...
Sambutan Ketua
Kata Sambutan Ketua Komnas Perempuan dalam Kegiatan Jalsah Salanah Indonesia Tahun 2023


Assalamu’alaikum wr wb, Salam Sehat, salam Indonesia yang bhinneka

Penuh syukur ke hadirat Sang Maha pengasih karena kita diberikan nikmat waktu dan sehat untuk dapat berkumpul bersama pada siang hari ini dalam kegiatan Jalsah Salanah JAI di awal tahun 2023, yang mengambil tema utama yang penting bagi optimisme kita melewati masa krisis bersama pandemi Covid 19 dan tantangan resesi global. Tema utama yang dimaksud dengan “Pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat. Menguatkan Empati Mengatasi Resesi.”

Perkenankan  saya menggunakan kesempatan ini untuk meminta maaf karena sampai saat ini belum lagi berkesempatan menyapa secara langsung Ibu, Bapak dan saudara/saudari JAI dalam kegiatan ini, melainkan melalui video.

Salam takzim kami baik sebagai perseorangan maupun atas nama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan kepada seluruh pimpinan JAI, pimpinan Lajna Innaila, dan juga para pemuka dan tamu yang dimuliakan, serta seluruh anggota JAI yang kita kenali tak pernah gentar berada di barisan terdepan dalam menyebar kebaikan melalui kerja-kerja kemanusiaan.   

Saya juga merasa terhormat karena diberikan kesempatan untuk menyampaikan sejumlah pandangan atas tema utama Jalsah Salanah tahun ini dengan topik yang lebih spesifik mengenai peran perempuan dalam menguatkan inklusi sosial.

Ibu, bapak dan saudara2 yang dimuliakan,

Pandemi Covid-19 memberikan banyak pembelajaran bagi kita semua dalam berbagai dimensi. Semua negara diingatkan bahwa layanan kesehatan merupakan salah satu layanan dasar yang harus dipercepat pengembangan infrastrukturnya agar dapat diakses secara murah dan mudah. Juga tentang pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat pada kesehatan, sesederhana mencuci tangan, peduli untuk tidak menyebarkan virus flu melalui penggunaan masker atau cara yang benar menutup hidung saat bersin atau mulut saat batuk, menikmati matahari pagi dan berolahraga teratur.

Pandemi yang datang hampir tanpa aba-aba membuat banyak rencana porak-poranda dan hidup kita tetiba berubah. Banyak yang juga dihantui dengan kecemasan karena kekuatiran pada keterpaparan diri atau anggota keluarga dengan virus di tengah fasilitas kesehatan yang terbatas, juga was-was karena begitu banyak ketidakpastian.  Isu kesehatan mental menjadi begitu mengemuka dan nyata bagi banyak orang yang mungkin dulu menganggapnya sepele.

Namun pandemi ini tidak hanya menghadirkan persoalan kesehatan, ia juga memanggil solidaritas sosial untuk dapat melewatinya bersama-sama baik dalam hal mencegah persebaran virus maupun mengatasi dampak pandemi. Berita tentang kelompok masyarakat, termasuk JAI, yang berbagi daya dalam menyikapi keterpurukan ekonomi, keterbatasan masker dan alat pelindung diri, atau juga saling menjaga ketika ada warga di lingkungan yang perlu isolasi mandiri menjadi bagian tidak terpisahkan dari kisah kita bersama di proses memulih dari pandemi. Semua ini mengingatkan kita bahwa segenap kesulitan ini dapat diatasi jika kita bekerja sama, bergotong-royong, lintas identitas kelompok masing-masing.

Ibu, Bapak, dan rekan-rekan yang berbahagia

Meski kondisi kesehatan terus memulih, dampak dari pandemi masih kita rasakan hingga kini. Di saat yang bersamaan, kondisi global tidak sedang baik-baik saja. Perang di daratan Eropa yang dilansir oleh Rusia terhadap Ukraina memperburuk krisis ekonomi yang diakibatkan oleh pelambanan aktivitas ekonomi selama pandemi. Sejumlah negara lain yang memang telah dalam kondisi perang atau konflik semakin sulit keluar dari keterpurukannya dan semakin tergantung pada hutang luar negeri. Bahkan ada negara yang jatuh pailit.

Meski kondisi Indonesia cukup baik dibanding dengan sejumlah negara lain, dimana juga dapat kita lihat dari data-data ekonomi makro yang kerap digadang oleh banyak pihak, kita tak boleh lengah. Sebaliknya, kita kian dituntut untuk memiliki daya lenting pada persoalan yang mungkin ditimbukan, serupa ketahanan energi dan ketahanan pangan, juga ketahanan sosial.  

Ibu, Bapak dan saudara-saudara yang budiman,

Ketahanan sosial merupakan isu penting dan genting bagi masyarakat majemuk dengan tingkat literasi rendah seperti di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan ratusan suku di lebih 13 ribu pulau yang terbentang di lautan nusantara dengan karakter sebagian besarnya adalah lentur dan terbuka  di satu sisi menghadirkan kebhinnekaan yang luar biasa dan menjadi kekayaan bangsa. Di sisi lain, ia juga menghadirkan tantangan laten kohesi sosial karena perbedaan-perbedaan yang ada gampang digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk dibentur-benturkan demi keuntungan pribadi atau kelompok.  Klaim keaslian berbalur chauvinisme kelompok yang juga digarami kepentingan politik menghadirkan politisasi identitas, yang marak kita saksikan dalam dua puluh lima tahun terakhir.

Wujud yang tampak dari kondisi ini adalah kehadiran kebijakan-kebijakan daerah yang bersifat diskriminatif atas nama agama atau kedaerahan, yang meminggirkan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang berbeda dari kebanyakan atau garis utama identitas yang diusung oleh kebijakan itu. Kami di Komnas Perempuan mencatat bahwa kebijakan serupa ini bertumbuh pesat hingga tahun 2016, dimana terdapat 421 kebijakan diskriminatif di tingkat nasional maupun provinsi dan kota/kabupaten. Jumlahnya memang berkurang saat ini, yaitu menjadi 305 kebijakan diskriminatif, namun daya pencegahannya masih perlu dikuatkan mengingat pada tahun 2021 saja lahir sekitar 30 kebijakan diskriminatif serupa. Kelompok-kelompok minoritas agama, suku dan gender, khususnya perempuan adalah yang terutama terdampak secara langsung dan berlapis karena identitas yang dimilikinya itu.

Politisasi identitas juga menghadirkan kebijakan-kebijakan diskriminatif di tingkat nasional dan lokal yang cukup gampang ditafsirkan sebagai justifikasi marginalisasi bahkan penyerangan pada kelompok yang dianggap salah. Pemaksaan busana dengan identitas agama tertentu, larangan pendirian rumah ibadah, gangguan saat beribadah, juga larangan keyakinan adalah bagian dari bentuk tindakan yang didorong oleh kebijakan-kebijakan serupa ini.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga menjadi pisau bermata dua. Sementara kemudahan pencarian informasi dan berkomunikasi menjadi hal yang kita nikmati bersama, kemajuan teknologi ini juga memungkinkan proliferasi cepat informasi keliru dan/atau bohong dan ujaran kebencian, yang di dalam sejumlah kasus berakhir dengan persekusi berkekerasan.  Apalagi di tengah masyarakat dengan tingkat literasi yang rendah, dimana terbatas daya nalar dan pembiasaan untuk mempertanyakan secara kritis informasi yang diperolehnya.

Saat ini kita mengetahui dari data yang dihimpun oleh BPS, meski ada pertumbuhan angka harapan sekolah, tetapi rata-rata lama sekolah Indonesia tetap masih rendah. Pada tahun 2022, rata-rata lama sekolah hanya 8,69 thn, dimana untuk perempuan lebih rendah sekitar 1 tahun daripada laki-laki. Artinya, rata-rata sekolah di Indonesia hanya setaraf sekolah menengah pertama.

Mengenai daya literasi, pada tahun 2018 Indonesia ikut serta dalam program internasional untuk mengukur kompetensi membaca. Hampir 20% dari anak kelas 2 SD bisa membaca tanpa mengenal arti. Di tahun yang sama uji Program internasional penilaian siswa (PISA) menunjukkan bahwa daya literasi Indonesia rendah, peringkat 71 dari 77 negara yang dinilai. Skornya pun merosot dari 396 di 2015 menjadi hanya 371 di 2018.

Sebelumnya, Badan dunia untuk kebudayaan (UNesco) di tahun 2017 melansir bahwa bahwa keinginan baca di Indonesia sangat rendah, hanya 0,001% atau hanya 1 dari seribu orang yang mau dan gemar membaca, menempatkan Indonesia sebagai peringkat 60 dari 61 negara yang disurvey tentang minat baca meski katanya, infrastruktur untuk membaca di Indonesia jauh di atas Eropa. Namun, penggunaan media sosialnya sungguh luar biasa. Konsumsi media sosial dan internet mencapai 9 jam per hari dengan intensitas media sosial No. 5 sedunia. Kondisi ini tampaknya berkontribusi pada karakter nitizen +62 yang menurut Digital Civility Indeks berada di urutan terbawah se Asia Tenggara, dengan karakter yang agresif dan destruktif.

Ibu, Bapak dan saudara-saudara yang berbahagia,

Baik kebijakan diskriminatif maupun tindakan intoleransi kerap kita temui jelang dan berkait dengan proses-proses pertarungan kuasa, seperti pemilu atau pemilukada. Karenanya, tahun 2023 akan jadi salah satu tahun genting karena merupakan tahun politik menuju pemilu serentak di awal tahun 2024. Ketahanan sosial kita dalam pertaruhan.

Saya mengajak Ibu, Bapak dan saudara-saudara sekalian untuk memperkuat barisan yang mempelopori dan merekatkan kelompok-kelompok yang berbeda di dalam masyarakat. JAI dalam hal ini, sejauh yang saya amati, memiliki posisi yang unik. Sebagai kelompok masyarakat yang berulang kali disudutkan dan bahkan bertahan dari berabgai tindak intoleransi berkekerasan, JAI tak pernah surut dalam menggulirkan kerja-kerja nyata kemanusiaan, baik secara mandiri maupun dalam kolaborasi dengan berbagai pihak. Ini merupakan modalitas penting dalam membangun ketahanan sosial, sekaligus perlu dicontoh oleh berbagai pihak lainnya.

Dalam kerja-kerja ini, perempuan memiliki andil yang penting dalam kerja-kerja karitatif maupun substantif yang mendorong inklusi sosial, atau keterlibatan semua pihak dalam hal kemasyarakatan. Kerja-kerja karitatif yang saya maksudkan seperti bantuan sosial yang memungkinkan kelompok yang marginal terbantukan, bahkan mendapatkan layanan dasar yang dibutuhkannya. Kerja substantif yang dimaksud meliputi kerja-kerja pendidikan di lingkungan terkecil keluarga hingga dalam institusi pendidikan secara formal maupun informal, dalam perumusan kebijakan dan berbagai bidang lainnya.

Sama pentingnya dalam upaya pelibatan semua kelompok masyarakat adalah upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan.  Penting untuk dipahami bahwa peminggiran perempuan memiliki konsekuensi dalam meningkatkan kerentanan perempuan pada kekerasan, dan sebaliknya perempuan yang mengalami kekerasan berpotensi untuk mengalami pengucilan ataupun mengucilkan diri dari pergaulan sosial. Apalagi kasus kekerasan seksual, dimana perempuan korban masih menanggung beban stigma aib pada diri dan keluarganya.

Ibu, Bapak dan saudara-saudara yang berbahagia,

Dalam konteks menguatkan kepemimpinan perempuan, saya sungguh beruntung bisa bekerja bersama dengan Lajna Ima’illah secara dekat beberapa tahun lalu dalam kerjasama institusional dengan Komnas Perempuan yang berlanjut hingga sekarang. Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengapresiasi kerja keras kawan-kawan Lajna Ima’illah mendokumentasikan dan mewartakan apa yang dialami perempuan yang mengalami kekerasan dan diskriminasi berlapis sebagai perempuan dan warga komunitas Ahmadiya, serta berbagai upaya, hasil maupun tantangan dalam mengadvokasi kondisi yang dihadapi. Semua ini dimaksudkan sebagai pembelajaran untuk perbaikan keadaan dimana diskriminasi, intoleransi dan kekerasan tidak lagi berulang.

Kerja serupa ini merupakan pondasi penting dalam membangun perdamaian yang membumi dan berkelanjutan. Patut kita catat bahwa hasil kajian berskala global bahwa keterlibatan susbtantif perempuan dalam kerja-kerja perdamaian memiliki kontribusi yang signifikan pada keberhasilan membangun perdamaian itu. Data UN Women menunjukkan kontribusi kepemimpinan perempuan dapat meningkatkan keberhasilan membangun perdamaian hingga 20 tahun.

Untuk itu, kita terus mendukung upaya mengembangkan kepemimpinan perempuan dalam kerja-kerja yang mendorong inklusi sosial, dalam kerangka menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perdamaian sejati.

Dengan itu, semoga kita dapat menghadirkan kehidupan yang merdeka, adil dan makmur bagi semua tanpa kecuali.

Demikian yang dapat saya sampaikan  pada kesempatan ini. Semoga bermanfaat untuk proses diskusi ke depan, dan jika ada kekeliruan atau alpa mohon dimaafkan.

Sekali lagi selamat untuk kegiatan Jalsah Salanah JAI. Kami menanti hasil pembahasan dari pertemuan ini untuk nanti menjadi ruang kerja bersama kita dengan lebih rekat, strategis dan saling memampukan.

Selamat siang, Salam Indonesia yang Bhinneka


Jakarta, 6 Januari 2023

Andy Yentriyani

Ketua


Rekaman Sambutan Ketua Komnas Perempuan dapat dilihat di sini.


Pertanyaan / Komentar: