdalam penanganan kasus. Situasi lain yaitu praktik kawin dengan tradisi bayarbelis (baca:mas kawin) yang dianggap cukup mahal masih berlangsung di beberapakomunitas yang mana perempuan menjadi lebih rentan mengalami kekerasan karenadianggap sudah di-belis sehingga suaminya boleh memperlakukan Ia sesukanya.

Selain situasi-situasisebagaimana gambaran di 2 (dua) kabupaten tersebut, terdapat kasus tindakpidana perdagangan orang yang cukup marak dan masih membutuhkan perhatian lebihkedua pemerintah daerah tersebut mengingat jumlah pekerja migran yang berasaldari kedua kabupaten tersebut cukup banyak dan kerap menjadi korban tindakpidana perdangangan orang.

Pertanyaan/Komentar
clear
clear
location_on
Jl. Latuharhary No.4B 1, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310
call
Nomor Telpon/Fax
+62-21-3903963
+62-21-3903922 (Fax)
mail
Surat Elektronik
public
Ikuti Kami
privacy_tip
Disclaimer
Semua materi didalam website komnasperempuan.go.id diperuntukan bagi kepentingan HAM khususnya dalam Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia
Copyright © 2023. Komnas Perempuan