Yang terhormat dan kita selalu banggakan
· Para perempuan korban dan penyintas kekerasan
· Para perempuan pembela HAM
· Komisioner purnabakti Komnas Perempuan sejak periode awal berdiri, 1998, yang hadir bersama kita pada hari ini
Yang terhormat
· Perwakilan kementerian/lembaga,
· Perwakilan organisasi lembaga pelayanan perempuan korban kekerasan, organisasi perempuan, organisasi masyarakat sipil lainnya, baik yang bekerja di komunitas, di tingkat nasional maupun internasional,
· Perwakilan negara sahabat,
· Kawan2 akademisi dan rekan-rekan media
· serta semua tamu undangan yang hadir secara luring maupun daring,
· tak lupa saya hendak menyapa Wakil ketua, komisioner, sekjen dan badan pekerja Komnas perempuan periode 2020-2025.
Selamat pagi, salam Indonesia yang Bhinneka
Penuh syukur pada pagi hari ini kita diberikan kesempatan istimewa untuk dapat berkumpul bersama memperingati 25 tahun Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan.
Perkenankan saya memulai dengan menjelaskan mengapa kami di Komnas Perempuan menggunakan Salam Indonesia yang Bhinneka. Ini dimaksudkan untuk mengingatkan bahwa di Indonesia masyarakat kita sangat beragam, termasuk di dalam hal agama. Ada lebih dari 6 agama sebagaimana diampu di dalam Kementerian Agama, dan juga ada ratusan aliran kepercayaan dan agama leluhur yang tidak dapat diwakilkan hanya dengan satu salam. Salam Indonesia yang Bhinneka karenanya adalah wujud keberpihakan kami kepada saudara-saudara perempuan agama minoritas dan agama leluhur.
Di awal, kita juga telah dengarkan salam ajakan Nusantara dari 5 daerah, dari Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Masing-masingnya sangat khas, menggambarkan interaksi tradisi masyarakat dengan lingkungan sekitarnya, apakah pegunungan atau pesisir juga tampak di dalamnya. Lalu diikuti dengan penyerahan sirih dan pinang, sebuah tradisi nusantara yang melambangkan ajakan berbincang dengan niat yang baik dan cara yang bersahaja guna merekatkan hati dan tekad, mencari jalan bersama mencapai kebaikan, dalam hal ini untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Ibu, Bapak dan rekan2 yang dimuliakan
Bagi kami, ajakan berbincang ini penting karena kisah perjalanan 25 tahun Komnas Perempuan sesungguhnya bukan sekedar mengenai Komnas Perempuan, melainkan tentang kita semua yang berjuang untuk menghadirkan kehidupan yang bebas dari kekerasan, utamanya bagi perempuan, yang menghadapi kerentanan yang khas akibat pemosisiannya di dalam keluarga dan masyarakat, serta di mata negara.
Dan rasanya perbincangan dalam peringatan kali ini menjadi istimewa karena kita ditemani oleh Ibu Saparinah Sadli dan Ibu Sjamsiah Achmad, dua tokoh perempuan yang menjadi inspirasi dari banyak kita, bersama dengan komisioner lintas generasi, dan para perempuan penggerak dari berbagai daerah dari Morotai hingga Tanimbar, selain dari Aceh hingga Papua.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang berbahagia
Dua puluh lima tahun adalah sebuah perjalanan yang tak singkat dan tidak gampang bagi Komnas Perempuan. Saya dan rekan-rekan komisioner, sekjen dan badan pekerja yang bertugas pada periode 2020-2025 sungguh mendapatkan kehormatan untuk mengantarkan Komnas Perempuan dalam perayaan dua puluh lima tahun pada hari ini. Kami sangat menyadari bahwa apa pun capaian yang diperoleh pada hari ini adalah buah dari kerja keras lintas generasi dan merupakan hasil dari kerja bersama dengan berbagai pihak, khususnya komunitas korban/penyintas dan perempuan pembela HAM dari berbagai sektor, kementerian lembaga, dan juga dukungan sahabat dari tingkat internasional.
“Perwakilan Khusus menyatakan kepuasan besar atas kerja Komnas Perempuan sejak pendiriannya. Walaupun mandatnya terbatas, lembaga ini telah membangun legitimasi” Hina Jilani, Wakil Khusus Sekjen PBB tentang Pembela HAM, dalam laporan kunjungannya ke Indonesia, 2007. “Komnas Perempuan merupakan mimpi feminis yang menjadi kenyataan, mimpi yang jarang terjadi dan sulit terjadi, nyatanya terjadi di Indonesia.” (Susanna George, (alm), aktivis perempuan Malaysia, 2014) |
Lahir dari Tragedi Mei 1998, kehadiran Komnas Perempuan sebagai putri sulung reformasi memiliki makna tersendiri, baik di Indonesia, juga di tingkat internasional. Seringkali dari Komnas Perempuan dijadikan contoh baik dari lembaga kuasi-pemerintah yang lahir dari rahim gerakan perempuan dan mampu merawat independensinya, membangun kapasitasnya untuk bertumbuh menjadi lembaga nasional HAM yang dirasakan kepemimpinannya dalam melaksanakan mandatnya untuk mengupayakan kondisi yang kondusif bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Capaian yang diperoleh dalam dua puluh lima tahun ini dimungkinkan karena para pendiri menanamkan pondasi independen yang kuat dan mengakar pada Komnas Perempuan. Pertimbangan pemilihan nama “Anti Kekerasan terhadap Perempuan” daripada perlindungan wanita, bersikukuh pada cara pemilihan anggota secara independen daripada patronase eksekutif dalam penunjukan anggota yang berarti kehilangan privilege untuk sejumlah fasilitas dan memastikan ada pernyataan eksplisit kewenangan independen dalam pelaksanaan tugas Komnas Perempuan adalah tiga hal utama yang menjadi wujud semangat independen itu.
Untuk merawat semangat independen itu, Komnas Perempuan telah membangun mekanisme yang mengupayakan estafet kepemimpinan berlangsung akuntabel dan melibatkan publik. Pemilihan komisioner sejak generasi pertama juga telah menghadirkan komposisi anggota Komnas perempuan yang merepresentasikan keragaman di dalam masyarakat sebagai salah satu indikator penting Prinsip-prinsip Paris yang menjadi pedoman lembaga HAM.
Pondasi penting lain yang ditanamkan sedari awal adalah mekanisme untuk merawat roh gerakan perempuan dalam cara kerja Komnas Perempuan. Pertama, memastikan suara korban/penyintas menjadi pelita dalam menapaki perjalanan perjuangan yang panjang dan kerap sunyi. Kedua, Komnas Perempuan terus mengupayakan ruang untuk partisipasi substantif dari komunitas penyintas, pendamping korban dan perempuan pembela HAM untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kerja Komnas Perempuan. Konsultasi publik bersama sejumlah mitra untuk memberikan pertimbangan pada rencana strategis Komnas Perempuan, dalam pencarian konsep bersama, dalam perumusan strategi kerja dan juga melalui pemantauan bersama adalah mekanisme yang dikembangkan itu.
Demikian juga pertemuan untuk akuntabilitas publik, dimana Komnas Perempuan menghimpun tanggapan atas laporan kerjanya sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun strategi kerja berikutnya. Upaya konsultasi dan akuntabilitas publik ini telah berlangsung sejak laporan periode pertama, dan berlanjut hingga sekarang.
Misalnya, dalam rangkaian kegiatan peringatan dua puluh lima tahun ini, kita mulai sejak hari minggu dengan membuat ruang refleksi lintas generasi. Lalu pada hari senin ada seminar internasional untuk mendapatkan informasi tentang tantangan-tantangan dan peluang bersifat makro global dan regional Asia Pasifik. Kemudian dilanjutkan dengan 10 sesi tematik konsultasi publik dengan kehadiran 215 peserta dari 23 daerah, secara daring dan luring. Kepesertaan secara daring adalah hikmah dari pandemic, yang memungkinkan KP menghimpun lebih banyak lagi masukan dari publik di berbagai daerah.
Ibu, Bapak dan para hadirin yang berbahagia,
Hadir di dalam pertemuan hari ini, Ibu Saparinah Sadli dan sejumlah komisioner sejak dari generasi pertama yang dapat memberikan informasi yang lebih lengkap tentang sejarah kelahiran dan pergulatan Komnas Perempuan setiap periodenya dalam melaksanakan mandatnya untuk melakukan Pendidikan publik, pemantauan, pencarian fakta, pendokumentasian, kajian strategis, pemberian rekomendasi dan kerjasama lintas batas sektor maupun geografis.
Dapat dipastikan bahwa setiap zaman memiliki tantangannya tersendiri dalam merawat prinsip independen dan roh gerakan. Saya beruntung karena melewati banyak masa bersama Komnas Perempuan sejak tahun 2000. Dari Komnas Perempuan yang belum memiliki tempat kerja, lalu mendapatkan satu ruang kecil di samping Gedung Komnas HAM, berpindah ke lantai 3, hingga diberikan kewenangan untuk menggunakan seluruh gedung yang sebelumnya digunakan oleh Badan Sandi Negara. Dari pelaporan publik pertama di pelataran parkir Komnas Perempuan, hingga hari ini di dalam Gedung yang memungkinkan lebih banyak yang hadir. Perkembangan ini juga menunjukkan geliat Komnas Perempuan yang terus maju dengan dukungan dari banyak pihak.
Namun memang Komnas Perempuan sejak awal lahir terus berada dalam pusaran tantangan. Ia langsung dituntut untuk menyikapi konflik bertubi di banyak daerah yang terjadi segera setelah Orde Baru seolah tumbang ketika Presiden Soeharto sebagai simbol mengundurkan diri. Kami kedatangan para perempuan penyintas dan penggerak damai di Maluku dan di perbatasan Timor Leste yang mengupayakan suara korban dan perempuan menjadi pertimbangan kebijakan penanganan konflik di daerahnya. Kehadiran mereka pula yang kemudian menjadi pencetus inisiatif Komnas Perempuan dalam menggalang dana untuk pendampingan korban, Pundi Perempuan.
Era otonomi daerah memunculkan tantangan baru, dengan politisasi identitas primordial yang menguat dan isu moralitas menjadi cara untuk menggalang dukungan masa. Kebijakan diskriminatif mulai memakan korban. Demikian juga serangan kepada kelompok minoritas agama. Kondisi diperburuk oleh politik transaksional, korupsi dan juga proses penegakan hukum yang dirasakan terus menjadi batu sandungan bagi perempuan korban kekerasan dalam memperoleh keadilan dan pemulihan.
Dalam proses memperjuangkan perbaikan payung hukum dan implementasinya, Komnas Perempuan kerap mendapat kecaman. Seperti juga rekan-rekan perempuan pembela HAM, kami tidak imun dari intimidasi dan stigma. “Bekerja di Atas Bara”, demikian istilah dari rekan perempuan jurnalis, mbak Maria Hartiningsih, melukiskan sifat kerja Komnas Perempuan dalam menyikapi tantangan zamannya.
Namun kami – para komisioner – sungguh beruntung, ditemani oleh Sekjen dan Badan Pekerja lintas generasi yang penuh dedikasi serta kawan-kawan pembela HAM yang juga tak hentinya mendukung dan menguatkan langkah, kami dapat melewati satu per satu tantangan itu dengan sejumlah capaian penting, lengkap dengan dinamikanya. Capaian dan tantangan yang secara cepat coba kami tuangkan dalam lini masa hukum dan kebijakan maupun materi pameran yang ada di depan ruangan ini adalah kisah tentang kerja kita bersama.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan semua
Dalam kerja-kerja yang bertaut satu dengan yang lain lintas periode, serta begitu banyak hal yang dikerjakan dalam waktu yang bersamaan, tim pameran cukup kesulitan untuk dapat menyajikannya dengan bernas. Karenanya jika ada kekeliruan, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk meminta maaf dan menginformasikan bahwa kami akan mencatat semua masukan dari para mitra untuk perbaikan dokumentasi Komnas Perempuan yang sejak tahun ini kami coba percepat proses digitalisasinya.
Seluruh capaian yang tadi disampaikan tidak mungkin dilakukan tanpa kerja keras lintas generasi. Selanjutnya, saya mohon Ibu, Bapak Komisioner, sekjen dan badan pekerja lintas generasi yang dapat berdiri untuk berdiri sejenak, dan perkenankan saya mengajak Ibu, Bapak dan rekan2 sekalian untuk memberikan tepuk tangan penghargaan pada mereka yang telah bergantian menjaga ruh, semangat dan kerja-kerja bersama di dalam Komnas Perempuan dan bersama semua mitra sehingga hal-hal terbaik yang kita peroleh dari perjuangan dua puluh lima tahun ini dapat kita rayakan.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang berbahagia
Menyimak perjalanan itu, dalam dua puluh lima tahun Komnas Perempuan melatih dirinya untuk menyikapi keterbatasan dan tantangan sebagai batu uji daya tangkas (agility) dan kapasitas kepemimpinannya untuk menemukan, menciptakan dan merebut peluang-peluang, seberapa pun kecil, dalam mewujudkan cita-cita penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Ambil contoh Catatan Tahunan atau CATAHU. Dengan mandat pendokumentasian tetapi dana yang terbatas, Komnas Perempuan menggagas Catatan Tahunan yang berangkat dengan semangat kerelawanan dan gotong royong. Semua yang terlibat mengenali bahwa Komnas Perempuan tidak memiliki dana untuk program ini, tetapi kepercayaan pada kepemimpinan Komnas Perempuan untuk menghadirkan data nasional yang dapat dijadikan landasan advokasi kebijakan. Maka dari 25 lembaga pengada layanan yang turut mengumpulkan datanya pada tahun 2001, sampai Catahu 2022 sudah ada 1.821 lembaga layanan dan institusi penegak hukum yang turut dalam pendokumentasian Catahu; naik 73 kali lipat. Hingga kini, Catahu masih menjadi rujukan andalan data nasional yang dinanti banyak pihak.
Perkenan saya menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan terima kasih kepada semua mitra CATAHU. Di antara 25 mitra yang paling kerap berpartisipasi dalam CATAHU sejak dilansir, sejumlahnya ada di sini. Kepada kawan-kawan yang berasal dari LRC KJHAM, WCC Palembang, SPEK HAM Solo, LBH APik Jakarta, LBH Apik Aceh, Sahabat Perempuan, SAPA Institute dan lainnya yang tertera di layar.
Mari kita berikan tepuk tangan Ibu, Bapak dan rekan-rekan karena kita semua paham bahwa kasus-kasus yang mereka sampaikan adalah kasus mereka tangani dan bahwa menyusun pendokumentasian juga menuntut sumber daya yang mereka lakukan di tengah segenap keterbatasan. Dengan adanya data ini, kita bisa memperjuangkan banyak kemajuan, dari UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga di tahun 2004 hingga UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disahkan 2022 lalu.
Bersama kawan-kawan pengada layanan bagi perempuan korban kekerasan dan pihak-pihak lain yang relevan, termasuk dari kementerian dan lembaga, Komnas Perempuan mengumpulkan pandangan dan masukan untuk menyusun konsep-konsep penanganan yang komprehensif bagi perempuan korban kekerasan. Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan yang menjadi acuan dalam UU TPKS adalah contoh dari konsep yang digagas itu, sejak tahun 2000.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang dimuliakan,
Membangun pengetahuan dari pengalaman perempuan menjadi strategi utama Komnas Perempuan dalam membangun terobosan-terobosan yang dibutuhkan bagi korban. Dengan mandat pemantauan, pencarian fakta, pendokumentasian dan kajian, dan kerjasama proses membangun pengetahuan ini kami lakukan.
Dalam 25 tahun, terdata 470 pubikasi Komnas Perempuan; 423-nya dalam Bahasa Indonesia yang diterbitkan dalam 7 kategori. Ada 47 hasil pemantauan dan pelaporan kondisi HAM perempuan; 34 dokumen hasil pemetaan dan pendokumentasian; 73 kajian dan pengembangan konsep; 62 naskah masukan kebijakan; 74 instrumen pengembangan pengetahuan, 64 materi kampanye publik serta 69 laporan kelembagaan Komnas Perempuan.
Sekurangnya ada lebih 12 topik yang menjadi fokus pengembangan pengetahuan Komnas Perempuan yang hadir dalam publikasi-publikasi itu, yaitu:
· Konflik, bencana dan pengungsi, termasuk konflik sumber daya alam, tata ruang, agraria, pelanggaran HAM, pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM masa lalu, intoleransi, kebebasan beragama/berkeyakinan, bencana alam, bencana pandemik Covid-19
· Data umum yang terus dimutakhirkan tentang kekerasan berbasis gender
· Hak korban dan sistem peradilan pidana terpadu untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan (SPPT PKKTP), termasuk pemulihan, mekanisme rujukan, caring for care givers
· Kekerasan seksual & juga terkait dampak digitalisasi
· Perempuan Pekerja, utamanya hak maternitas bagi pekerja formal, pelindungan bagi pekerja migran dan pekerja rumah tangga, serta pekerja rumahan
· Penyiksaan, penghukuman dan perlakuan kejam/tidak manusiawi termasuk disabilitas, lansia, hukuman mati, hukuman kebiri, hukuman cambuk
· Perkawinan dan keluarga
· Kesehatan dan kesejahteraan termasuk hak seksual dan reproduksi, hiv/aids, hak pangan, hak perumahan,
· Kekerasan terhadap perempuan dan ruang budaya, termasuk intepretasi agama, praktik budaya
· Perempuan Pembela HAM
· femisida, perempuan dan demokrasi, perdagangan orang, demokrasi, strategi nasional, hukum pidana
· tentang kelembagaan Komnas Perempuan
Masing-masing dari publikasi ini memiliki kisah di belakangnya. Pada laporan pemantauan, salah satu pendekatan yang diambil Komnas Perempuan adalah pelibatan langsung komunitas penyintas sebagai dokumentator. Kami memulai dengan pelatihan konsep dan kerangka kekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran HAM, menyusun instrumen bersama, asistensi dalam pengambilan informasi, serta melakukan analisis berbasis pemaknaan dari informasi yang diperoleh itu. Beberapa di antara dokumentator dalam berbagai pemantauan Komnas Perempuan juga hadir di dalam perhelatan kita pagi hari ini.
Dalam proses ini, kami juga mengupayakan adanya integrasi pemulihan bagi setiap yang terlibat, bukan saja karena masing-masingnya adalah penyintas tetapi juga proses pengumpulan kisah kekerasan terhadap perempuan dapat menghadirkan secondary trauma. Dengan pendekatan ini, pemantauan Komnas Perempuan menjadi ruang untuk menghimpun suara korban, sekaligus ruang pemulihan dan pemberdayaan komunitas penyintas.
Ibu, Bapak dan semua sahabat yang hadir dalam kesempatan ini
Hasil-hasil kerja ini yang termuat dalam publikasi adalah bukan saja sekedar buku cetakan. Ini adalah alat kerja yang terus digunakan dalam berbagai kesempatan untuk kemajuan pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan secara lebih efektif dan optimal.
Misalnya saja, sebagai bahan masukan Komnas Perempuan untuk tim non judisial pelanggaran HAM masa lalu. Sejak lama bersama komunitas penyintas dan jaringan pembela HAM kita mengupayakan ruang-ruang untuk pemulihan, termasuk dengan mendirikan memorialisasi dan upaya Pendidikan lintas generasi.
Salah satu contoh memorialisasi yang diupayakan adalah prasasti Mei 1998 yang miniaturnya bisa kita lihat di atas panggung dan dimaksudkan untuk diserahkan kepada Presiden, adalah prasasti yang didirikan di TPU Pondok Rangon, di mana terdapat sekurangnya 113 makam dari jenazah korban dalam kerusuhan Mei 1998 yang tidak bisa diidentifikasikan. Prasasti ini dibuat atas inisiatif dari komunitas korban, yaitu Perempuan Indonesia Tionghoa (PINTI) dan dari paguyuban dan forum komunikasi korban Mei 1998, yang hadir bersama-sama kita, dan didukung oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Prasasti ini berbentuk kain robek yang sedang dijahit; sebagai simbol itikad bersama untuk mengingatkan solidaritas yang hadir dalam suasana terpuruk akibat Mei 1998, untuk upaya bersama melekatkan kembali bangsa Indonesia yang terkoyak akibat tragedi tersebut dan untuk memastikan kejadian serupa Tragedi Mei 1998 tidak terulang lagi.
Dengan tujuan tersebut, Komnas Perempuan pada tahun 2009 bersamaan dengan lansir publikasi KITA BERSIKAP menggulirkan kampanye Mari Bicara Kebenaran. Sirih dan pinang digunakan untuk menjadi pelambang dari gerakan kampanye Mari Bicara Kebenaran yang sejak 2008. Gerakan ini adalah sebuah upaya untuk terus merawat ingatan pada peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM masa lalu, bukan untuk mengorek luka melainkan mencari bersama ruang untuk menemukan titik temu memastikan peristiwa serupa tidak berulang di masa depan. Hal ini masih menjadi sebuah PR yang harus kita kerjakan bersama, termasuk dengan memastikan ratifikasi konvensi tentang penghilangan paksa.
Sebagai catatan akhir dari bagian ini, peran Komnas Perempuan dalam mengembangkan pengetahuan dari perempuan menempatkan Komnas Perempuan menjadi sumber informasi bagi banyak pihak. Ini tentu sangat menyenangkan hati, karena pertumbuhan permohonan informasi juga menunjukkan semakin banyak pihak yang tertarik, ingin tahu dan berkepentingan untuk memperdalam pemahaman serta membangun daya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan.
Izinkan saya dalam kesempatan ini juga mengucapkan terima kasih kepada kawan2 media massa, baik yang hadir di ruangan maupun yang terus membersamai Komnas Perempuan di berbagai daerah. Perhatian kawan2 media pada kerja-kerja Komnas Perempuan dan upaya korban adalah sebuah dukungan yang luar biasa.
Ibu, Bapak dan Kawan-kawan semua yang berbahagia,
Sementara perbaikan sistem menjadi pendekatan kerja yang penting, saat bersamaan Komnas Perempuan juga harus menyikapi kasus-kasus yang dilaporkan padanya. Jumlah kasus yang dilaporkan terus bertambah dan makin kompleks, sehingga sekurangnya saat ini ada 12 kasus yang dilaporkan setiap harinya ke Komnas Perempuan.
Karena tidak memiliki mandat dan juga kapasitas untuk pendampingan satu per satu kasus, maka Komnas Perempuan mengembangkan mekanisme rujukan, bekerja bersama dengan berbagai lembaga pengada layanan.
Lebih 100 lembaga yang menjadi rujukan Komnas Perempuan. Kawan2 yang dari LBH APik Jakarta, Yayasan Pulih, Safenet, LBH Jakarta, Akara, Zona Psikologi dan Hukum, Koalisasi Advokasi Kesetaraan Gender dan Bale Perempuan, boleh berdiri? Ini adalah 8 organisasi yang paling banyak menindaklanjuti rujukan dari Komnas Perempuan, yang juga kita kenali bergerak dengan sejumlah keterbatasan tetapi penuh dedikasi. Terimakasih atas dukungan kawan2 semua.
Selain melakukan koordinasi dengan pihak terkait serta juga memberikan pendapat : Sebanyak 64 keterangan ahli telah diberikan di dalam persidangan kasus, 12 naskah amicus curiae, dan 8 keterangan ahli dalam mekanisme judicial review baik di Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi.
Sampai hari ini upaya untuk penyikapan kasus dilakukan secara gotong royong. Sejak 2007 Komnas Perempuan membentuk unit pengaduan dan rujukan (UPR) yang awalnya bertumpu pada relawan secara paruh waktu. Hal ini tidak lepas dari ketentuan dalam Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komnas Perempuan yang membolehkan kami hanya memiliki 45 staf untuk seluruh badan pekerja, baik itu program, tim support system, maupun pelaksana. Jumlah yang sama sejak tahun 1998.
Dengan lonjakan pengaduan di tahun 2020, tidak memungkinkan lagi untuk hanya mengandalkan kondisi paruh waktu tim UPR. Dengan bantuan UN Women Komnas Perempuan berupaya untuk menata tim ini. Kami sungguh berharap, Ibu Bintang, Mbak Ruhaini, dan kawan-kawan semua yang selalu membantu kami dalam upaya penguatan kelembagaan Komnas Perempuan, meski Bapak Presiden belum berkesempatan hadir di dalam kegiatan Komnas Perempuan, perubahan peraturan presiden untuk boleh menambah jumlah staf di Komnas Perempuan akan segera ditandatangani pada tahun ini, yang tinggal beberapa hari lagi. Semoga dengan demikian maka Komnas perempuan dapat melakukan tugas-tugasnya dengan lebih optimal.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang dimuliakan.
Ke depan ada banyak lagi tantangan yang perlu dihadapi dalam upaya gerakan pemajuan hak-hak perempuan, khususnya bagi perempuan korban kekerasan. Tantangan yang hadir di aras lokal, nasional dan global; yang bersifat momentum seperti Pemilu 2024 tetapi juga ketimpangan relasi kuasa yang telah berurat akar dan terus akan ada pihak yang hendak mempertahankan status quo karena mendapatkan keuntungan dari ketimpangan itu.
Namun, dalam dua puluh tahun ini kita, Komnas Perempuan dan kita semua dalam gerakan penghapusan kekerasan berbasis gender telah banyak belajar: bahwa keterbatasan dapat menjadi peluang, tantangan adalah ajakan untuk menjadi kreatif dalam menemukan solusi, ancaman adalah pengingat konsolidasi, peluang adalah sebuah momentum berkah tetapi juga buah dari upaya tiada henti.
Saya jadi mengingat pernyataan seorang pendamping yang juga penyintas Tragedi Mei 1998. Kerja-kerja perubahan yang kita upayakan laksana bergantian menunggui api dari masakan untuk sebuah perhelatan maha penting. Kita harus selalu mawas agar api tak terlalu besar atau terlalu kecil, sehingga makanan akan bisa tetap dalam kondisi segar untuk siap disajikan. Perhelatan yang dimaksudkan adalah kesempatan bagi korban untuk dapat menikmati hak-haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. Dan inilah, Ibu, Bapak dan para sahabat, inilah yang sedang kita upayakan bersama.
Karenanya, dengan seluruh akumulasi pembelajaran dalam perjalanan dua puluh lima tahun dan daya tangkas dan mawas yang terus kita tumbuhkan, mari kita menyatukan suara, berbagi daya, mewujudkan cita-cita, menghapus kekerasan terhadap perempuan sebagai bagian tak terpisahkan dalam menghadirkan kehidupan yang aman, sentosa dan berdaulat bagi semua.
Saya ingin mengakhiri sambutan ini dengan sekali lagi mengucapkan terima kasih atas seluruh kerja keras kita semua selama dua puluh lima tahun ini. Juga, terima kasih atas perhatian Ibu, Bapak dan rekan-rekan semua.
Mari kita lanjutkan kerja bersama. Satu suara, wujudkan cita-cita.
Jakarta, 15 November 2023
Andy Yentriyani