Sambutan Ketua
Komnas Perempuan
Peluncuran
Manual dan Hasil Pemetaan serta Modul Pelatihan
“Hidup
dalam Kerentanan dan Pengabaian: Pemenuhan Hak dan Akses Layanan Kesehatan, KSR
dan Anggaran Desa bagi Perempuan Penyandang Disabilitas dan Lansia”
Jakarta, 22 Desember 2021
Kepada Yth.
-
Rekan-rekan perempuan penyintas kekerasan dan
penyandang disabilitas yang kita kagumi,
-
Ibu
Anjali Sen, UNFPA Indonesia Representative,
yang bergabung bersama kita dari India, terima kasih Ibu, juga
atas dukungan pada pengesahan RUU TPKS
-
Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, M.A, Tenaga Ahli Utama, Bidang Hukum & HAM,
Kantor Staf Presiden RI);
-
Erna Muliati, MSc. CMFM, Direktur Kesehatan Keluarga, Kementerian
Kesehatan RI
-
Dra. Eva Rahmi Kasim, M. DS, Direktur Jendral Rehabilitasi Sosial,
Kementerian Sosial, yang diwakili oleh Ibu Sumiatun
S.Sos, MSI, Koordinator Subdit RSPD intelektual Direktorat
Rehabilitas Sosial PD
-
Ahmad
Avenzora, S.E., M.SE., Direktur Kesejahteraan Rakyat BPS, yang diwakili
oleh Ibu Wachyu Winarsih, MSi- Koordinator Fungsi Statistik
Pendidikan dan Kesejahteraan Sosial BPS
-
Ir. Sri Wahyuni, Analis Kebijakan Ahli Madya, Koordinator Desa
Inklusif dan Desa Adat, Direktorat PSBLDP, Ditjen PDP Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
-
Annissa Sri Kusumawati, ST, MPP, MPA, Perencana Muda/ Koordinator RAN dan RAD
Penyandang Disabilitas Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan
Masyarakat, Bappenas RI);
-
Aswin
Wihdiyanto, ST., MA, Koordinator fungsi penilaian , Direktorat Pendidikan
Masyarakat dan Pendidikan Khusus, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi (Kemendibudristek)
-
Para Penanggap dari Pemda Wilayah Kajian, Kepala
Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas sosial Kab. Cirebon-Lily Marliyah AKS; Kepala
Seksi Rehabilitasi Dinas Sosial Kulon Progo Wahyu Budiarto; Kadis Sosial Kab. Kupang- Bapak yohanis masneno;
Kepala Dinas Sosial Kab Bekasi-Endin Samsudin, dan Situbondo: Kabid Kesmas
Dinkes - Siti Rufi'ah
-
Rekan-rekan mitra pemetaan: Bale Perempuan di
Bekasi, Umah Rahmah & Rahima di Cirebon, Pusat Rehabilitasi Yakum di Yogya,
PPDis Situbondo, dan Garamin Kupang, dan
-
Semua tamu undangan dan para peserta yang menghadiri
diskusi pada pagi hari ini, yang mohon maaf tidak bisa saya sebutkan satu
persatu
-
Mbak Marina Nasution selaku moderator, rekan-rekan
Juru Bahasa Isyarat dan kawan-kawan Global Bahasa yang membantu penyelenggaraan
kegiatan,
-
Rekan-rekan Komisioner, khususnya Ibu Retty
Ratnawati, Rainy Hutabarat, Alimatul Qibtiyah; rekan-rekan badan pekerja,
terutama yang tergabung dalam tim disabilitas dan resource
centre, yang dikawal oleh Siti Nurwati Hodijah dan subkomisi Pendidikan
oleh Ngantini.
Selamat pagi, salam sehat,
salam nusantara,
Penuh
syukur kepada Sang Maha Pengasih lagi Maha penyayang karena kita diberikan
nikmat sehat dan waktu untuk berkumpul bersama, menyaksikan soft launching dari a) manual dan pemetaan pemenuhan hak kespro perempuan dengan disabilitas dan
layanan kesehatan lansia bertajuk Hidup dalam Kerentanan dan Pengabaian:
Urgensi Pemenuhan Hak Layanan Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Perempuan
Penyandang Disabilitas dan Lansia; b).
Modul Perlindungan Perempuan Penyandang
Disabilitas dan Lansia, c). Modul Anggaran Desa yang Responsif terhadap Perempuan Disabilitas dan Lansia, dan d). Modul Kesehatan Reproduksi
dan Anti Kekerasan terhadap Perempuan Penyandang Disabilitas. Keempat produk
pengetahuan ini dimaksudkan untuk memantik diskusi kita bersama tentang
bagaimana meneguhkan langkah bersama dalam memenuhi Hak Layanan Kesehatan
Reproduksi dan Seksual Bagi Perempuan Penyandang Disabilitas dan Lansia,
termasuk melalui anggaran desa yang responsif.
Secara khusus saya bergembira
karena diskusi yang penting ini dapat terselenggara pada hari ini, bertepatan
dengan peringatan Hari Ibu, 22 Desember. Kita semua tahu bahwa Hari Ibu adalah
hari Pergerakan Perempuan nasional di Indonesia; 93 tahun yang lalu sejumlah
perempuan berhimpun membahas isu-isu penting yang perlu menjadi perhatian semua
dalam kerangka membangun sebuah tatanan negara bangsa yang kita cita-citakan,
bernama Indonesia. Diskusi kita yang
bertepatan pada peringatan hari pergerakan perempuan pada tahun ini menjadi
sangat relevan mengingat bahwa saat ini ruang aman bagi perempuan belum lagi
terselenggara, seiring dengan tingginya peloporan kasus kekerasan terhadap
perempuan, terutama kekerasan seksual, yang tidak diikuti dengan kapasitas yang
cukup untuk menghadirkan daya respon yang dibutuhkan.
Selain itu, Isu hak kespro
perempuan penyandang disabilitas merupakan irisan dari pemenuhan hak-hak
perempuan dengan disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual. Disebut
irisan, karena pemenuhan hak kespro khususnya pendidikan kespro merupakan salah
satu langkah pencegahan kekerasan
seksual terhadap perempuan dengan
disabilitas. Dari pemantauan Komnas Perempuan pada kasus-kasus yang dilaporkan
dan dari pengamatan pemberitaan kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan
terhadap perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas, kita mengetahui bahwa
sering korban dan keluarganya baru mengetahui telah terjadi pemerkosaan atau
kekerasan seksual setelah tubuh mereka
mengindikasikan kehamilan (2-4 bulan). Ini menunjukkan adanya urgensi
pendidikan kespro bagi perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas agar
mereka memahami seksualitas dan organ-organ reproduksinya.
Dan dalam kondisi inilah,
mengenali adanya kerentanan yang khusus dihadapi oleh perempuan disabilitas dan
lansia, penting untuk kita pada pagi hari ini mendiskusikan secara lebih
mendalam isu perlindungan dan kesehatan reproduksi bagi
perempuan penyandang disabilitas dan lansia.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang berbahagia
Bagi Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan, isu perempuan disabilitas telah menjadi perhatian
kami sejak pertama kali berdiri. Pada awalnya, seturut dengan konteks kondisi
Indonesia pada saat itu, isu disabilitas rekat dengan permasalahan seputar
konteks konflik: kerentanan perempuan disabilitas pada kekerasan di masa
konflik maupun perempuan-perempuan yang menjadi disabilitas akibat konflik. Isu
ini direkatkan dalam kampanye 16 hari anti kekerasan
terhadap perempuan, yang kita rayakan sejak 25 November hingga 10 Desember pada setiap tahunnya, di mana tanggal 3
Desember diperingati sebagai hari disabilitas.
Isu kerentanan perempuan
disabilitas pada kekerasan juga semakin terintegrasi seiring dengan pertumbuhan
lembaga-lembaga pengada layanan, di mana sejumlah
organisasi disabilitas maupun organisasi pendamping perempuan korban kekerasan
memberikan perhatian yang khusus pada perempuan disabilitas yang menjadi korban
kekerasan, khususnya kekerasan seksual.
Di Komnas Perempuan secara
khusus periode ini upaya mengintegrasikan isu disabilitas menjadi lebih organik
dan cepat karena 2 dari 15 komisioner adalah juga penyandang disabilitas, salah
satunya hadir sebagai pemapar pada hari ini, Kak Rainy Hutabarat. Upaya pada
periode ini dimulai dengan membentuk Kajian Pemenuhan Hak-hak Perempuan
Penyandang Disabilitas Korban Kekerasan Seksual pada 2020.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang berbahagia
Manual dan Pemetaan Hak Kespro
Penyandang Disabilitas dan Layanan Kesehatan Lansia ini merupakan lanjutan dari
upaya kami dalam memastikan persoalan perempuan disabilitas dan lansia menjadi
perhatian dan bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya penghapusan kekerasan
terhadap perempuan.
Jumlah penduduk penyandang
disabilitas di Indonesia diperkirakan mencapai 25.6 juta jiwa atau 9.6%
penduduk, sedangkan data penduduk lansia 25.9 juta jiwa atau 9.7% penduduk
Indonesia[1]. Sementara itu, pada sensus
2020 sekurangnya terdapat 16 juta atau sekitar 5,95% penduduk Indonesia berusia
di atas 65 tahun. Situasi pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung dari tahun
2020 meningkatkan kerentanan pada kelompok lansia dan penyandang disabilitas,
baik terpapar Covid-19, diskriminasi dalam penanganan
kesehatan, dan juga kekerasan dan kerentanan lainnya sebagai dampak dari Covid-19. Terkait hak akses fasilitas kesehatan reproduksi pada kelompok
disabilitas, fakta di lapangan berdasar hasil FGD SAPDA tahun 2021 yang
dilaksanakan di Kulon Progo menyatakan kelompok disabilitas termarginalkan dan
terhambat akses layanan kespro dan rentan menjadi korban kekerasan seksual[2]. Sejalan dengan laporan
SAPDA, kajian dari Jaringan DPO respon Covid-19 Inklusif juga menyampaikan
adanya situasi Covid-19 semakin meningkatkan hambatan bagi penyandang
disabilitas dalam mengakses layanan kesehatan (1,4% dari 1683 responden
penyandang disabilitas di 32 Propinsi)[3].
Untuk lebih mengenali
persoalan yang ada maka Komnas Perempuan bersama mitra daerah dan didukung oleh
UNFPA melakukan pemetaan di 5 daerah mengenai kondisi akses hak kesehatan
reproduksi perempuan disabilitas dan lansia. Setiap langkah dan proses pemetaan
maupun penyusunan modul melibatkan organisasi-organisasi mitra yang menjadi
pendamping perempuan dan anak dengan disabilitas, juga lansia, di 5 kota yakni:
Bekasi (Bale Perempuan), Cirebon (Omah Ramah),Yogyakarta (Yakkum), Situbondo
dan Kupang (Garamin, LBH Apik Kupang dan Jaringan Perempuan Indonesia Timur/JPIT). Dalam rentang Maret hingga November 2021,
rekan-rekan mitra di lima daerah mewawancarai pihak-pihak terkait termasuk
perempuan dengan disabilitas dan orangtuanya, memetakan kebijakan, regulasi, Perda
disabilitas di daerah masing-masing, audiensi dengan dinas-dinas terkait,
memetakan kondisi layanan kesehatan untuk disabilitas dan lansia
termasuk para nakes dan pendamping.
Dalam penyusunan hasil-hasil
pemetaan dan tiga modul, ada empat orang Tenaga Ahli membantu
menuliskannya, yakni untuk penulisan pemetaan ada Mbak Nurul Sa’adah
Andriani, Mbak Wasingatu Zakiyah, Mas
Edy Supriyanto dan tiga modul oleh Dr. Islamiyatur Rohkma. Tahap dan proses penulisannya
dilakukan dengan dialog partisipatif dengan semua anggota mitra mapun tim
pemetaan dan modul Komnas Perempuan.
Secara paralel dengan proses
pemetaan Pemenuhan Hak dan Akses Layanan Kesehatan, Kesehatan Reproduksi,
Pencegahan Kasus Kekerasan, serta Anggaran Desa bagi Perempuan Penyandang Disabilitas dan
Perempuan Lansia, modul pelatihan pun dikembangkan. Hasil kajian literatur yang
dilakukan oleh tim pemetaan dan pengayaan pengetahuan dan diskusi bersama
lintas Kementerian/Lembaga dan para pakar pun menjadi dasar penajaman dalam
pengembangan modul pelatihan.
Pengembangan modul pelatihan juga sebagai salah satu bentuk upaya
pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang
disabilitas serta perlindungan dalam konteks pandemi.
Singkat kata, seluruh hasil
pengetahuan yang disajikan pada hari ini merupakan buah karya kerja bersama
yang luar biasa, dan atas kerja keras rekan-rekan mitra dan juga dukungan
UNFPA, ibu Anjali Sen, serta para tenaga ahli, Komnas Perempuan mengucapkan
banyak terima kasih. Juga terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung pemetaan dan modul, yang akan
kita diskusikan bersama pada hari ini.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang berbahagia
Pada
pagi hari ini, selain hasil pemetaan kita juga bersama menyaksikan peluncuran Modul
Kesehatan Reproduksi dan Anti Kekerasan terhadap Perempuan dengan Disabilitas yang diharapkan dapat tersebar luas dan dapat
digunakan bagi pemenuhan hak atas pendidikan kespro bagi perempuan penyandang
disabilitas. Modul ini dilengkapi dengan Modul Perlindungan Perempuan
Penyandang Disabilitas dan Lansia dan Modul Anggaran Dana Desa yang
Responsif terhadap Perempuan Disabilitas dan Lansia.
Seluruh bangunan pengetahuan dan
alat pengembangan kapasitas untuk memenuhi hak perlindungan dan akses
kesehatan reproduksi diharapkan dapat menjadi kontribusi dalam mewujudkan
amanat konstitusi untuk menghadirkan hak atas rasa aman, atas kesehatan dan
kehidupan yang bermartabat bagi penyandang disabilitas dan lansia. Hak ini juga
secara tegas diatur dalam UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas.
Jaminan hak asasi manusia pada
kelompok rentan baik kelompok lansia maupun penyandang disabilitas dalam segala
aspek kehidupan adalah tanggung jawab negara, khususnya pemerintah. Hari ini
kita sungguh bersyukur bahwa bisa mendengarkan langsung tanggapan dari
wakil-wakil pemerintah, sekaligus memberikan informasi tentang langkah-langkah
yang sudah dan akan dilakukan oleh negara untuk meneguhkan jaminan hak
konstitusional kepada penyandang disabilitas dan lansia, yaitu dari Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin dari
Kantor Staf Presiden, Ibu Sumiatun perwakilan Kementerian Sosial, Ibu Sri Wahyuni perwakilan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi, Ibu Erna Muliati perwakilan Kementerian Kesehatan RI, Bapak Ahmad
Avenzora dari BPS, Ibu Annissa Sri Kusumawati dari Bappenas RI, dan Bapak Aswin
Wihdiyanto dari Kemendikbudristek. Juga kepada Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial
Dinas sosial Kab. Cirebon-Lily Marliyah AKS; Kepala Seksi Rehabilitasi Dinas
Sosial Kulon Progo Wahyu Budiarto; Kadis
Sosial Kab. Kupang- Bapak yohanis masneno; Kepala Dinas Sosial Kab
Bekasi-Endin Samsudin, dan Situbondo:
Kabid Kesmas Dinkes - Siti Rufi'ah yang mewakili kelima daerah. Kepada
semua penanggap, terima kasih sekali karena berkenan hadir dalam diskusi hari ini
Akhir kata, Selamat
dan terima kasih untuk rekan-rekan mitra Komnas Perempuan dan Komisioner dan
Badan Pekerja yang tergabung dalam tim disabilitas, khususnya bidang Resource Center dan Komisioner dan
Subkom Pendidikan Komnas Perempuan yang telah bekerja keras merampungkan Manual
Pemetaan Hak Kespro Perempuan Disabilitas dan Layanan Kesehatan Lansia dan
ketiga modul.
Semoga Manual dan Pemetaan
serta ketiga modul bermanfaat bagi pencegahan kekerasan seksual terhadap
perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas dan meningkatkan sikap ramah
disabilitas dan lansia di lingkungan publik luas, mewujudkan Indonesia yang
aman dan damai bagi semua, tanpa kecuali.
Selamat pagi, salam sehat
salam nusantara, dan selamat berdiskusi
Jakarta,
22 Desember 2021
Andy
Yentriyani
Ketua