Pernyataan Sikap Komnas
Perempuan
tentang Kekerasan dalam Penyelesaian Kasus Penambangan Quarry Andesit di Desa Wadas
"LIBATKAN WARGA TERMASUK PEREMPUAN DAN HINDARI KEKERASAN DALAM PENYELESAIAN KASUS PENAMBANGAN QUARRY ANDESIT DI DESA WADAS"
Jakarta, 10 Februari 2022
Komnas Perempuan menyesalkan terjadinya kekerasan dalam kasus konflik Tanah di Desa Wadas yang telah berlangsung sejak tahun 2013. Kekerasan terjadi kembali sejak Selasa, 8 Februari hingga Kamis 10 Februari 2022, saat dilakukan proses pengukuran tanah untuk penambangan quarry untuk pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan pengaduan ke Komnas Perempuan pada bulan Juli 2020, warga desa keberatan atas penetapan Desa Wadas sebagai lokasi quarry didasarkan alasan-alasan: Pertama, pertambangan batuan andesit akan memindahkan warga dari Desa Wadas yang akan menyebabkan warga kehilangan hak milik, tempat tinggal, lahan pertanian dan sumber ekonomi serta tercerabut dari sistem sosial budayanya yang telah terbangun turun temurun. Kedua, Kecamatan Bener merupakan kawasan lindung dan salah satu kawasan rawan bencana (banjir, longsor). Penambangan dengan menggunakan alat peledak dan pemampasan akan semakin menambah risiko terjadinya bencana alam, pencemaran termasuk sumber air bersih dan perubahan bentang alam yang akan mempengaruhi kehidupan dan terganggunya rasa aman nyaman dan lingkungan sehat dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Ketiga, penambangan batuan andesit akan menyebabkan 28 sumber mata air mengalami kekeringan yang berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih, dan secara khusus akan berdampak pada kesehatan perempuan dan anak. Keempat, penambangan batuan andesit akan menyebabkan debu-debu dan kebisingan yang akan mempengaruhi kesehatan baik fisik, mental maupun sosial-spiritual warga Desa Wadas. Pertambangan batu andesit ini juga akan merusak kehidupan perempuan, mengingat perempuan petani hidupnya lekat dengan alam sebagai sumber penghidupan dan pengetahuan lokal.
Dalam pengaduan tersebut diketahui
bahwa 130.30 Ha lahan yang masuk ke dalam izin tambang adalah lahan-lahan produktif yang
selama ini dikelola masyarakat terutama perempuan dengan bertanam gula aren,
kelapa, kakao, cengkeh, kopi, durian, dan tanaman palawija untuk kebutuhan
pangan keluarga. Perempuan di desa ini merupakan penghasil kerajinan besek dari bambu
dan obat-obat
tradisional yang menggunakan tanaman-tanaman obat seperti kemukus atau
cabe jawe yang banyak dihasilkan Desa Wadas. Penambangan dikhawatirkan menyebabkan musnahnya flora dan fauna sekaligus memusnahkan
sumber pengetahuan dan
kelangsungan hidup warga dan khususnya perempuan. Alasan-alasan tersebut di atas, seharusnya diketahui oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan melakukan dialog yang melibatkan warga perempuan
sebagai garda penyambung hidup di desa tersebut, sebagai salah satu proses
rencana pembangunan yang menggunakan pendekatan Hak Asasi Manusia. Demikian pula dalam analisis
dampak dan lingkungan perlu mengutamakan pelibatan warga termasuk perempuan
yang telah menetap diwilayah setempat secara turun temurun.
Komnas Perempuan telah menerima banyak pengaduan dan melakukan pemantauan dalam kasus yang serupa dan karena itu memberikan perhatian khusus terhadap konflik sumber daya alam dan tata ruang dampaknya pada perempuan, termasuk proses penerbitan dasar hukum untuk proses-proses pembangunan. Berdasarkan pemantauan dan pencarian fakta yang dilakukan Komnas Perempuan, pola pendekatan keamanan kerap digunakan dalam proyek strategis nasional lainnya. Komnas Perempuan mencatat bahwa konflik Sumber Daya Alam (SDA) dan tata ruang berdampak khas terhadap perempuan dan merupakan konflik yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama sehingga menyengsarakan warga. Dalam konflik SDA dan tata ruang, perempuan akan semakin rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender, mengalami pemiskinan dan kehilangan sumber daya pengetahuan perempuan seperti ketrampilan seni gerabah/tembikar, kedaulatan pangan dan obat-obatan.
Merespon situasi Desa Wadas tersebut, Komnas Perempuan menyatakan agar aparat segera menghentikan pendekatan kekerasan dan keamanan dan memberikan rekomendasi
kepada:
- Kapolri dan Panglima TNI agar melakukan pendekatan keamanan sesuai standar Hak Asasi Manusia dan tidak menimbulkan ketakutan warga.
- Gubernur Jawa Tengah untuk melihat secara utuh keseluruhan fakta, dampak negatif dan potensi pelanggaran hak-hak asasi manusia dalam pertambangan quarry andesit di Desa Wadas, dan membangun dialog terhadap potensi terjadinya pemindahan paksa, pelanggaran hak atas lingkungan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
- Komnas HAM melibatkan perwakilan perempuan Wadas dalam mediasi yang dibangun untuk memastikan kepentingan perempuan dihormati, dilindungi dan dipenuhi oleh negara.
- Kepolisian Polres Purworejo menghentikan penangkapan, dan tidak menjadikan warga desa sebagai tersangka (kriminalisasi) dalam memperjuangkan hak-haknya secara damai.
- Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak dan Badan Pertanahan Nasional memperhatikan dan mempertimbangkan hak-hak warga saat melakukan pengukuran lahan milik warga desa Wadas.
Narasumber:
Siti Aminah Tardi
Theresia
Iswarini
Rainy M
Hutabarat
Alimatul
Qibtiyah
Mariana
Amiruddin
Narahubung:
Media Komnas Perempuan (+6281389371400)