...
Pemetaan, Kajian, & Prosiding
Daftar Inventaris Masalah (DIM) Terpilah Tanggapan Komnas Perempuan terhadap Draft RUU Hukum Pidana 18 September 2019


Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sebagai Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia dalam salah satu mandatnya adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan perubahan hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan. Mandat ini tertuang dalam Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 j.o Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.

Salah satu kebijakan yang menjadi perhatian Komnas Perempuan pada periode pembahasan 2019-2024 ialah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Komnas Perempuan berkepentingan untuk turut memberikan masukan terhadap RKUHP untuk memastikan terintegrasinya perlindungan bagi kelompok rentan terdiskriminasi, antara lain perempuan, anak dan penyandang disabilitas, serta untuk memastikan tidak terjadinya reviktimisasi terhadap perempuan korban dalam norma pemidanaan. RUU KUHP menjadi perhatian Komnas Perempuan karena mengatur sejumlah delik pidana yang berkaitan dengan isu hak-hak masyarakat sipil, kekerasan berbasis gender, hak perempuan korban. 


RUU KUHP ditetapkan sebagai carry over oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, dan dengan demikian, pembahasannya akan dilanjutkan oleh Komisi III DPR sesuai perkembangan keputusan DPR RI dan Pemerintah.  Pada 2021, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah menyelenggarakan sosialisasi draf RUU KUHP per September 2019 ke beberapa wilayah. 


Pada Juni 2021 juga, Komnas Perempuan telah memperbaharui, menyusun dan menyampaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terpilah terhadap draf RUU KUHP per 18 September 2019. Dalam DIM tersebut Komnas Perempuan memberikan masukan dan usulan perubahan terhadap beberapa bab yang berkaitan dengan isu hak asasi manusia dan kekerasan terhadap perempuan. 


Kemudian dengan perkembangan terbaru yakni diundangkannya UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), maka Komnas Perempuan memandang penting untuk memberikan masukan kembali dalam rangka harmonisasi kebijakan, sebagaimana semangat dari RUU KUHP ini. 

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) mengatur 9 delik tindak pidana kekerasan seksual yang unsur-unsurnya diuraikan jelas dalam UU ini (Pasal 4 ayat 1), 10 delik tindak pidana kekerasan seksual yang telah diatur dalam undang-undang lain (Pasal 4 ayat 2 huruf a hingga j), serta membuka peluang bagi pengaturan delik tindak pidana kekerasan seksual lain yang akan diatur kemudian setelah UU ini diterbitkan (Pasal 4 ayat 2 huruf k). Dengan pengaturan pada Pasal 4 ini, artinya UU TPKS ini beririsan dengan UU lain yang mengatur tentang kekerasan seksual dalam hal hukum acara dan hak-hak korbannya sebagaimana disebutkan pada Pasal 20 UU TPKS. Kehadiran Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 20 UU TPKS kemudian dikenal sebagai pasal jembatan (bridging article) agar hukum acara khusus dan hak-hak korban yang diatur dalam UU TPKS dapat diakses oleh korban tindak pidana kekerasan seksual yang pengaturan deliknya diatur dalam UU lain. 


Komnas Perempuan kemudian memperbaharui DIM dengan memetakan rangkaian ketentuan pasal dalam RUU KUHP tertanggal 18 September 2019 ataupun yang berpeluang diatur dalam RUU KUHP yang terkait dengan UU TPKS. Pembaharuan DIM ini juga telah didiskusikan dengan masyarakat sipil. Secara ringkas, substansi kunci dalam pembaharuan DIM ini adalah a) menegaskan delik pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana kekerasan seksual ditegaskan sebagai tindak pidana kekerasan seksual, b) memastikan tindak pidana kekerasan seksual yang diatur di dalam RUU KUHP harmonis dan tidak bertumpang tindih, apalagi berkontradiksi, dengan tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam UU TPKS, c) menambahkan pengaturan baru mengenai pemaksaan aborsi dan  pemaksaan pelacuran, serta menegaskannya sebagai tindak pidana kekerasan seksual; d) memperluas ketentuan mengenai pengecualian tindak pidana aborsi bagi perempuan korban tindak pidana kekerasan seksual lainnya, selain untuk perempuan korban perkosaan dan dengan indikasi medis, e) memindahkan sejumlah pasal terkait kekerasan seksual ke bab tindak pidana terhadap tubuh atau tindak pidana khusus;  f) menambahkan ketentuan tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam Bab XXXIV tentang Tindak Pidana Khusus pada bagian keenam sebagai upaya untuk menjembatani hukum acara khusus dalam UU TPKS dengan delik tindak pidana kekerasan seksual atau yang memiliki indikasi keterhubungan dengan kekerasan seksual yang diatur dalam RUU KUHP; dan g) memasukkan daftar tindak pidana yang merupakan tindak pidana kekerasan seksual dalam Ketentuan Peralihan.  Terkait butir b, perhatian diberikan pada pengaturan tentang perkosaan, pencabulan dan persetubuhan, tindak pidana terhadap perkawinan, dan melarikan anak dan perempuan untuk tujuan perkawinan, serta pemaksaan aborsi. Di dalam DIM ini, Komnas Perempuan juga menegaskan komitmen untuk menentang hukuman mati. 


Catatan lengkap tanggapan Komnas Perempuan terkait rangkaian hal tersebut dituangkan lebih lanjut dalam DIM ini. Selain memberikan rekomendasi pada setiap pasal, pada beberapa pasal tertentu Komnas Perempuan juga memberikan lebih dari satu rekomendasi yang dapat ditimbang oleh perumus kebijakan sebagai alternatif. Pada setiap rekomendasi yang diberikan, Komnas Perempuan melengkapinya dengan argumentasi akademis, rujukan peraturan perundang-undangan, instrumen hak asasi internasional, hasil pemantauan, serta contoh-contoh kasus di lapangan. Hal ini tidak lain sebagai upaya untuk memastikan pemenuhan hak perempuan korban dan akses keadilan dapat terwujud.  


Berbasis DIM yang telah diperbaharui ini, pada Juni 2022 Komnas Perempuan tengah mendialogkannya dengan pihak Pemerintah dan DPR RI, serta pihak-pihak relevan lainnya. 



Pertanyaan / Komentar: