...
Pernyataan Sikap
Pernyataan Sikap Komnas Perempuan : Argumentasi Penolakan Komnas Perempuan Atas Rencana Perpu Hukuman Kebiri

Pernyataan Sikap Komnas Perempuan

Argumentasi Penolakan Komnas Perempuan Atas Rencana Perpu Hukuman Kebiri


Jakarta, 19 Januari 2016

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan bahwa  pewacanaan pemerintah ke publik terkait untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah/ Perpu mengenai hukuman kebiri untuk mencegah kekerasan seksual, sebaiknya ditinjau ulang. Komnas Perempuan memiliki sejumlah temuan yang hendaknya menjadi pertimbangan:

  • Kekerasan seksual bukan hanya perkosaaan. Komnas Perempuan telah menemukan setidaknya 15 bentuk kekerasan seksual, dimana perkosaan hanyalah salah satunya. Menghukum kasus perkosaan, potensial mengecilkan keluasan bentuk dan intervensi pada kekerasan seksual lainnya.
  • Kekerasan seksual tidak selalu terjadi karena dorongan seksual. Temuan Komnas selama 17 tahun memantau kekerasan seksual di publik dan domestik, personal maupun komunal, menemukan bahwa kekerasan seksual justru disebabkan oleh relasi kuasa sebagai ekspresi penaklukan, inferioritas, teror, kontrol yang berhubungan dengan dorongan psikis daripada desakan genital.
  • 70 persen pelaku kekerasan seksual adalah orang terdekat dan terjadi di ranah domestik-personal. Data 13 tahun (1998-2010) terdapat jumlah kasus kekerasan seksual 93.960, dimana 70 persen pelakunya adalah orang-orang dekat. Hukuman kebiri semakin menutup peluang diadukannya pelaku yang merupakan anggota keluarga sendiri dan semakin memupuk impunitas kekerasan seksual di ranah domestik.
  • Pelaku kekerasan seksual juga terdapat anak-anak. Temuan Komnas Perempuan atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Relasi Personal (RP), termasuk didalamnya    kekerasan dalam pacaran, maka pada Catatan Tahunan (CATAHU) 2015, terdapat 736 pelaku anak yang berusia 13-18 tahun dalam ranah KDRT/RP. Apakah negara akan melindungi anak-anak dengan mengebiri anak-anak yang lain dengan melakukan pengebirian?

  • Perkawinan anak adalah sumber kekerasan seksual pada anak yang difasilitasi negara melalui pembiaran usia perkawinan 16 Tahun. Perkawinan anak juga sebuah bentuk fasilitasi negara atas praktik pedophilia (kelainan seseorang dengan ketertarikan pada anak di bawah umur) melalui institusi perkawinan. Artinya, pelaku kekerasan seksual adalah suami-suami yang menikahi anak-anak. Apakah hukuman kebiri juga akan menyentuh ranah ini?
  • Sterilisasi paksa adalah salah satu kejahatan seksual yang masuk dalam kategori kejahatan kemanusiaan. Selain itu Indonesia sudah melakukan ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan dan sudah diundangkan. Hal ini berarti bahwa Indonesia harus menghentikan tindak dan penghukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan.
  • Hukuman kebiri mencabut hak seksual manusia sebagai hak dasar untuk melakukan aktivitas reproduksi. Selain itu negara yang seharusnya melindungi disabilitas, melalui kebijakan dan implementasi hukuman kebiri, justru menyuburkan disabilitas warga negaranya, dalam bentuk “disabilitas seksual”.

  • Hukuman kebiri akan merusak integritas konstitusi, karena membuka peluang bentuk-bentuk penghukuman yang mengamputasi dan membuat disfungsi organ manusia.

  • Oleh karenanya Komnas Perempuan merekomendasikan:

    • Meninjau ulang hukuman kebiri dan membuat  mekanisme penjeraan yang lebih edukatif dan rehabilitatif;
    • Melibatkan lembaga-lembaga HAM dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut isu HAM, termasuk Komnas Perempuan dengan kekuatan temuan-temuannya;
    • Membuat  kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada anak, sepenting dan segenting kekerasan seksual pada perempuan
    • Mengoptimalisasikan penghukuman dengan pemberatan dan konsistensi penegakan hukum sebagai salah satu solusi
    • Membuat Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai prioritas di Prolegnas untuk membuat kebijakan komprehensif pencegahan, penanggulangan, penanganan dan pemulihan korban  kekerasan seksual
    • Indonesia harus menunjukkan kepemimpinan dalam mengawal isu HAM di Asean dan internasional. Dalam satu tahun ini, Indonesia harus siapkan diri untuk di review komite CEDAW dan Universal Periodic Review di PBB.

Kontak Narasumber:
Azriana, Ketua (0811 6724 41)
Yuniyanti Chuzaifah, Wakil Ketua (081311130330)
Sri Nurherwati, Komisioner Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan (081381448370)
Mariana Amiruddin,  Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat (081210331189)


Pertanyaan / Komentar: