Kertas Kebijakan ini berisikan ulasan mengenai Urgensi Pengesahan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sesuai dengan perkembangan data dan situasi advokasi RUU PPRT pada 2024.
PRT sebagai kelompok yang sering mengalami eksploitasi dan kekerasan dalam dunia kerja.
Data Komnas Perempuan melalui Catatan Tahunan (CATAHU) mencatat 1.135 kasus PRT sepanjang 2001-2023. PRT, yang mayoritas adalah perempuan, menghadapi berbagai tantangan seperti jam kerja panjang, upah rendah, serta kurangnya perlindungan hukum. PRT memiliki sejarah panjang yang terkait dengan kapitalisme, perbudakan, dan kolonialisme. Di berbagai negara, pekerjaan ini sering dianggap sebagai peran alami perempuan dalam mengurus rumah tangga, sehingga tidak dihargai sebagai pekerjaan profesional. Meskipun PRT kini menjadi bagian dari sektor jasa, pekerjaan ini tetap kurang diakui secara ekonomi dan hukum, menyebabkan pekerjanya rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan. Di Indonesia, jumlah PRT diperkirakan mencapai jutaan orang, dengan banyak di antaranya bekerja di luar negeri sebagai pekerja migran.
RUU PPRT telah diadvokasikan sejak tahun 2004 oleh berbagai pihak termasuk Komnas Perempuan. Pada 21 Maret 2023 DPR RI akhirnya mengesahkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR pada Rapat Paripurna DPR, dan pada tanggal 27 Maret 2023 DPR RI mengirimkan Surat Penyampaian RUU usul DPR RI kepada Presiden agar RUU PPRT dibicarakan bersama-sama antara DPR RI dengan Presiden agar mendapat persetujuan bersama.
Kertas Kebijakan ini menekankan pada aspek titik kritis RUU PPRT. Mengingat, hingga akhir tahun 2023, tidak ada kejelasan waktu pembahasan RUU PPRT antara pemerintah dan DPR RI dalam menindaklanjuti DIM pemerintah. Kondisi ini berlangsung hingga jelang akhir periode DPR RI di tahun 2024. Padahal, mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Pembentukan Perundang-undangan, jika RUU PPRT tidak masuk ke dalam proses pembahasan Tingkat I dan tidak ada satu butir DIM yang disepakati pada sisa waktu periode legislatif saat ini, maka RUU PPRT dapat dikategorikan sebagai RUU non-carry over.
Kertas kebijakan ini juga berisikan isu-isu krusial dalam RUU PPRT serta rekomendasi bagi urgensi pengesahan RUU PPRT.