15 Agustus 2023
Yang kita banggakan bersama, Ibu, Kakak, saudara-saudari kita penyintas kekerasan terhadap perempuan di berbagai tempat di Indonesia, Rekan-rekan perempuan pembela HAM yang terus teguh dalam juang.
Yang terhormat,
1. KemenPPPA RI atau yang mewakili
2. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan teknologi, dalam hal ini diwakili oleh
3. Ibu Neneng Kadariyah (Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek RI)
4. Bapak Rizki Hamid (Plt. Kepala Dinas PPPA DKI Jakarta)
5. Bapak Jasra Putra (Wakil Ketua KPAI), Ibu Livia Iskandar (Wakil Ketua LPSK RI), serta Perwakilan Komnas HAM, KPAI, Ombudsman RI, Komnas Disabilitas dan
6. Ibu Dolorosa Sinaga (pematung, Dosen IKJ, sebagai juri lomba logo dan slogan)
7. Ibu Sari Wulandari (Dosen DKV Binus, sebagai curator lomba logo dan slogan)
8. Bapak Wahyu Aditya (Hellomotion, sebagai juri lomba logo dan slogan)
Yang kami muliakan, para tamu para undangan peserta dari teman-teman muda baik luring dan daring, yang minta maaf tidak dapat saya sapa satu persatu baik di dalam ruangan ini, rekan-rekan pimpinan, khususnya Sdri Olivia Chadidjah Salampessy (Wakil Ketua Komnas Perempuan) yang juga menjadi Juri bersama Kak Dolorosa Sinaga dan Mas Wahyu Aditya dari Hellomotion serta komisioner Komnas Perempuan, khususnya Imam Nahe’i yang juga akan menjadi narasumber dalam kegiatan kita, dan Sdr. Veryanto Sitohang yang mengawal pelaksanaan kegiatan ini, dan anggota subkom parmas lainnya, Sdr. Bahrul Fuad, Sdri Tiasri bersama rekan-rekan badan pekerja Komnas Perempuan. Juga moderator, Sondang Frishka mewakili badan pekerja sekaligus kordinator tim Advokasi Internasional.
Selamat pagi, salam Indonesia yang Bhinneka.
Penuh syukur ke hadirat Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena kita diberikan nikmat sehat dan waktu sehingga dapat bersama-sama berkumpul pada pagi hari ini untuk berpartisipasi dalam Peluncuran Logo dan Slogan “25 Tahun Merayakan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan” dan dilanjutkan dengan Diskusi “Peran Pemuda Memaknai Kemerdekaan Hari ini dan Tantangan Melanjutkan Juang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan” yang akan berlangsung hingga siang nanti
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang kami muliakan
78 tahun Indonesia Merdeka dan bangsa Indonesia masih terus berjuang untuk memerdekakan diri dan terbebas dari segala bentuk ketidakadilan yang terjadi dengan dimensi dan dalam ruang yang berbeda. Termasuk di dalamnya adalah untuk bebas dari kekerasan sebagai bagian tidak terpisahkan dari hak konstitusional setiap warga negara atas hak atas rasa aman dan hidup yang bermartabat dan sejahtera.
Upaya untuk menghadirkan kehidupan yang bebas dari kekerasan terus kita perjuangkan bersama, secara khusus di era reformasi yang bergulir pasca Tragedi Mei 1998, di mana di tengah kerusuhan di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya terjadi tindak kekerasan seksual terhadap perempuan. Sebuah peristiwa yang menjadi latar lahirnya Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), 25 tahun yang lalu.
Peristiwa Mei 1998 dapat dicatat sebagai puncak kekerasan rezim Orde Baru yang otoriter, sebuah rejim yang berdiri di atas berbagai tindak kekerasan dan pelanggaran HAM lainnya, sebagaimana hadir dalam Tragedi 1965 dan situasi berkekerasan di daerah-daerah operasi militer (Aceh, Papua, dan dulu: Timor Timur). Hingga kini hak-hak korban masih terus diperjuangkan bersama. Perkembangan kebijakan negara untuk mengedepankan penyelesaian non yudisial pada pelanggaran HAM masa lalu masih menjadi polemik, namun besar harapan dapat turut berkontribusi pada rasa aman dan kehidupan bermartabat para korban.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang kami muliakan
Masa transisi rejim Orde Baru di era reformasi diwarnai pula dengan berbagai konflik yang menempatkan perempuan rentan sebagai target khusus maupun korban tak langsung dari kekerasan sebagaimana tampak dalam konflik di Ambon, Poso, Kalimantan dan sepanjang pantura. Komnas Perempuan juga mencatat tindak kekerasan yang muncul akibat berbagai peristiwa intoleransi beragama yang tak dapat dilepaskan dari residu Orde Baru dan politik identitas yang digulirkan di tengah pertarungan politik dalam konteks otonomi daerah dan politik transaksional. Belum lagi konflik sumber daya alam yang sebagiannya telah berjalan lebih 20 tahun.
Belum lagi, hingga tahun 2022, Komnas Perempuan mencatat masih ada 305 kebijakan diskriminatif yang merugikan kelompok rentan, khususnya perempuan. Sementara itu, Komnas Perempuan mengamati bahwa angka pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan secara umum terus bertambah setiap tahunnya, baik di ranah personal maupun publik. Pada Catatan Tahunan (CATAHU) 2023 Komnas Perempuan mencatat adanya lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah Negara, sebanyak 68 kasus pada tahun 2022 yang di antaranya adalah konflik sumber daya alam dan tata ruang sebanyak 21 kasus. Pemuda, perempuan, masyarakat adat, dan kelompok marginal lainnya menjadi korban dan kelompok yang terus berjuang untuk penyelesaian konflik sumber daya alam dan tata ruang.
Berkaitan dengan kenaikan pelaporan kasus, di satu sisi ini merupakan sebuah keberhasilan karena pelaporan menunjukkan bertumbuhnya kepercayaan diri, akses dan dukungan bagi korban untuk melaporkan kasusnya. Di sisi lain tentunya kita perlu mawas untuk menyiapkan proses penanganan kasus yang lebih mumpuni.
Dalam kerangka penanganan kasus yang berkualitas dan komprehensif, Gerakan perempuan di era reformasi telah berhasil mendorong sejumlah kebijakan Undang-Undang (UU) Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Definisi Perkosaan dalam KUHP.
Gerakan perempuan juga menjadi motor dibentuknya lembaga yang melindungi korban seperti Komnas Perempuan, LPSK RI, Unit PPPA, P2TP2A. Di masyarakat, jumlah Lembaga pendamping korban juga bertambah pesat.
Semangat Gerakan Perempuan mewarnai kerja-kerja Komnas Perempuan sepanjang 25 tahun keberadaannya, terutama dalam merespon kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) dalam pelbagai konteksnya.
Ke depan, kekerasan terhadap perempuan akan semakin kompleks dan dapat terus bertambah jumlahnya. Digitalisasi, mobilitas lintas geografis yang tinggi, serta praktik politik transaksional turut mewarnai kompleksitas personal itu, sementara persoalan kekerasan seksual dan praktik-praktik budaya serta kebiasaan yang harmful atau berbahaya bagi keselamatan diri dan kesejahteraan hidup perempuan masih mengakar, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perkawinan anak dan pemaksaan perkawinan lainnya.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang berbahagia,
Mengantisipasi persoalan-persoalan ini, sambil merayakan dan menggunakan capaian-capaian yang telah diperoleh selama masa reformasi ini Komnas Perempuan menjadi latar dari ide kami menggulirkan lomba logo dan slogan “25 Tahun Merayakan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.”
Target dari kegiatan lomba ini adalah anak muda, dan ini didasarkan pada sebuah pemikiran bahwa pada anak muda berbagai perubahan mendasar dapat kita harapkan. Untuk itu mereka diajak melihat hal baik sepanjang 25 tahun berjalan setelah reformasi dari upaya-upaya kerja kemanusiaan untuk penghapusan kekerasan terhadap Perempuan dan semangat melanjutkan perjuangan yang disuarakan melalui sebuah logo dan slogan.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang terhormat,
Pada bulan yang sama, kita juga baru saja melewati Hari Pemuda Sedunia yang jatuh pada 12 Agustus lalu. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2022 jumlah penduduk kategori pemuda Indonesia sebanyak 68,82 juta jiwa. Angka tersebut mencapai 24% dari jumlah penduduk Indonesia. Tingginya angka ini menunjukkan pentingnya pelibatan bermakna anak muda khususnya perempuan dalam berbagai isu dan program pembangunan yang juga mempertimbangkan kelestarian alam, dan ekonomi berkelanjutan, sekaligus menjaga keberlangsungan bumi dan manusia hingga jangka panjang.
Bagi Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), pelibatan kaum muda sangat penting dalam setiap fase sejarah bangsa baik pra dan paska kemerdekaan, pra dan paska reformasi hingga hari ini. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana peran anak muda menggulirkan reformasi. Rekan-rekan muda pada awal 90-an menjadi motor penggerak kebangkitan kesadaran warga pada wajah kuasa yang otoriter di masa Orde Baru: sebuah rejim pemerintahan yang berfokus pada pembangunan dan cenderung mengabaikan pemenuhan HAM warga negara khususnya perempuan. Bersama dengan kekuatan masyarakat sipil lainnya, khususnya gerakan Perempuan, kawan-kawan muda menyuarakan lantang menentang kekuasaan. Berjilid demonstrasi digelar dengan merisikokan keselamatan diri, hingga akhirnya rezim itu tumbang dan melahirkan harapan baru demokratisasi Indonesia.
Dalam kerangka kebijakan, Undang-Undang No.40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, Bab V terkait Peran, Tanggung Jawab dan Hak Pemuda Pasal 17 (3) menyebutkan bahwa salah satu peran aktif pemuda sebagai agen perubahan diwujudkan dengan mengembangkan (f) kepedulian terhadap lingkungan kerja. Hal ini menegaskan bahwa Pemuda sebagai agen perubahan berperan strategis dalam menentukan arah, menuju dunia yang berkelanjutan, termasuk dalam mengatasi persoalan-persoalan sosial.
Hal penting lainnya adalah memastikan anak muda sebagai penggerak perubahan ini terbebas dari kekerasan. CATAHU Komnas Perempuan mencatat sepanjang tahun 2022, kekerasan termasuk kekerasan seksual dialami pada usia muda yaitu rentang 18-40 tahun dengan jumlah 2.212 kasus, atau sekitar 64% dari total 3.442 kasus. Dicatat pula 1,160 kasus dengan pelaku dalam rentang usia yang sama, 18-40 tahun, atau 38% dari total keseluruhan kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan. Situasi ini semakin menunjukkan kegentingan untuk menyasar pada anak muda untuk turut aktif dalam menciptakan situasi yang aman dari kekerasan sebagai syarat bagi pemuda untuk dapat berpikir kritis dan mengimplementasikan pengetahuan yang didapat untuk mengadvokasi hak warga negara dalam mendorong perubahan sosial menjadi lebih baik.
Untuk itu, kita perlu anak muda untuk mengemas pemikiran-pemikiran bebas kekerasan dan keterlibatan aktif. Dengan cara ini mungkin kita dapat mewariskan dan menjaga semangat perjuangan, semangat keberagaman untuk perubahan yang bersifat panjang, dinamis dan mungkin juga bisa melelahkan.
Ibu, Bapak dan Rekan-rekan yang berbahagia,
Menggunakan kesempatan peluncuran ini, Komnas Perempuan memanfaatkannya sebagai ruang diskusi lintas generasi untuk melihat capaian-capaian kerja bersama untuk penghapusan kekerasan terhadap Perempuan dan mencari solusi bersama untuk tantangan ke depan mewujudkan pemenuhan hak-hak korban.
Karenanya, saya juga ingin menyampaikan terima kasih sekali lagi kepada semua peserta lomba dan kegiatan hari ini, kepada narasumber, moderator dan Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang telah menyediakan waktu dan perhatian untuk kegiatan seminar publik kita pada pagi hari ini. Kepada komisioner pengampu Subkomisi Partisipasi Masyarakat rekan Komisioner Veryanto Sitohang, Bahrul Fuad, Tyasri Windani serta kawan-kawan badan pekerja khususnya Yulita, Siti, Elsa, Kak Friskha, Robby, Shafira dan kawan-kawan DU dan teman-teman magang. Terima kasih atas kerja keras sehingga kegiatan ini dapat berlangsung.
Juga terima kasih kepada rekan-rekan juru Bahasa isyarat, rekan-rekan Global Bahasa yang memungkinkan diskusi hari ini dapat diakses lebih luas.
Saya akhiri sambutan di sini sekaligus membuka dengan resmi Peluncuran Peluncuran Logo dan Slogan 25 Tahun Merayakan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan serta Diskusi Peran Pemuda Memaknai Kemerdekaan Hari ini dan Tantangan Melanjutkan Juang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada hari ini, Selasa, 15 Agustus 2023.
Semoga hasil dari diskusi ini terus meneguhkan komitmen kita bersama untuk mewujudkan Generasi Muda yang Kritis, Peduli, Bersolidaritas terhadap persoalan Bangsa untuk Indonesia yang Bebas dari Kekerasan. Indonesia yang bermartabat, adil dan makmur.
Selamat berdiskusi. Salam Indonesia yang bhinneka
Jakarta, 15 Agustus 2023
Andy Yentriyani
Ketua