...
Pernyataan Sikap
Pernyataan Sikap Tindakan Penghilangan Rasa Aman dalam Berkumpul bagi Jemaat Ahmadiyah


 

Komnas Perempuan, 06 Desember 2024

 


Telah terjadi pelarangan kegiatan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah  Indonesia (JAI) di Kabupaten Kuningan oleh Bupati dan Sekda kabupaten Kuningan yang semula direncanakan pada tanggal 5-6 Desember 2024.  Para jemaat perempuan  adalah pihak yang aktif dalam persiapan dan pelaksanaan kegiatan tersebut selama berhari-hari dengan mengeluarkan biaya dan sumber daya yang tidak sedikit. Komnas Perempuan mencatatkan informasi yang disampaikan bahwa ribuan jemaat perempuan dan anak Ahmadiyah terbengkalai di stasiun Kereta Api, Bus, dan masjid dalam situasi hujan dan cuaca dingin akibat akses yang ditutup oleh aparat untuk masuk ke Desa Manislor. Mereka mengalami situasi yang dapat merentankan keselamatan dan jaminan perlindungan dari rasa aman, akibat dari kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh aparat penyelenggara negara di Kabupaten Kuningan.


Komnas Perempuan menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh Bupati Kuningan yang berawal dari terbitnya Surat Nomor 200.1.4.3/4697/BKBP yang ditujukan kepada pengurus Jemaat Ahmadiyah Manislor pada tanggal 04 Desember 2024, yang pada pokoknya berisikan larangan pelaksanaan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan pada tanggal 6-8 Desember 2024. Komnas Perempuan juga menyayangkan tindakan Kapolres Kuningan pada hari Kamis, 5 Desember 2024 yang menempatkan aparatur kepolisian untuk memblokade seluruh akses masuk desa Manislor tempat dilaksanakannya Jalsah Salanah serta perlakuan terhadap peserta dan undangan khususnya perempuan dan anak yang akan menghadiri kegiatan Jalsah Salanah dengan melakukan sweeping, tekanan, dan pengusiran di tengah turun hujan.


Komnas Perempuan menyampaikan bahwa pelarangan ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak berkumpul dan hak menjalankan kepercayaannya. Kegiatan berkumpul dengan damai dan menjalankan agama/keyakinan merupakan hak yang dijamin dalam konstitusi Republik Indonesia sebagaimana tercantum pada Pasal 28 UUD NRI 1945 yang menyatakan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” Serta pasal 28 E ayat (3) yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” Jaminan berkumpul secara damai juga dijamin dalam berbagai Undang-Undang antara lain  Pasal 24 ayat (1)  Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berpendapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai. Serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Pelaksanaan Jalsah Salanah juga menjadi bagian dari hak yang dijamin dalam melaksanakan kegiatan kepercayaan sebagaimana tertuang pada Pasal 28E ayat (2) “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya,” serta Pasal 29 ayat (2)  UUD NRI 1945 yang menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Komnas Perempuan mengingatkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab pada penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia sebagaimana yang diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, sebagai dasar hukum tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Sebagai aparatur penyelenggara negara, Bupati Kuningan dan Kapolres, serta Kejari Kabupaten Kuningan seharusnya tunduk pada konstitusi sebagai dasar hukum tertinggi dan  taat pada undang-undang. Pemerintah tidak boleh tunduk pada permintaan kelompok lain yang menentang atau tidak setuju, atau kelompok mayoritas yang memberikan stigma dan intoleran untuk melakukan tindakan diskriminasi. Komnas Perempuan mencatat, bahwa Bupati serta jajaran dan aparat penegak hukum kabupaten Kuningan, tidak melibatkan serta tidak memberikan kesempatan pada kelompok perempuan Jemaat Ahmadiyah  dalam mempertimbangkan keputusan pelarangan kegiatan-kegiatan keagamaan Jalsah Salanah di Manislor. Hal ini menyebabkan perempuan-perempuan Ahmadiyah mengalami trauma psikis dan kehilangan rasa aman.


Komnas Perempuan mengkhawatirkan bahwa kebijakan Bupati Kuningan serta jajarannya, Kapolres dan Kejari Kabupaten Kuningan adalah bentuk legitimasi atas tindakan intoleransi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang justru tidak sejalan dengan konstitusi dan kebhinnekaan. Tindakan seperti ini terjadi berulangkali kepada Jemaat Ahmadiyah yang sudah menjadi pola yang menjauhkan kelompok Ahmadiyah dari rasa aman. Penting agar pemerintah memastikan hal ini tidak terjadi lagi. Komnas Perempuan mengingatkan bahwa perdebatan soal keyakinan ahmadiyah sebaiknya bukan dengan stigma dan mengerahkan  kekuatan, kekuasaan,  dan diskriminasi melainkan dengan diskusi dan penyelesaian perbedaan dan konflik dilakukan secara damai.


Atas pertimbangan-pertimbangan yang telah dipaparkan di atas, Komnas Perempuan menyampaikan sikap dan  merekomendasikan hal hal sebagai berikut;

1.         Presiden RI segera memerintahkan Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Barat untuk memberikan tindakan tegas terhadap Bupati Kuningan atas perbuatan melawan konstitusi.  

2.         Presiden RI segera memerintahkan Kapolri menindak tegas Kapolda dan Kapolres atas perbuatan melakukan blokade, sweeping serta pengusiran pada peserta dan undangan kegiatan Jalsah Salanah di kabupaten Kuningan

3.         Kejaksaan Agung RI memerintahkan Kajari Kabupaten Kuningan untuk taat dan patuh pada konstitusi dan hukum.

4.         Menteri dalam Negeri meminta Gubernur Jawa Barat untuk meninjau ulang Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Ahmadiyah di Jawa Barat, serta meminta Bupati Kuningan untuk mencabut surat yang ditujukan kepada Jemaat Ahmadiyah dalam pelaksanaan Jalsah Salanah di Kabupaten Kuningan.

5.         Menteri Agama melakukan pembinaan pada kantor wilayah Kementerian agama Jawa Barat dan Kabupaten Kuningan serta kelompok-kelompok agama yang menyerukan anti kebhinnekaan dan intoleransi.

6.         Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Jawa Barat memberikan pemulihan berkelanjutan atas kerugian konstitusional, yang berdampak pada kerugian ekonomi, sosial, psikis, dan fisik jemaat Perempuan Kabupaten Kuningan Jawa Barat.

7.         Menteri Hak Asasi Manusia untuk memerintahkan Kanwil HAM Jawa Barat memberikan penyikapan dan mengingatkan bupati Kuningan dalam pelaksanaan tanggung jawab pemenuhan hak asasi manusia warga negara.

 

 

 


Pertanyaan / Komentar: