Dua dekade lamanya Komnas Perempuan menerima laporan tentang konflik Sumber Daya Alam (SDA) dan Tata Ruang. Laporan kian menderas pada puncaknya sepanjang 2015-2019, saat maraknya kebijakan pembangunan, tata ruang dan pengelolaan sumberdaya alam yang diatur oleh pemerintah. Namun yang paling utama atas dampak buruknya pada masyarakat adalah keistimewaan yang diberikan kepada banyak perusahaan tambang, tenaga alam, dan industri makanan, tanpa mempertimbangkan hak-hak penduduk asli atas kehidupan mereka sebagai penghuni tanah kelahiran leluhur mereka. Pada puncaknya, perempuan bangkit dan berdiri paling depan, sebagian melakukan perlawanan dengan menjadi “pagar betis” menghadapi aparat dan petugas. Keberanian perempuan karena mereka tidak tahan lagi atas konflik SDA yang memperlakukan mereka secara tidak adil, sewenang-wenang, dan kerentanan atas kehancuran hidup mereka. Perempuan telah dibebankan atas nama konstruksi sosial sebagai penjaga kehidupan: mengasuh, merawat dan memberi makan anak-anak, melayani para laki-laki, memastikan pendidikan, dan kesehatan. Mereka terjepit dalam tumpukan beban dan masalah lingkungan tempat mereka bertahan hidup, dan memastikan generasi mereka aman dalam menjalankan kehidupan.