Kata Sambutan Ketua
Komnas Perempuan disampaikan pada Pertemuan Nasional
Koordinasi Penyelenggaraan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus
Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT PKKTP)
“MENEGUHKAN TANGGUNG
JAWAB NEGARA DALAM PEMENUHAN AKSES KEADILAN
DAN PEMULIHAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN”
Jakarta, 21 Oktober 2021
Selamat pagi, salam
sehat, dan salam
nusantara,
Yang kita hormati bersama
1. Ibu, kakak, saudara penyintas kekerasan berbasis gender terhadap perempuan;
2. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan atau yang mewakili;
3. Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati, SE, M.Si,
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI atau yang mewakili,
dalam hal ini Ibu Ratna Susianawati (Deputi bidang perlindungan hak perempuan);
4. Ibu Dr Nirwana (Perwakilan pokja perempuan
dan anak MA RI;
5. Komisaris Besar Polisi Wisnu Caraka, Reskrim
Mabes POLRI;
6. Ibu Erny Mustika, SH, MH Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Umum;
7. Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Anak,
Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK RI atau yang mewakili;
8. DirJend Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri atau yang mewakili;
9. DirJend Kesehatan Masyarakat dan Direktorat
Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI atau yang mewakili;
10. DirJen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial atau yang mewakili;
11. DirJen Hukum dan Regulasi Bappenas RI atau
yang mewakili, di antaranya Bpk Arif Christiono Soebroto, Perencana Ahli Utama
Direktorat Hukum dan Regulasi Bappenas, Tanti Dian Ruhama, Koordinator Bidang Penerapan dan Penegakan Hukum dan HAM,
Direktorat Hukum dan Regulasi Bappenas, serta Sdr. Marcello dan Mikhail;
12. Kejaksaan Agung RI;
13. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dalam
hal ini Ibu Amelia Mahsunah, TA LPSK;
14. Ibu/Bapak Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Kepala Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, serta wakil dari Kepolisian,
Kejaksaan dan Pengadilan Negeri dari
Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Daerah
Provinsi Kalimantan Tengah, Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau,
Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Daerah Provinsi Maluku, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur;
15. Rekan-Rekan dari DPN Forum Pengada Layanan (FPL) dan Anggota FPL yang
kami hormati;
16. Ibu Sri Wiyanti Eddyono dan Ibu/Bapak Narasumber yang akan
mengisi forum selama dua hari ini;
17. Perwakilan dari OHCHR, ICJ dan UN Women yang hadir sebagai observer;
18. Seluruh hadirin yang mengikuti
konsultasi ini baik secara secara online
maupun offline
Penuh
syukur kita kepada Sang Maha Kasih yang masih memberikan kita nikmat sehat,
waktu dan senang untuk bisa berjumpa bersama di dalam Konsultasi Nasional
mengenai Sistem
Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan
(SPPT-PKKTP): Meneguhkan Tanggung Jawab Negara dalam Pemenuhan Akses Keadilan dan Pemulihan Perempuan Korban Kekerasan. Adalah sebuah kehormatan bagi kami
bahwa Ibu, Bapak dan rekan-rekan sekalian berkenan hadir dan membagi konsentrasi, serta yang sangat
berharga: waktu, di dalam konsultasi ini.
Ibu, Bapak, dan rekan-rekan sekalian,
Pertemuan ini mengingatkan saya pada peristiwa sekitar dua dekade lalu dimana Komnas Perempuan menggagas pertemuan pertama dengan para pendamping perempuan korban kekerasan. Di dalam pertemuan ini dipercakapkan mengenai kebutuhan adanya sebuah layanan yang terkoodinir, bersifat multi aspek sesuai kebutuhan korban, dan bersifat terpadu sehingga betul-betul dapat menunjang akses perempuan korban kekerasan berbasis gender pada kebenaran, keadilan dan pemulihan.
Kasus perkosaan dan berbagai tindak kekerasan seksual yang terjadi dalam Tragedi Mei 1998 dan berbagai kondisi konflik di berbagai daerah menjadi basis utama diskusi itu, di samping berbagai peristiwa dan hambatan penanganan kekerasan terhadap perempuan di berbagai konteks dan daerah. Terutama Tragedi Mei 1998, menjadi pemicu bagi lahirnya berbagai lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan, baik itu di lingkungan gerakan masyarakat melalui women crisis centre, di fasilitas kesehatan melalui Pusat Krisis Terpadu, dan di lingkungan kepolisian – Ruang Pelayanan Khusus (RPK) Perempuan Korban Kekerasan – yang kini kita kenal dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA). Pertemuan ini juga menegaskan dan mendukung lahirnya Lembaga Perlindungan Saksi dan korban
Beragam gagasan tentang cikal bakal layanan
terpadu- seperti layanan satu atap, layanan berbasis komunitas dan pemulihan
dengan makna luas, menjadi buah bincang yang menginspirasi banyak pihak.
Gagasan layanan terpadu pun semakin mewujud pasca pengesahan UU PKDRT pada
tahun 2004 yang melahirkan lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) yang kini bergerak menjadi unit teknis di tingkat daerah.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang kami muliakan,
Dalam dua dekade, jumlah lembaga-lembaga
layanan terus berkembang. Kehadirannya di satu sisi membangun akses bagi masyarakat untuk
melaporkan kasusnya. Hal ini bisa dilihat dari jumlah pengaduan yang meningkat
setiap tahunnya, baik yang terjadi di ranah domestik maupun publik dengan
beragam pelaku, mulai dari orang-orang terdekat (keluarga) hingga pejabat
publik dengan berbagai latar belakang.
Di sisi lain, tantangan untuk memastikan
pemenuhan hak korban juga semakin tampak terlihat. Layanan dengan kapasitas
yang terbatas harus
pula menghadapi
sistem hukum yang menafikan pengalaman korban, bahkan seringkali turut menjadi
pihak yang menyudutkan, mengabaikan dan bahkan mengkriminalkan perempuan korban
kekerasan.
Inilah yang kemudian mendorong gagasan
mengenai Sistem Peradilan Pidana Terpadu untuk Penanganan Kasus Kekerasan
terhadap Perempuan (SPPT PKKTP) mengemuka, sejak tahun 2003. Hambatan bagi
korban untuk mendapatkan haknya juga banyak ditemui di dalam proses hukum, baik
di tingkat substansi, struktur maupun budaya hukum. SPPT PKKTP diharapkan
menjadi sebuah mekanisme yang akan memberikan terobosan bagi hambatan-hambatan
itu melalui penguatan koordinasi antara para penyedia layanan dengan penegak
hukum, mengintegralkan kebutuhan pemulihan yang bersifat holistik sejak awal
pelaporan hingga pasca pemindaan pelaku agar dapat sungguh-sungguh menghadirkan
kondisi yang kondusif bagi perempuan korban untuk bangkit dan menjadi
penyintas.
Dengan konsep inilah pada tahun 2008, MoU
mengenai SPPT PKKTP ditandatangani oleh pihak Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Kesehatan, Kepolisian, Kejaksaan,
Mahkamah Agung, dan Peradi bersama Komnas Perempuan. Pada perkembangannya kita
semua mengetahui bahwa MoU ini perlu diperkuat melalui peraturan
perundangan-undangan agar dapat lebih terlembaga dan menghadirkan terobosan
yang nyata.
Ibu, Bapak dan
Rekan-rekan yang saya banggakan
Lintas sejarah saya
sampaikan untuk mengingatkan bahwa konsultasi nasional kita pada hari ini tidak
hadir di ruang vakum, melainkan bagian dari upaya kita bersama sejak hampir dua
dekade lalu.
Atas dorongan bersama,
tahun 2016, SPPT PKKTP masuk sebagai Program Prioritas Nasional (PPN) yang
digawangi oleh Komnas Perempuan dengan dukungan berbagai pihak, termasuk
Bappenas. Sejak lima tahun terakhir telah
diperoleh sejumlah kemajuan diantaranya bertumbuhnya regulasi di
institusi penegak hukum, sebagai mana kita lihat pada SEMA 3/2017 Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum
dan Pedoman Kejaksaan No. 1
Tahun 2021. Di daerah juga marak lahir kebijakan daerah tentang penyelenggaraan
SPPT PKKTP, meningkatnya kesadaran tentang pentingnya kerja lintas institusi,
termasuk melibatkan masyarakat sipil
Sepanjang rentang waktu
tersebut, telah dilakukan serangkaian uji coba di sejumlah wilayah oleh Komnas
Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL) yaitu Jawa Tengah, Kepulauan Riau,
Kalimantan Tengah, DKI Jakarta, Maluku dan Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur.
Di masa uji coba tersebut diperoleh sejumlah tantangan penyelenggaraan SPPT
PKKTP ini yaitu; (i) Belum adanya regulasi di tingkat nasional sebagai “payung”
bersama bagi institusi penegak hukum dan penyelenggara layanan pemulihan korban,
(ii) Layanan visum yang masih berbayar – bahkan sebagai sumber pendapatan
daerah, (iii) Penanganan korban kekerasan seksual di luar mekanisme hukum
positif, (iv) Ketersediaan infrastruktur layanan yang masih belum merata di
seluruh wilayah, termasuk di wilayah-wilayah kepulauan, dan (v) Masih adanya
kendala penerapan restitusi, kompensasi dan rehabilitasi.
Mengatasi tantangan
tersebut, di tingkat nasional, saat ini Komnas Perempuan terus mendorong
terbitnya kebijakan nasional penyelenggaraan SPPT PKKTP, yang dalam kesempatan
ini kita tentu berharap KPPPA akan mengawal prosesnya sesuai dengan proses
birokrasi yang ada, mengingat hanya kementerian yang sesuai prosedur birokrasi
dapat melakukan. Payung hukum ini juga diharapkan dapat menguatkan pelaksanaan
peran KPPPA untuk Komnas Perempuan bersama ibu-bapak dan rekan-rekan sekalian
juga terus mengupayakan Reformasi Hukum Acara Pidana (KUHAP), KUHP yang juga
masih menyisakan sejumlah polemik, dan RUU terkait Kekerasan Seksual sebagai
kesatuan perangkat hukum dan kebijakan untuk pencegahan dan penanganan bagi
perempuan korban kekerasan.
Meski PPN tentang SPPT
PKKTP akan berakhir pada tahun ini, komitmen Komnas Perempuan untuk meneguhkan
sistem yang penting bagi pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan tentu
akan terus berlanjut. Hal ini berkesesuaian dengan mandat Komnas Perempuan
untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan pemajuan hak-hak perempuan. Juga, menjalankan
mandat konstitusi tentang hak-hak konstitusional khususnya atas kehidupan yang
bermartabat, perlindungan hukum, rasa aman dan bebas dari diskriminasi.
Karenanya melalui
konsultasi nasional ini kami sangat mengharapkan masukan dari Ibu, Bapak dan
kawan-kawan sekalian untuk kita menata langkah bersama ke depan dalam
memastikan SPPT PKKTP ini menjadi semakin teguh, dengan berbasis pada
pembelajaran pada capaian juga tantangan kita di masing-masing wilayah kerja
dan tugas dan fungsi kelembagan.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan sekalian
Ke depan, Komnas
Perempuan, juga akan melengkapi upaya ini dengan melakukan kajian mengenai pelaksaan Restorative Justice (Keadilan Restoratif) berbasis pengalaman
perempuan korban yang kerap digunakan
sebagai jalan keluar dalam menangani perempuan korban. Hasil kajian diharapkan
menjadi penguat konsep, landasan kebijakan dan praktik RJ dalam menghadirkan bangunan
pemulihan dalam penanganan perempuan korban untuk mendapatkan hak atas
kebenaran, keadilan dan pemulihan.
Karenanya, kerjasama dan
dukungan seluruh pihak dalam setiap langkah dan upaya penanganan perempuan
korban adalah bagian dari tanggung jawab sebagai aparat penyelenggara negara
dan pemerintahan, aparat penegak hukum, masyarakat sipil dan tugas kemanusiaan
bersama kita.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan sekalian
Perkenankan saya
mengakhiri sambutan ini untuk kembali mengucapkan terimakasih kepada Ibu, Bapak
dan rekan-rekan sekalian, para narasumber juga peserta yang akan bersama dalam
konsultasi ini selama 2 hari ke depan. Bila ada kekeliruan, kekurangan dalam
kegiatan ini saya atas nama Komnas Perempuan
menghaturkan permohonan maaf.
Bagi banyak Ibu, Bapak, Kakak dan rekan-rekan yang hadir langsung di ruang pertemuan, bisa
jadi ini adalah perjalanan pertama sejak masa pandemi diumumkan tahun lalu,
ataupun pasca PPKM di tengah tahun ini yang sempat membuat kita kehabisan kata
pada ganasnya virus Covid19 yang kasat mata, yang menyebabkan kita berhadapan
dengan berbagai persoalan dan juga kedukaan karena kehilangan orang-orang terkasih. Semoga perjalanan ke mari
menyenangkan, dan terima kasih karena mengambil risiko berpergian untuk bisa
berkumpul di sini. Semoga kita semua terus diberikan kesehatan selama kegiatan
dan hingga ke depan.
Saya juga ingin
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu terselenggaranya
kegiatan ini: OHCHR, penerjemah, JBI, Bahasa Global, dan tentunya rekan-rekan
komisioner dan badan pekerja Komnas Perempuan, khususnya dari Subkomisi
Pengembangan Sistem Pemulihan bagi Perempuan Korban Kekerasan, Subkomisi
Reformasi Hukum dan Kebijakan dan Subkomisi Partisipasi Masyarakat, serta Wakil
Ketua dan Sekretaris Jendral.
Semoga kita diberikan
kesehatan dan kelancaran dalam berdiskusi sehingga Konsultasi Nasional dalam
dua hari ini menghasilkan capaian yang diharapkan serta bermanfaat bagi kita
semua.
Sekali lagi terima kasih
atas seluruh waktu dan konsentrasi untuk Konsultasi Nasional ini, serta
dedikasi untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Dan dengan ini saya secara resmi membuka konsultasi
nasional.
Terima kasih, Salam
sehat, Salam Nusantara
Jakarta, 21 Oktober 2021
Andy Yentriyani
Ketua Komnas Perempuan