...
Sambutan Ketua
Sambutan Ketua Komnas Perempuan dalam Kajian 21 Tahun Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan 2001-2021

Sambutan Ketua Komnas Perempuan

dalam Kajian 21 Tahun Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan 2001-2021

 

 

Selamat pagi, salam Indonesia yang Bhinneka

 

Puji dan syukur kepada Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas perkenan dan kasih-Nya kita dilimpahi nikmat untuk bisa berkumpul dan berdiskusi pada pagi hari ini. Semoga kita juga diberkahi nikmat agar diskusi berjalan lancar dan bermanfaat.

 

Yang terhormat dan kita banggakan saudari2 perempuan penyintas Kekerasan dan perempuan pembela HAM. 

 

Yang kita hormati para penanggap pada hari ini

·      Sahabat kita Prof. Dr. Hj. Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden 

·      Bpk R.M Dewo Broto Joko P., S.H, LLM, Direktur Hukum dan Regulasi Mewakili Menteri Bappenas: 

·      Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta Mewakili Dirjen Badilag :Drs. H. Damsir, S.H., M.H.

·      dan Kepala Bidang Internal LRC-KJHAM: Witi Muntari, M.Pd

 

Terima kasih karena berkenan di tengah kesibukan menyempatkan membaca dan memberikan tanggapan pada kajian Komnas Perempuan akan 21 CATAHU. 

 

Juga yang terhormat 

·      Ibu Fatimah Asri, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas, dan jajaran 

·      Badilum : Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Umum, Zahlisa Vitalita, S.H., M.H.

·      Badimiltun : Direktur Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara, Bapak Dr. H. Hari Sugiharto, S.H., M.H.,

·      Wakil Ketua LPSK RI: Dr. Livia Istania DF Iskandar, M.Sc., Psi.

·      Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan: Ratna Susianawati S.H, M.H

 

Rekan-rekan dari LPSK, Ombudsman, KPAI dan kementerian Lembaga lainnya dan semua tamu undangan baik di Komnas perempuan maupun di online yang minta maaf tidak dapat saya sebutkan satu per satu. 

 

Jajaran pimpinan dan badan kerja Komnas Perempuan, serta Sahabat kita, Luviana yang berkenan menjadi moderator pada kegiatan pagi hari ini. 

 

Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang saya hormati. 

 

Ketika Catatan tahunan digagas pada akhir 2001, ada kebutuhan mendesak untuk menghadirkan data nasional kasus kekerasan terhadap perempuan, yang saat itu belum ada rujukannya sama sekali. Berkoordinasi dengan 35 lembaga, Komnas Perempuan melansir data nasional untuk pertama kalinya. Dua tahun berikutnya, catatan tahunan disusun dan dilansir di awal tahun. Baru sejak 2004, secara rutin Komnas Perempuan melansir CATAHU pada awal Maret sebagai cara untuk memperingati Hari Perempuan Internasional, 8 Maret.  

 

Sejak awal digagas, CATAHU dimaksudkan untuk membuka ruang membangun pengetahuan berbasis pengalaman perempuan korban di berbagai konteks persoalan yang ia hadapi, baik di dalam relasi personal, dalam posisinya sebagai anggota komunitas dan masyarakat, juga sebagai warga. Hal ini dapat dilakukan karena kerja sama yang terus dibangun bersama rekan-rekan pengada layanan baik berbasis pemerintah maupun masyarakat, juga institusi penegak hukum. Hampir 1800 organisasi dan Lembaga yang terlibat dalam penyusunan Catahu sejak 2001 hingga 2021, yang dilakukan atas dasar kesukarelaan sejati. Atas kesediaan dan kerja sama ini, Komnas Perempuan mengucapkan apresiasi kami yang setinggi-tingginya dan berharap kerja sama ini akan dapat kita teruskan di masa mendatang. 

 

Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang dimuliakan

 

Untuk dapat membangun pemahaman yang utuh mengenai persoalan kekerasan terhadap perempuan, CATAHU sedari awal memuat tidak hanya data-data kuantitatif yang sering kali menjadi perangkap informasi instan. Angka-angka kualitatif kami perlakukan sebagai cara untuk membaca trend, namun untuk pendalamannya CATAHU menyajikan analisis kualitatif dari sejumlah isu2 utama yang diamati pada tahun tersebut. 

 

Karena pemahaman kita terus bertumbuh dan kebutuhan akan informasi juga meningkat seturut dengan pemahaman itu, kajian 21 Tahun memberikan kita kesempatan untuk menyaksikan pertumbuhan pengetahuan tersebut, misalnya dari kategorisasi data yang semakin rinci maupun  isu-isu baru yang dikembangkannya. Misalnya saja data usia, atau kelompok-kelompok perempuan yang membutuhkan perhatian khusus. 

 

Selain data mengenai kasus, CATAHU juga melengkapi dirinya dengan catatan tentang kondisi penanganan kasus yang memuat tiga isu utama a) terobosan hukum dan kebijakan penanganan kasus, b) daya dukung institusional pemulihan hak-hak korban dan tantangannya, dan c) praktik penanganan kasus di lembaga-lembaga layanan dan di Komnas Perempuan. 

 

Seluruh informasi dalam CATAHU memungkinkan gerakan perempuan dan gerakan HAM pada umumnya menggulirkan advokasi berbasis data, baik di level UU maupun kebijakan lokal, pada aspek pelindungan juga pemulihan bagi korban, dan memastikan ketidak-berulangan. UU TPKS yang baru saja disahkan pada 2022 lalu, serta perbaikan mengenai pasal2 kekerasan seksual di dalam revisi KUHP 2023 adalah contoh terkini dari penggunaan CATAHU sebagai modalitas juang kita bersama-sama. 

 

Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang berbahagia

 

Dokumentasi selama 21 tahun mengenai capaian, stagnansi, bahkan kemunduran dari upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, serta tentang modalitas, hambatan, tantangan dan strategi yang dibangun oleh gerakan perempuan menjadikan CATAHU berperan strategis dalam merekam jejak gerakan perempuan: dokumentasi dari aktivisme gerakan perempuan di era reformasi. Kajian 21 tahun CATAHU seolah menemukan banyak mutiara dari perekaman ini, utamanya bagi rekan-rekan muda yang tidak terlibat langsung di dalam berbagai advokasi yang dicatatkan oleh CATAHU. 

 

Rekaman dalam 21 tahun CATAHU tentunya  dapat terus dilengkapi oleh berbagai pihak sebagai bagian tidak terpisahkan dari upaya mengembangkan dokumentasi pergerakan sosial dengan kepemimpinan perempuan.

 

Ibu Bapak dan rekan-rekan semua, 

 

Sebagai salah satu perhelatan besar dan rutin setiap tahunnya, tantangan terbesar dari penyelenggaraan CATAHU adalah proses pengompilasian data berskala nasional dari berbagai lembaga. Proses ini berhadapan dengan kapasitas lembaga yang beragam dalam hal pemahaman isu KBG, instrumen yang digunakan untuk pendokumentasian, maupun sumber daya yang dimiliki untuk memiliki proses pencatatan yang baik.  Kondisi ini menyebabkan sejumlah lembaga tidak dapat atau terlambat dalam menyerahkan informasi untuk CATAHU, pencatatan yang beragam, tidak konsisten, juga sebaran informasi berbasis wilayah yang tidak memadai. Belum lagi kebutuhan untuk memastikan tidak ada data yang bertumpang tindih karena kasus dilaporkan atau ditangani lebih dari satu lembaga. 

 

Sementara itu, kapasitas di Komnas Perempuan juga terbatas, baik untuk pengembangan satu model database yang dapat diaplikasikan oleh banyak pihak, pelatihan pendokumentasian, dan untuk memberikan asistensi teknis kepada lembaga mitra. Kondisi ini misalnya tampak saat pandemi Covid –19 dimana jumlah mitra yang dapat memberikan informasi berkurang drastis karena belum terbiasa dengan model pengumpulan informasi digital. 

 

Di sisi lain, pertumbuhan upaya mengembangkan data nasional menghadirkan optimisme baru. Misalnya saja sejak 2016 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak mengembangkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMPONI) yang memuat data-data penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan kasus anak berhadapan dengan hukum di pusat-pusat pelayanan terpadu di bawah koordinasi KPPPA. Dalam lima tahun, SIMPONI tumbuh menjadi platform data yang dapat menyajikan informasi secara cepat dengan tampilan real time atau waktu berjalan. Juga ada model survei nasional tentang kekerasan terhadap perempuan yang dikembangkan oleh Badan Pusat Statistik. Ada pula upaya untuk membuat sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi (SPPT-TI) yang melibatkan Kepolisian, Kejaksaan dan Mahkamah Agung sehingga bisa memonitor perkembangan penanganan kasus dalam proses hukum. Serta ada upaya pengembangan Satu Data Indonesia (SDI) dalam pengawalan Bappenas dimana isu kekerasan terhadap perempuan menjadi salah satu topik di dalamnya. 

 

Menyimak semua perkembangan ini sejak 2020, Komnas Perempuan juga mengembangkan kerja sama dengan KPPPA dan Forum Pengada Layanan (FPL) untuk melakukan sinergi data. Komnas Perempuan juga telah berulang kali mendesakkan agar proses sinergi database dapat terkoneksi dengan SPPT TI. 

 

Menyimak tantangan dalam penyelenggaraan CATAHU dan modalitas yang dimiliki dalam menghimpun data berskala nasional untuk isu kekerasan terhadap perempuan,  Kajian 21 tahun CATAHU mengingatkan kebutuhan untuk mempercepat upaya penguatan pencatatan bersama melalui sinergi database lintas sektor, mengintegrasikannya dengan SPPT-IT dan proses SDI adalah tidak terelakkan. 

 

Karenanya, pemerintah perlu secara sungguh-sungguh memberikan dukungan infrastruktur kepada semua lembaga layanan, dan juga bagi Komnas Perempuan, untuk membangun database bersinergi yang mantap. Dukungan yang dimaksud termasuk dukungan pendanaan untuk pemutakhiran alat-alat digitalisasi dokumentasi, pelatihan pendokumentasian, penempatan sumber daya manusia dan juga pengembangan keamanan digital. 

 

Ibu, Bapak dan rekan-rekan sekalian

 

Sebagai bagian akhir dari sambutan ini saya ingin menegaskan salah satu butir refleksi kami dari kajian 21 tahun CATAHU. 

 

Dari informasi yang terkumpul selama 21 tahun CATAHU, jumlah pelaporan kasus KBG terus bertambah setiap tahunnya. Hal ini dapat dimaknai secara positif, yaitu meningkatnya keberanian, dukungan dan akses perempuan korban untuk melaporkan kasusnya. Keberanian dan dukungan pada korban untuk melaporkan kasusnya erat dengan kepercayaan dalam masyarakat yang bertumbuh pada tindak lanjut atas laporan yang diberikan. Akses perempuan korban berkait erat dengan pengetahuan korban tentang ke mana dapat melaporkan kasusnya, kehadiran lembaga layanan yang terjangkau dan kemudahan untuk melaporkan kasusnya. Namun penting dicatat bahwa belum semua korban berani, mau dan dapat melaporkan kasusnya. Dengan demikian semakin tegas bahwa dalam pengembangan indikator pembangunan hukum di Indonesia, penurunan jumlah pelaporan kasus tidak boleh menjadi target. Justru, indikator keberhasilan perlu bergerak untuk menunjukkan perkembangan keberhasilan penyikapan, baik di aspek pencegahan maupun penanganan. Semoga ini menjadi bagian yang diintegrasikan di dalam RPJP 2025-2045 dan juga dalam berbagai kebijakan terkait lainnya. 

 

Sebagai penutup, perkenankan saya kembali mengucapkan terimakasih kepada semua penanggap dan moderator, kawan juru Bahasa isyarat dan global Bahasa yang membantu penyelenggaraan kegiatan serta seluruh tim penyusun Kajian 21 tahun CATAHU, yaitu Komisioner Alimatul Qibtiyah, Siti Aminah Tardi, Rainy Maryke Hutabarat, Retty Ratnawati, dan dukungan kawan-kawan Badan Pekerja: Citra Adelina, Isti Fadatul, Iis Eka Wulandari, Robby Kurniawan, Sondang Friska Klara Tatiana Adriani, Talita Dinda Artanti, Arrashe Keiko, Nathifa , 

 

Semoga kajian ini memiliki kontribusi yang signifikan untuk menjadikan Indonesia yang aman dan bermartabat, bebas dari segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

 

Dengan berakhirnya sambutan ini, saya membuka secara resmi kegiatan kita.

 

Selamat berdiskusiSalam Indonesia yang Bhinneka.

 

Jakarta 20 Juni 2023

 

Andy Yentriyani 

Ketua 


Pertanyaan / Komentar: