...
Sambutan Ketua
Sambutan Ketua dalam Kegiatan Pelaporan Pelaksanaan Tugas Komnas Perempuan 2021

Sambutan Kegiatan

Pelaporan Pelaksanaan Tugas Komnas Perempuan 2021

 

Teguh Berkarya: Komnas Perempuan di Tengah Keterbatasan dan Semakin Kompleksnya Tantangan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan

 

 

Selamat pagi, salam sehat dan salam nusantara untuk kita semua

 

Yang kita hormati dan banggakan bersama saudara-saudara penyintas kekerasan dan perempuan pembela HAM,

 

Juga yang terhormat,  

o   Ibu Bintang Puspayoga, Menteri PPPA atau yang mewakili

o   Bpk Bambang Soesatyo, Ketua Komisi III DPR RI atau yang mewakili

o   Bpk Slamet Soedarsono, Deputi Polhukhankam, Bappenas

o   Bpk M. Rokib, Staf Ahli Bidang Hukum, HAM dan Pemerintahan, Sekretariat Negara

o   Ibu Prof. Sulistyowati Irianto selaku penanggap wakil dari akademisi,

o   Teh Ira Imelda, perwakilan WCC Durembang

o   Kak  Zulfiani Lubis, Ketua Umum Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI)

o   Ibu, Bapak komisioner purnabakti Komnas Perempuan dan semua tamu undangan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

 

Terimakasih karena berkenan hadir pada kegiatan hari ini, pelaporan pelaksanaan tugas Komnas Perempuan pada tahun 2021 yang kami beri tajuk: Teguh Berkarya: Komnas Perempuan di Tengah Keterbatasan dan Semakin Kompleksnya Tantangan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.

 

Tentunya penuh syukur kita kepada Sang Ilahi, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang memberikan nikmat sehat dan waktu sehingga kita bisa berkumpul bersama pada pagi hari ini.

 

Ibu, Bapak dan kawan-kawan yang berbahagia,

 

Masih segar di dalam ingatan kita gairah di tahun 2021 untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. Meski ancaman penyebaran Covid-19 masih di depan mata, memasuki tahun kedua pandemi kita telah memiliki referensi untuk lebih dapat mengantisipasi serangan dari wabah yang hingga kini pun belum berkesudahan. 

 

Namun, dampak pandemi tentunya tidak dapat dikecilkan. Ia memperjelas jurang sosial yang sebelumnya telah ada, dan bagi upaya penghapusan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, dampak pandemi hadir dalam dua aras, sebagai katalis tindak kekerasan sekaligus tantangan dalam penanganan.

 

Hal ini tampak pada lonjakan pengaduan kasus langsung kepada Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Tahun 2021, ada 4.322 kasus yang dilaporkan, atau naik 80% dari tahun sebelumnya.

 

Peningkatan ini ditengarai dipicu oleh dampak pandemi Covid-19, misalnya pada ketegangan di dalam rumah tangga akibat rumah menjadi pusat segala aktivitas dengan pembiayaan yang semakin tinggi sementara kemungkinan pemasukan keluarga justru terseret pelambanan aktivitas ekonomi.

 

Belum lagi migrasi instan ke teknologi digital di masa pandemi, yang tanpa kapasitas literasi digital menyebabkan kerentanan meningkat pada kekerasan berbasis gender di ruang siber (KBGS). Angka pelaporan kasus kekerasan seksual juga meningkat 72%, terutama dalam bentuk perkosaan dan pemaksaan hubungan seksual lainnya, serta berbagai bentuk kekerasan seksual online.

 

Di tengah lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan, persoalan kronis  yang menghambat upaya pencegahan dan penanganannya juga terus hadir dan bahkan karena pandemi, menjadi semakin nyata.

 

Kontradiksi kebijakan adalah salah satu masalah yang belum terjembatani meski Indonesia telah berkomitmen hampir 4 dekade untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang merupakan akar dari kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.

 

Misalnya saja, kita dikejutkan dengan kelahiran UU Cipta Kerja di akhir tahun 2020 yang memberikan peluang lebih besar untuk eksploitasi tenaga kerja, terutama terhadap perempuan pekerja di sektor informal.

 

UU ini juga memungkinkan eksplorasi sumber daya alam yang lebih masif, yang merupakan pemicu utama konflik yang dihadapi Indonesia di masa kini, dengan dampak yang sangat khas bagi perempuan, yaitu selain berhadapan dengan kekerasan, juga kehilangan sumber penghidupan, beban bertambah berlipat ganda dan bahkan bagi perempuan adat, kehilangan salah satu mata rantai penting identitas diri dan spiritualitasnya.

 

Upaya untuk menghasilkan kebijakan yang konstruktif juga kerap berhadapan dengan dinamika politik dan keterbatasan pengetahuan dari perumus kebijakan. Ini misalnya tampak pada pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang sempat tidak diagendakan dalam Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI di penghujung tahun 2021.

 

Untung saja, dengan desakan bersama berbagai kalangan, RUU ini disepakati kemudian sebagai rancangan inisiatif DPR untuk dibahas sebagai program legislasi prioritas pada tahun 2022 ini. Sementara, untuk R KUHP dan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga berjalan di tempat.

 

Komnas Perempuan juga mencatat terbitnya 20 kebijakan diskriminatif , padahal, di tahun ini juga ada sejumlah penyikapan konstruktif dari pemerintah dan pemerintah daerah. Dalam konteks ini, contoh kontradiksi kebijakan tampak pada putusan Mahkamah Agung membatalkan SKB Mendikbudristek, Mendagri dan Menag untuk melarang pewajiban busana beridentitas tunggal agama tertentu di lingkungan sekolah negeri.

 

Sementara itu, penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu terasa berjalan di tempat. Stigma dan persekusi masih sangat kerap kita amati.

 

Belum lagi kondisi perempuan yang jauh dari mata publik, seperti di tahanan dan lokasi lain serupa tahanan, misalnya saja panti rehabilitasi untuk saudara kita yang menyandang disabilitas mental.  

 

Ibu, Bapak dan kawan-kawan yang saya hormati

 

Di saat pengaduan melonjak tajam, penguatan kapasitas penyikapan tidak sepadan. Di tahun 2021, semakin banyak mitra rujukan Komnas Perempuan dalam penanganan kasus menyatakan kewalahan.

 

Fasilitas yang minim, biaya pendampingan yang tidak mencukupi, jumlah dan kapasitas sumber daya manusia dari pengada layanan yang sangat terbatas telah menjadi keluhan yang bertahun didengungkan.

 

Kondisi menjadi semakin buruk karena ada kebutuhan penambahan pengeluaran untuk memenuhi protokol kesehatan di masa Covid-19 ataupun untuk alih teknologi agar tetap dapat menyelenggarakan pendampingan.

 

Di hadapan deret tunggu korban yang menanti layanan semakin menggunung, tantangan di dalam proses hukum dan dampak pandemi Covid-19 di level personal, banyak dari pendamping korban berada dalam kondisi lejar atau burnt-out.

 

Namun, Ibu, bapak dan kawan2 seperjuangan, Di tengah tantangan dan keterbatasan kelembagaannya, Komnas Perempuan terus mengembangkan strategi kerja dan mencari peluang-peluang perubahan untuk memajukan upaya kita bersama menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

 

Kebijakan penting seperti Dana Alokasi Khusus untuk pendampingan korban dan Pedoman Kejaksaan untuk penuntutan perempuan berhadap dengan hukum menjadi penyemangat.

 

Begitu juga dengan komitmen dan dukungan dari pihak kementerian/lembaga, akademisi, masyarakat sipil dan juga rekan-rekan media. Kerja bersama inilah yang memungkinkan Komnas Perempuan mewujudkan berbagai capaian kerja di tahun 2021 ini.

 

Karenanya, capaian kerja Komnas Perempuan adalah capaian kita bersama, kemajuan yang patut kita rayakan dan tindak lanjuti.


Ibu, Bapak dan kawan-kawan yang berbahagia,

 

Ada 5 isu prioritas yang dikawal Komnas Perempuan periode 2020-2024, yaitu 1) Konflik dan bencana, 2) Tahanan dan serupa tahanan, 3) Kekerasan seksual, 4) perempuan pekerja dan 5) Penguatan Kelembagaan

 

Pada tahun 2021 dari kelima isu prioritas ini, menyikapi segenap tantangan juga peluang yang hadir, Komnas Perempuan berhasil 1 rekomendasi kebijakan tentang kekerasan seksual diadopsi dalam peraturan kemendikbudristek,

 

Sementara 24 dari dari 48 PSGA PTKIN yang terlibat dalam kerjasama menyusun SOP PPKS telah memperoleh SK Rektor

 

Juga, 10 dari 30 rekomendasi kebijakan diskriminatif atas nama agama dan mayoritas telah ditindaklanuti oleh otoritas relevan di tingkat daerah dan nasional

 

Sepanjang tahun 2021 juga, Komnas Perempuan telah menghasilkan 45 dokumen rekomendasi kebijakan, 6 hasil kajian, pemetaan dan dokumentasi, 7 alat kerja baru, dan 4 dokumen untuk penguatan kelembagaan

 

Sementara, untuk dukungan bagi layanan, Komnas Perempuan melalui kerjasama dengan sektor bisnis berhasil mengumpulkan lebih 400 juta bagi Pundi Perempuan

 

Sepanjang tahun 2021 juga tampak peningkatan permohonan informasi dari Komnas Perempuan.

 

Sebanyak 56% kenaikan permohonan menjadi narasumber di berbagai kegiatan, dan hampir 3x lipat peningkatan permohonan narasumber dari media massa. Jumlah engagement publik pada berbagai media sosial Komnas Perempuan juga terus meningkat.

 

Sebagaimana disampaikan di awal,  juga ada kenaikan 80% dari pengaduan langsung ke Komnas Perempuan. Sebanyak 2.036 dari 3.838 kasus kekerasan berbasis gender yang dilaporkan ke Komnas Perempuan telah disikapi melalui pemberian rekomendasi, termasuk melalui ruang amicus curiae dan keterangan ahli di pengadilan.  Dari jumlah penyikapan, meningkat 4% dari tahun sebelumnya.

 

Sementara ekspektasi publik dan otoritas negara pada peran Komnas Perempuan semakin meningkat, dukungan alokasi APBN masih sangat terbatas dan bahkan di tahun 2021 berkurang 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Upaya untuk mengubah peraturan presiden untuk menguatkan kelembagaan Komnas Perempuan juga belum berbuah hasil.

 

Kondisi ini tentunya mempengaruhi kapasitas Komnas Perempuan dalam menjalankan mandatnya. Sebagai contoh, penyikapan pengaduan langsung ke kasus Komnas Perempuan turun 39%.

 

Bila kondisi ini berlanjut, kami memperkirakan daya Komnas Perempuan hanya sanggup untuk menyikapi sekitar 20% dari pengaduan langsung di tahun 2022 dan ketergantungan pada hibah luar negeri juga akan membesar. 

 

Dalam kondisi serupa ini, Komnas Perempuan bagaikan biduk sekoci kecil yang tak gentar menghadapi lautan tantangan dan akan terus berlayar ke pulau harapan mewujudkan Indonesia yang aman dan sentosa bagi semua.

 

Ibu, bapak dan kawan2 yang berbahagia,

 

Lebih lanjut mengenai capaian dan tantangan Komnas Perempuan akan kita dengarkan dari paparan 2 rekan wakil ketua dan sekretaris jendral. Kita juga akan mendiskusikannya bersama seluruh komisioner periode 2020-2024 di dalam kelompok isu prioritas.  

 

Komnas Perempuan sangat berkepentingan untuk mendengarkan tanggapan dan juga masukan dari Ibu, Bapak dan rekan-rekan sekalian. Juga menelusuri ruang-ruang kerja bersama yang dapat lebih kita eratkan.

 

Karenanya, atas nama Komnas Perempuan, perkenankan saya kembali mengucapkan terimakasih atas kesediaan seluruh penanggap dan juga Ibu-Bapak, kawan2 semua yang akan memberikan komentar dan masukan bagi Komnas Perempuan.

 

Sebagai penutup saya ini menegaskan bahwa Kegiatan pelaporan publik ini adalah sangat penting dalam menguatkan peran dan independensi Komnas Perempuan sebagai lembaga nasional hak asasi manusia dengan mandat spesifik.

 

Di dalam peraturan Komnas Perempuan diwajibkan menyampaikan pertanggungjawabannya hanya kepada presiden. Namun, Komnas Perempuan berkepentingan untuk menyampaikan pula kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas  institusional sekaligus individual, utamanya dari seluruh komisioner. Kami juga memaknai akuntabilitas publik ini sejalan dengan roh reformasi yang mengusung visi demokratisasi dimana keterlibatan publik adalah pivotal di dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program-program pembangunan, dimana upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan adalah bagian yang integral.

 

Semoga melalui kegiatan pada hari ini, daya bersama kita menjadi lebih kuat dalam menghadirkan Indonesia yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi atas dasar apa pun. 

 

Saya cukupkan sambutan di sini sekaligus membuka secara resmi kegiatan Laporan Pelaksanaan Tugas Komnas Perempuan Tahun 2021. Selamat mengikuti kegiatan pelaporan ini.

 

Salam sehat, salam bhinneka.

Jakarta, 11 April 2022

Andy Yentriyani

Ketua

 


Pertanyaan / Komentar: