...
Sambutan Ketua
Sambutan Ketua Komnas Perempuan dalam Konferensi Pengetahuan dari Perempuan IV

“Inovasi yang Inklusif untuk Pencegahan, Penanganan, dan Pemulihan Korban Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan”

 

 

Yang terhormat dan selalu menjadi nafas perjuangan kita,

Para perempuan korban dan penyintas kekerasan

Para perempuan pembela HAM

 

Yang terhormat,

  • Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang diwakili oleh Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ibu Ratna Susianawati, SH., MH.
  • Rektor Universitas Brawijaya: (Bapak) Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D. , dan Wakil Direktur Bidang Umum, Keuangan dan Sumber Daya Sekolah Pascasarjana UB: (Bapak) Dr. Ir. Anthon Efani, MP , serta seluruh jajaran pimpinan dan akademisi Universitas Brawijaya
  • Direktur Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Moh. Khusaini, S.E. M.Si., M.A.
  • Sdr. Siti Maizumah, Ketua Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan dan kawan-kawan FPL Lainnya  
  • Ketua Program Studi Kajian Gender, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia: Ibu Mia Siscawati, S.Hut., M.A., M.A., Ph.D.Mia Sisca beserta jajaran
  • Para Pembicara, Ibu Reem Alsalem ,  Pelapor Khusus PBB tentang Kekerasan terhadap Perempuan, Bpk. Yohan Kurniawan dari Pusat Kajian Komunitas Marjinal, Universitas Kelantan Malaysia, Ibu Fitri Candra Wardana dari Prodi S2 Kajian Wanita Universitas Brawijaya serta kedua rekan komisioner Komnas Perempuan, Ibu Retty Ratnawati dan Maria Ulfah Anshor; serta moderator kita Ibu Mia Sisca dan Ibu Dhia Al-Uyun, 
  • Ketua Komisi Nasional Kepolisian RI; Irjen. Pol. Dr. (Bapak) Benny Jozua Mamoto, S.H., M.Si. yang hadir secara online.
  • Mitra kami UN Women dan European Union
  • Perwakilan Kementerian/lembaga
  • Perwakilan organisasi lembaga pelayanan perempuan korban kekerasan, organisasi perempuan, organisasi Masyarakat sipil lainnya, baik yang bekerja di komunitas, di Tingkat nasional maupun internasional.
  • Perwakilan negara sahabat,
  • Kawan- kawan akademisi dan rekan-rekan media.
  • serta semua tamu undangan yang hadir secara luring maupun daring,
  • dan tentunya yang saya sayangi dan banggakan Wakil ketua, Komisioner dan badan pekerja Komnas Perempuan

 

Selamat Pagi, Salam Indonesia yang Bhinneka,

 

Segala puji syukur pada pagi hari ini kita diberi kesempatan dapat berkumpul dalam ruang simpul membangun pengetahuan perempuan di Indonesia. 

 

Ijinkan saya memulai sambutan ini dengan menceritakan alasan dan urgensi dari Konferensi Pengetahuan dari Perempuan. 

 

Pertama, konferensi ini merupakan upaya untuk melembagakan pengetahuan yang berakar dari pengalaman perempuan. Proses pelembagan ini berangkat dengan mengakui, mengenali, menggali, dan mengembangkan pengetahuan yang berangkat dari pengalaman nyata kehidupan perempuan. Pelembagaan pengetahuan dari perempuan ini genting karena sejarah ilmu pengetahuan tak lepas dari budaya patriarki yang meminggirkan pengalaman perempuan. Akibatnya, bukan saja pengalaman perempuan tidak terepresentasikan, perkembangan pengetahuan pun bisa jadi kehilangan relevansi, dan bahkan dapat justru semakin mensubordinasi perempuan. 

 

Kedua, konferensi ini juga didasarkan pada pemahaman bahwa upaya perubahan sosial menuju kesetaraan dan keadilan perlu mendasarkan pada pengalaman nyata dari kelompok masyarakat yang mengalami ketidakadilan itu. Dalam hal ini, yang dimaksudkan adalah pengalaman perempuan yang hidup dengan berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan akibat konstruksi gender di dalam masyarakat maupun lapis identitas sosial lainnya yang ia miliki. Di saat  bersamaan, perempuan juga memiliki pengalaman nyata untuk menyintas, menumbuh dan merawat daya resiliensi, dan kegigihan membangun perubahan. Tidaklah mungkin menghadirkan transformasi sosial tanpa pelibatan substantif dari perempuan tersebut. 

 

Ketiga, konferensi ini mengenali bahwa perubahan sosial yang dicitakan membutuhkan sinergi lintas aktor, yakni penyintas, praktisi, akademisi, pembuat kebijakan, media massa, pekerja seni, sektor privat, organisasi internasional, dan lainnya. Sinergi dalam membangun kesepahaman mengenai isu, akar masalah dan konsekuensi dari kekerasan terhadap perempuan maupun kesepakatan mengenai arah langkah penyikapannya. 

 

Tiga alasan ini setidaknya menjadi dasar Komnas Perempuan menggagas Konferensi Pengetahuan dari Perempuan sejak tahun 2010. Pada kali pertama dan kedua, Komnas Perempuan menggandeng Pusat Kajian Wanita Universitas Indonesia dan Forum Pengada Layanan. Pada kali ketiga, kerja sama diperluas dengan Universitas Gadjah Mada. Pada tahun ini di penyelenggaraan yang keempat kalinya, kami gembira karena Universitas Brawijaya, khususnya Pusat Kajian Wanita (Ibu Maharani, Ibu Dyah dan rekan-rekan semua) terlibat dalam kepanitiaan bersama, selain adanya dukungan dari mitra kerja kami UN Women dan European Union, serta Alimat. Kepada semua panitia dan mitra, saya ucapkan terima kasih. 

 

Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang dimuliakan,

 

Kegiatan Konferensi Pengetahuan dari Perempuan untuk keempat kalinya digelar dengan tajuk “Inovasi yang Inklusif untuk Pencegahan, Penanganan, dan Pemulihan Korban Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan.”

 

Topik ini dipilih karena setelah dua puluh enam tahun berproses pasca reformasi bergulir, ada banyak perubahan dan kemajuan yang telah dihasilkan dari upaya memperjuangkan penghapusan segala bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. 

 

Namun secara bersamaan, kita berhadapan dengan jumlah dan kompleksitas kekerasan terhadap perempuan yang tumbuh secara eksponensial. Perkembangan kondisi kekerasan terhadap perempuan dapat dikenali melalui data yang dihimpun oleh berbagai pihak, termasuk data Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan yang merupakan kompilasi data nasional dan sinergi database yang diupayakan Komnas Perempuan bersama KPPPA dan FPL. Intensitas kekerasan terhadap perempuan di ruang luring tereskalasi dengan percepatan digitalisasi yang menjadi medium dan katalisator, sekaligus pencetus kekerasan yang belum pernah ditemukan sebelumnya. 

 

Sementara itu, daya penyikapan bertunas dengan kecepatan deret hitung. Sejumlah review menunjukkan bahwa kemajuan yang diperoleh belum cukup mendalam untuk bisa mengalahkan arus stagnansi dan bahkan regresi, termasuk dalam hal penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Review Komite CEDAW pada laporan Indonesia di tahun 2021, misalnya, juga mempertanyakan hal serupa, misalnya terkait efektivitas pencegahan dan pemantauan hasil pelatihan bagi aparat penyelenggara negara dan penegak hukum dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Keluhan mengenai sikap yang belum empatik, keengganan untuk menangani laporan sehingga menggulirkan idiom “no viral no justice”, adalah persoalan yang terus dan berulang disampaikan. Demikian pula halnya dengan masih tebalnya budaya menyalahkan korban dan bentuk penyikapan reviktimisasi yang menyebabkan korban laksana jatuh tertimpa tangga. 

 

Apalagi ketika korban adalah perempuan dalam lapis yang lebih marginal, seperti penyandang disabilitas, berada di daerah 3T, perempuan dengan ekspresi gender dan orientasi seksual yang berbeda dari mainstream, perempuan adat, penganut agama leluhur,  yang hidup dalam berbagai stigma dan lainnya.

 

Kondisi ini tentunya menuntut kita untuk terus memperkuat strategi, selain membangun kegigihan dan ketekunan dalam juang. Tuntutan ini menjadi tantangan yang menarik bagi banyak pihak. Karenanya tak heran bahwa untuk konferensi ini ada 566 abstrak yang dikirimkan ke panitia. Sayangnya, karena keterbatasan ruang maka hanya ada 61 abstrak yang dapat dipresentasikan untuk kita bahas bersama.


Ke 61 abstak ini dipilih melalui proses review yang berlapis dari keempat lembaga penyelenggara, yang terdiri dari: Imam Nahe’i, Olivia Chadidjah Salampessy, Rainy Maryke Hutabarat, Satyawanti Mashudi, Siti Aminah Tardi, Elizabeth Kristi Poerwandari, Hariarti Sinaga, Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah, Mia Siscawati, Shelly Adelina, Novita Sari, Nur Laila Hafidhoh, Siti Mazumah, Sri Mulyati, Dhia Al Uyun, Ina Irawati, Lilik Wahyuni, Maharani Pertiwi dan Nuretha Hevy Purwaningtyas.


Karenanya perkenankan saya dalam kesempatan ini menyampaikan apresiasi kepada semua pengirim abstrak serta selamat kepada ke-61 presenter yang berasal dari: Aceh, Bali, Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Papua.


Terimakasih dan apresiasi tinggi kepada seluruh tim review yang telah bekerja keras dalam seleksi ini. 

 

Juga, apresiasi saya kepada semua pengisi acara, seminar 1; Reem Alsalem, Ibu Retty Ratnawati, Siti Mazuma, seminar 2: Bapak Yohan Kurniawan, Ibu Fitri Candra Wardana, Maria Ulfa Ansor, Moderator: Elizabeth Kristi Poerwandari, Dhia Al Uyun. Pembicara dalam open mike Wilda Fizriyani (AJI Kota Malang),  Indri Nur Hayati, Windu Syawalina Wahyuningsih,  Reska Monika, Ridho Augustha Putra dan Women Ngalam Bergerak, HWDI Malang, Batik Saparinah, individu partisipasi publik peserta pameran.

 

Ibu, Bapak, dan rekan-rekan yang berbahagia, 

 

Saya juga hendak menggunakan kesempatan ini untuk berbagi refleksi tentang makna inovasi dan transformasi sosial dalam kerja Komnas Perempuan. 

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) adalah inovasi kelembagaan yang dibangun oleh gerakan perempuan. Didirikan dua puluh enam tahun yang lalu pasca Tragedi Mei 1998, ia menjadi preseden bagi keberadaan institusi nasional HAM dengan mandat spesifik pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Tak ada lembaga sejenis ini; di banyak negara hanya ada 1 institusi nasional HAM yang juga mengampu persoalan  kekerasan terhadap perempuan. 

Padahal, pengalaman perempuan menunjukkan kebutuhan nyata mekanisme khusus untuk mendorong tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan. Sebuah mekanisme yang bukan saja memiliki keahlian dan ketrampilan yang dibutuhkan, tetapi juga intensi dan atensi terfokus pada pelaksanaan mandat tersebut. Karenanya, keberadaan dan karya Komnas Perempuan kerap menjadi inspirasi bagi banyak gerakan perempuan di berbagai belahan dunia. 

 

Komnas Perempuan juga merupakan inkubator inovasi dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Inovasi ini antara lain hadir dari langkah membangun pengetahuan sebagai basis perumusan strategi dan rekomendasi kebijakan. Pemantauan dan pengkajian Komnas Perempuan menjadi ruang untuk menemukenali dan menamakan pengalaman perempuan yang memungkinkan perubahan dilakukan. Misalnya saja, eskploitasi seksual yang dikenali dari hasil pemantauan kondisi perempuan dalam konteks konflik di Poso, tentang femisida, atau pengalaman reviktimisasi korban dalam penyelenggaraan keadilan restoratif sebagai hasil temuan di 9 provinsi di Indonesia. 

 

Ada juga inovasi yang digulirkan dalam berbagai kampanye, termasuk upaya  menggalang dana solidaritas bagi pendampingan korban melalui Pundi Perempuan. Juga, dalam bentuk dorongan untuk perumusan kebijakan baru, seperti sistem peradilan pidana terpadu dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan (SPPT PKKTP) dan juga payung hukum khusus terkait Kekerasan Seksual. Komisioner Retty Ratnawati dan Maria Ulfah akan mengulas ini lebih lanjut nanti di dalam sesi-sesi seminar setelah pembukaan ini. 

 

Namun yang ingin saya garisbawahi adalah bahwa dalam seluruh upaya inovasi ini Komnas Perempuan tidak pernah bergerak sendiri, melainkan secara sadar menginternalisasi prinsip partisipasi substantif  dalam kerangka kerjanya. Pendekatan ini memungkinkan Komnas Perempuan untuk membentuk forum-forum penguatan kapasitas yang menyebabkan para mitranya menjadi lebih memahami persoalan kekerasan terhadap perempuan yang ia jumpai sehari-hari, yang bahkan mungkin sebelumnya ia anggap wajar. 

 

Dengan pendekatan ini, vibrasi energi perubahan bergulir dengan lebih cepat dan lebih besar, menghadirkan pusat-pusat upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di berbagai wilayah.  Meski terkesan sporadik tetapi upaya-upaya ini saling bertaut. Seperti riak air yang bersiap menjadi gelombang, dengan konsolidasi yang baik, upaya-upaya itu dapat menjadi sebuah gerakan bersama yang kuat, mendobrak ketidakadilan dan membangun terobosan-terobosan yang dibutuhkan. Contoh nyatanya adalah dalam keberhasilan kita semua menghadirkan UU TPKS. 

 

Ibu Bapak dan Rekan-rekan yang berbahagia, 

 

Di Konferensi Pengetahuan dari Perempuan Ke-IV ini kita kembali memiliki kesempatan untuk melakukan konsolidasi yang dibutuhkan itu. 

 

Karenanya, meski ini di kampus, saya mengajak semua pihak untuk mendudukan ke-61 presentasi ini sebagai pemantik diskusi, bukan ujian desertasi. Jadikan presentasi tersebut sebagai ajakan untuk berbagi informasi dan pengalaman, serta berefleksi bukan saja dari keberhasilan tetapi juga kegagalan. Dengan refleksi ini kita akan dapat menghadirkan daya inovasi yang berkelanjutan. 

 

Ke 61 presentasi ini telah dikelompokkan ke dalam 12 panel yang semuanya sangat menarik. Hasil dialog di masing-masing panel akan dirumuskan untuk kemudian dihimpun menjadi rekomendasi yang akan disajikan bagi pihak-pihak yang relevan. Komnas Perempuan beserta semua panitia di Konferensi ini tentunya akan mengawal rekomendasi yang disusun sehingga konferensi ini dapat mencapai tujuan utamanya: menghadirkan daya transformasi sosial untuk Indonesia yang aman dan sejahtera, bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun dan alasan apa pun.

 

Karenanya, dengan segenap doa kepada Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan ingatan pada kegigihan perempuan korban kekerasan dalam memperjuangkan hak-haknya, perkenankan saya membuka kegiatan konferensi Pengetahuan dari Perempuan ke-4  secara resmi dengan mengajak semua hadirin untuk bersama berdiri dan bertepuk tangan sebagai simbol komitmen kita untuk menyukseskan kegiatan Konferensi ini dan untuk menghadirkan daya transformasi yang berkelanjutan. 

 

Ibu, Bapak dan rekan-rekan silakan duduk kembali.

 

Saya ingin mengakhiri sambutan ini dengan mengucapkan apresiasi kepada semua panitia dan mitra pendukung, Pak Rektor dan rekan-rekan Universitas Brawijaya yang menjadi tuan rumah kegiatan ini, tim SC yang dipimpin oleh Ibu Retty Ratnawati, tim OC dalam kawalan tim panitia pelaksana, penerjemah dan juru Bahasa isyarat, rekan EO dan juga kawan media, serta semua pihak yang menjadikan kegiatan ini bisa ada. 

 

Terimakasih atas seluruh perhatian Ibu, Bapak dan rekan-rekan sekalian. 

 

Salam Indonesia yang Bhinneka. 


Andy Yentriyani

Ketua Komnas Perempuan


Pertanyaan / Komentar: