Sambutan Ketua Komnas
Perempuan
Dalam Doa Bersama Lintas
Iman untuk Dukungan Pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Jakarta, 12 Januari 2021
Yang kita muliakan dan
banggakan bersama, Ibu, kakak, para penyintas kekerasan berbasis gender terhadap
perempuan, keluarga serta para pendamping korban
Yang terhormat Ibu/Bapak
sekaligus mengisi acara
1. Saifullah Yusuf (Sekjen PBNU)
2. Badriyah Fayumi (Ketua KUPI)
3. Pdt Eche Gosal (Wasekum PGI)
4. Pdt Dr. Darwita Purba STh (Ketua PERUATI)
5. Ws. Liem Liliany Lontoh, S.E., M.Ag (Ketua
MATAKIN DKI Jakarta)
6. Tri Nuryatiningsih E Mantik Ketua Bidang
Pemberdayaan Perempuan Pemuda dan Perlindungan Anak PHDI)
7. Djuwita Djati (Sunda Wiwitan)
8. Dr. Rahmi A. (Baha'i)
9. Sr Irena Handayani OSU (Koordinator TalithaKum
Indonesia Jaringan JKT)
10. Kirtan Kaur (Sikh)
11. Pdt Dr. Albertus Patty (GKI Maulana Jusuf
Bandung)
12. Pdt Sylvana Apituley, M.Th. (Wakil Ketua GPI)
13. Pdt Dr. Mery Kolimon (Ketua Sinode GMIT
Kupang)
14. Pandita Stephanie A. Surya (Bendahara
Permabudhi Persatuan Umat Buddha Indonesia)
15. KH. Husein Muhammad
16. Dewi Nova (Seniman)
17. Andre Hehanussa (Seniman)
18. Moderator : Inaya Wahid
Rekan-rekan media, tamu
undangan, Ibu, Bapak dan kawan-kawan yang mengikuti kegiatan ini secara online,
rekan-rekan Komisioner dan Badan Pekerja Komnas Perempuan, mas Lexy dan
rekan-rekan JBI yang membantu terselenggaranya kegiatan kita pada malam hari
ini.
Selamat malam, salam
sehat, salam nusantara
Puji dan syukur kita
kepada Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena kita diberikan nikmat
sehat dan waktu untuk berkumpul bersama pada malam hari ini.
Saya juga ingin
menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan selamat Tahun Baru kepada
Ibu/Bapak dan rekan-rekan. Semoga Tahun ini merupakan tahun yang baik untuk
penantian panjang para penyintas, korban kekerasan seksual dalam upaya mencari
keadilan.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan
yang berbahagia
Komnas Perempuan menyoroti kekerasan terhadap
perempuan terutama kekerasan seksual masih minim penanganan dan perlindungan
korban, dimana dalam rentang tahun 2016-2020 Komnas Perempuan mencatat terdapat
24.786 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan baik ke lembaga layanan
(masyarakat maupun pemerintah) dan yang langsung ke Komnas Perempuan. Di dalamnya
terdapat 7.344 kasus (sekitar 29,6%) dicatatkan sebagai kasus perkosaan. Dari
kasus perkosaan tersebut, hanya kurang dari 30% yang diproses secara hukum.
Komnas Perempuan melihat persoalan minimnya proses hukum pada kasus kekerasan
seksual menunjukkan aspek substansi hukum yang ada tidak mengenal sejumlah
tindak kekerasan seksual dan hanya mencakup definisi yang terbatas, aturan
pembuktian yang membebani korban dan budaya menyalahkan korban, serta
terbatasnya daya dukung pemulihan korban yang kemudian menjadi kendala utama.
Hal ini tentu menjadi perjuangan panjang bagi
para korban menunggu dalam ketidakpastian di tengah semakin meningkatnya
pengaduan dan kasus kekerasan seksual yang tidak tertangani dan terlindungi,
karena ketiadaan payung hukum komprehensif yang berpihak dan memiliki substansi
tepat tentang kekerasan seksual. Dalam kasus-kasus kekerasan seksual yang
ditemui, korban dalam situasi tidak ada pilihan, tidak berani, di bawah tekanan
atau ancaman untuk menolak kekerasan seksual yang dialaminya. Situasi ini
banyak terjadi dalam trend kekerasan
seksual yang mencuat dalam 3 tahun terakhir dalam catatan tahunan Komnas
Perempuan, di antaranya kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan,
kekerasan siber berbasis gender, kekerasan di transportasi publik, kekerasan
seksual di tempat kerja dan kekerasan seksual yang berakhir dengan pembunuhan.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan
yang banggakan
Kekerasan Seksual dulu menjadi hal yang sangat
tabu untuk dibicarakan. Mengenalkan kekerasan seksual menjadi bagian dari
kejahatan kemanusiaan juga kerja panjang bagi gerakan perempuan. Kurang lebih
10 tahun, Komnas Perempuan, gerakan perempuan dan masyarakat sipil
mengkampanyekan stop kekerasan seksual.
Hingga hari ini isu ini menjadi tema diskusi dimana-mana, publik dan
korban mulai berani berbicara, mulai membuat protokol-protokol pencegahan dan
penanganan kekerasan seksual.
Kemudian sejak 2014, penyusunan draf RUU Penghapusan Kekerasan seksual dilakukan
dan disusun melalui berbagai rangkaian diskusi, dialog dan penyelarasan dengan
berbagai fakta dan teori. Data pola kekerasan seksual dikembangkan dan
dipertajam untuk mencari sistem dan pemulihan yang tepat untuk diusulkan dalam
RUU Penghapusan Kekerasan seksual. Dinamika dalam menemukenali embrio substansi
pengaturan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Komnas Perempuan dimulai sejak tahun
2010.
Hingga akhirnya dorongan kebutuhan payung hukum RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual juga mendapatkan perhatian dari tokoh-tokoh
publik, terutama tokoh-tokoh agama dan kepercayaan. Dukungan terus mengalir
untuk para korban dan penyintas kekerasan seksual
Ibu, Bapak dan rekan-rekan
yang terkasih
Di awal tahun ini kita
mendapatkan angin segar dari pernyataan Bapak Presiden untuk mendorong
percepatan DPR RI segera membahas dan mensahkan RUU TPKS. Pernyataan Presiden yang disampaikan pada 4
Januari 2022 telah mengakui pentingnya perlindungan dan penanganan korban
kekerasan seksual dan fakta sosial bahwa perempuanlah kelompok yang rentan
mengalami kekerasan seksual. Menyambut pernyataan Presiden, Ketua DPR RI, Puan
Maharani juga baru saja telah menegaskan komitmen untuk mengesahkan RUU TPKS
sebagai inisiatif DPR RI dan untuk menyegerakan pembahasanannya. Sore tadi,
ditemani oleh Mbak Maria Ulfah dan rekan2 dari berbagai lembaga kami juga
menyampaikan urgensi pengesahan ini kepada Mbak Puan secara langsung, dengan
berbagai catatan kritis yang perlu mendapatkan perhatian nantinya.
Hari ini, kita semua dipertemukan dan
dikumpulkan dalam ruang ini dengan niat/kehendak yang sama, yaitu untuk
dukungan korban dan penyintas kekerasan seksual. Dukungan untuk pengesahan RUU
Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ini merupakan suatu kehormatan bagi Komnas
Perempuan. Terima kasih atas hati yang tulus dari Ibu Bapak, empati, solidaritas, dan kekuatan untuk berdoa
bersama dengan iman dan kepercayaan yang berbeda-beda tertuju pada yang Maha
Kuasa agar dapat menggerakkan hati para anggota DPR RI dan dukungan secara
khusus terhadap para korban dalam mencari keadilan, kebenaran dan pemulihannya.
Sebuah itikad yang dihadirkan dari pemaknaan yang mendalam tentang nilai dan
mandat keagamaan dan juga konstitusional, dalam menjaga kehidupan yang
bermartabat, kehidupan yang aman, damai dan memungkinkan kita menjadi bangsa
yang berperikemanusian dan peri keadilan.
Semoga acara malam ini berdampak pada inisiatif
publik lainnya dan terus berantai dukungan bagi korban tanpa henti hingga RUU Tindak Pidana Kekerasan
Seksual benar-benar disahkan!
Terima kasih untuk doa,
puisi, nyanyian, statement/orasi yang telah dihantarkan.
Selamat malam, salam sehat
dan salam nusantara
Andy Yentriyani
Ketua