Pada 5 Oktober 2020,di tengah kontroversi dan gelombang kritik serta penolakan, Sidang Paripurna DPR RI secara resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Kontroversi berlanjut terkait dokumen RUU Cipta Kerja dengan jumlah halaman yang berbeda-beda. Namun akhirnya, pada 2 November 2020, UU tersebut resmi diundangkan dengan dicatatkan dalam Lembaran Negara Nomor 11 Tahun 2020.
Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan(KomnasPerempuan) telah menyusun kertas posisi atas UU Cipta Kerja khusus klaster ketenagakerjaan untuk menelaah sejauh mana kepentingan dan pemajuan pelindungan hak-hak pekerja perempuan diakomodir dan dipastikan dalam UU Cipta Kerja. Telaah yang dimaksud menggunakan kerangka kerja Hak Konstitusional dan Hak Asasi Manusia Perempuan. Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan kertas posisi ini adalah melakukan studi dokumen terkait yang relevan dan melakukan diskusi grup terfokus dengan berbagai pihak, terutama pihak pemerintah terkait dan sejumlah perwakilan organisasi masyarakat sipil yang memberikan perhatian pada isu ketenagakerjaan.
Sasaran utama kajian pada UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, mengingat salah satu isu prioritas Komnas Perempuan periode 2020-2024 adalah Perempuan Pekerja. Oleh karena itu, Komnas Perempuan sangat berkepentingan untuk membahas UU Cipta Kerja berkaitan dengan dampaknya terhadap perempuan khususnya perempuan pekerja. Dalam analisisnya, Komnas Perempuan mengacu pada UU Ketenagakerjaan sebagai perbandingan terkait hak perempuan pekerja dalam cakupan UU Cipta Kerja. Hal ini dilakukan guna memahami daya jangkau pelindungan yang substantif dari UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan pada perempuan pekerja, sebab mereka memiliki kerentanan khusus karena posisinya sebagai pekerja maupun sebagai perempuan.