Sambutan Ketua
Komnas Perempuan
“Kriminalisasi terhadap Pembela HAM, termasuk Perempuan Pembela dan
Kemendesakan Langkah Penanganannya”
Jakarta 2 Desember 2021
Yang kita muliakan rekan-rekan perempuan
pembela HAM dalam berbagai sektor dan kawan-kawan penyintas kekerasan terhadap
perempuan
Yang terhormat,
1. Komisioner Komnas HAM, Bapak Hairansyah
2. Wakil Ketua LPSK, Ibu Livia Iskandar
3. Asdep perlindungan hak perempuan dalam
Rumah Tangga dan Rentan, Ibu Valentina Ginting. Kementerian PPA
4. Wakil Ketua Advokasi YLBHI, Era
Purnamasari,
Serta rekan-rekan komisioner dan badan
pekerja yang kita banggakan
Selamat siang, salam sehat, salam nusantara.
Penuh syukur kita kepada Sang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang karena diberikan nikmat sehat dan waktu untuk
berkumpul bersama dalam diskusi hari ini mengenai “Kriminalisasi terhadap Pembela HAM, termasuk
Perempuan Pembela dan Kemendesakan Langkah Penanganannya.”
Terima kasih kepada semua penanggap yang
telah berkenan menyediakan waktu untuk memberikan pandangannya pada
permasalahan ini, serta semua undangan dan peserta diskusi yang akan turut
rembuk.
Ibu, Bapak, dan rekan-rekan yang berbahagia
Dalam upaya pemajuan hak asasi manusia,
termasuk di dalamnya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan,
peran pembela HAM menjadi sangat penting. Apalagi dalam situasi yang kerap
membungkam korban, baik itu dari aras penegakan hukum, politik maupun sosial
budaya.
Peran penting dari pembela HAM ini
demikian penting sehingga di dalam Konstitusi kita, Pasal 28 C ayat 2 UUD NRI
1945 disebutkan bahwa salah satu hak yang harus dijamin oleh negara adalah hak setiap orang untuk “memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”.
Di dalam komunitas pembela HAM, kita
mengenal kehadiran perempuan pembela HAM yang secara singkat dapat kita maknai
dalam 2 kategori, yaitu : a) perempuan yang aktif memperjuangkan pemenuhan
hak-hak asasi bagi diri, komunitas, bangsa, serta sesama manusia lainnya
dalam berbagai sektor dan isu; dan b) pembela HAM apa pun jenis kelamin dan
gendernya yang melakukan perjuangan untuk pemajuan hak-hak perempuan.
Karena jenis kelamin dan gendernya sebagai
perempuan, dan juga isu yang diangkat adalah isu hak-hak perempuan, Komnas
Perempuan sejak tahun 2006 telah menegaskan kerentanan spesifik yang dialami
oleh perempuan pembela HAM. Dalam publikasi mengenai kerentanan itu
diidentifikasikan bahwa:
Karena perjuangannya, perempuan pembela
HAM menghadapi tantangan-tantangan yang serupa dengan rekan laki-lakinya,
seperti: (1) kekerasan dan ancaman kekerasan fisik; (2) kekerasan/intimidasi
psikis; (3) pembunuhan karakter, misalnya, sebagai ’provokator’, ’pengkhianat
negara’, ’separatis’; (4) dijerat secara hukum oleh pelaku ataupun aparat; (5)
pengucilan dan upaya pembungkaman; (6) penghancuran sumber penghidupan.
Selain kerentanan yang bersifat umum itu,
identitas sebagai perempuan juga mengakibatkan tantangan tambahan terhadap
integritas diri, seperti: (1) teror/intimidasi bernuansa seksual; (2) serangan
menyasar peran ganda perempuan sebagai ibu/istri dan pembela HAM; (3)
pembunuhan karakter merujuk stereotipe tentang sosok dan peran perempuan yang
ideal vs perempuan tak bermoral; (4) pengikisan kredibilitas atas dasar status
perkawinan; (5) penolakan atas dasar moralitas, agama, budaya, adat dan nama
baik keluarga; (6) diskriminasi berbasis gender; (7) eksploitasi dan politisasi
identitas perempuan.
Komnas Perempuan memprediksikan bahwa
kecenderungan meluasnya fundamentalisme, premanisme, politisasi identitas dan
budaya kekerasan akan menyebabkan akan meningkatkan kerentanan perempuan
pembela HAM di tahun-tahun yang akan datang.
Ibu, Bapak dan rekan2 sekalian
Sungguh memprihatikan bahwa hingga kini
kekerasan terhadap Perempuan Pembela HAM atau PPHAM kerap dialami oleh aktivis
perempuan dan pegiat HAM ketika melakukan pendampingan korban atau
memperjuangkan hak-hak masyarakat yang diabaikan, dilanggar atau dalam rangka
mencari keadilan. Tindak kekerasan ini terjadi di ruang luring juga di daring/online, diikuti dengan aksi kriminalisasi, yaitu secara ringkasnya adalah upaya
penuntutan hukum kepada pembela HAM oleh pihak yang merasa dirugikan atas
perjuangan pembelaan HAM yang dilakukannya.
Dari data dokumentasi Komnas Perempuan
diketahui bahwa para PPHAM tersebut umumnya adalah pendamping kekerasan
terhadap perempuan dan isu lain terkait sumber daya alam/lahan/agraria, dan
ketenagakerjaan yang juga berdampak pada perempuan. Kekerasan yang dialami
pendamping terjadi di ranah personal, komunitas maupun negara. Adapun bentuk
kekerasan yang kerap diterima oleh para PPHAM berupa ancaman/intimidasi yang
tak jarang mengarah pada tubuh dan seksualitas serta kriminalisasi. Kerentanan
perempuan pembela HAM Semakin bertumpuk dengan tantangan tersendiri yang
dihadirkan sebagai akibat dari kondisi pandemi Covid-19.
Komnas Perempuan telah menerima 36 kasus
serangan dalam bentuk kekerasan dan kriminalisasi terhadap PPHAM sepanjang
tahun 2020.[1]
Jumlah ini naik dari tahun 2019 yang hanya sebanyak 5 kasus. Sedangkan Forum
Pengada Layanan (FPL) dalam studinya mencatat bahwa selama mendampingi kasus,
para PPHAM rentan mengalami ancaman dan kekerasan yang tidak hanya membahayakan
diri sendiri tetapi juga keluarga dan kerabatnya. Ancaman diperoleh melalui SMS
atau sosial media atas ketidaksukaan pelaku terhadap kerja-kerja pendampingan
dan advokasi korban (FPL, 2019).
Mengenai kecenderungan kerentanan dan
tantangan yang dihadapi oleh perempuan pembela HAM secara rinci akan dipaparkan
oleh Komisioner Theresia Iswarini, dimana seluruh kondisi menunjukkan semakin
rentannya posisi PPHAM dalam melakukan kegiatan pendampingan korban dan
advokasi HAM. Juga dari keempat narasumber yang hadir, yaitu dari Komnas HAM,
LPSK, Kementerian PPPA dan juga YLBHI.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang tak letih berjuang,
Berangkat dari situasi di atas, Komnas
Perempuan dalam menjalankan mandatnya sebagai mekanisme HAM nasional yang
berfokus pada penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan tidak
pernah berhenti memperluas dan membangun dukungan publik, utamanya dari
pemangku kebijakan untuk mendukung dan memberikan perlindungan maksimal bagi
Pembela HAM, dengan perhatian khusus bagi Perempuan Pembela HAM.
Inilah yang menjadi dasar pemikiran kami
dalam menggelar kegiatan diskusi pada hari ini sekaligus sebagai cara
memperingati Hari Perempuan Pembela HAM Internasional yang jatuh pada tanggal
29 November 2021. Hari ini, 2 Desember, juga merupakan peringatan Hari
Internasional Menentang Perbudakan, yang kita tahu tidak lepas dari perjuangan
perempuan pembela HAM.
Diskusi hari ini dimaksudkan untuk juga
masukan termasuk pemangku kebijakan dan otoritas terkait lainnya terhadap
kajian cepat berbasis liputan media Komnas Perempuan tentang Kriminalisasi
terhadap Perempuan Pembela HAM. Kajian ini akan memperlihatkan gambaran tentang
fakta-fakta kekerasan dan kriminalisasi yang dialami PPHAM dengan aturan hukum
yang digunakan untuk menjerat PPHAM dan langkah penanganan efektif yang
dibutuhkan.
Melalui masukan pada hasil dan rekomendasi
kajian tersebut, Komnas Perempuan berharap dapat mendorong mekanisme yang lebih
baik di tingkat negara sebagai upaya pencegahan sekaligus perlindungan bagi
PPHAM, yang merupakan bagian penting sekaligus tidak terpisahkan dari upaya
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Karenanya, perkenankan saya mengakhiri
sambutan ini dengan sekali lagi mengucapkan terimakasih kepada tim Komnas
Perempuan yang telah mengawal kajian dan kegiatan pada hari ini, kepada seluruh
narasumber, mitra kerja dan rekan-rekan pembela HAM dan semua pihak yang telah membantu terlaksananya
kegiatan ini.
Semoga maksud dan tujuan dari kegiatan ini
dapat kita wujudkan bersama.
Demikian sambutan saya, dan selamat
berdiskusi.
Selamat siang, salam sehat, salam
nusantara
Andy Yentriyani
Ketua
[1] Komnas
Perempuan, Perempuan Dalam Himpitan
Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, Dan
Keterbatasan Penanganan Di Tengah Covid-19, Catatan Tahunan tentang Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2020,
Komnas Perempuan, Jakarta, 2021, hal 49