Sambutan Ketua Komnas Perempuan Peringatan 37 Tahun
Ratifikasi CEDAW
Pemenuhan Hak Korban Pemerkosaan dalam Perspektif HAM Perempuan
Jakarta, 6 Agustus 2021
Yang kami hormati
Kawan-kawan penyintas kekerasan terhadap perempuan dan juga penyintas covid
19
Kawan-kawan pendamping perempuan korban kekerasan
Ibu Anjali Sen, wakil UNFPA Indonesia
Ibu Margareth Robin, Asdep Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KPPPA
Dr. Desy Meutia Firdaus, Asdep Koordinasi Penegakan Hukum Kemenkopolhukam
Nur Laila, PL (LRC KJHAM)
Seluruh Ibu, Bapak dan rekan-rekan yang menghadiri diskusi pada pagi hari ini
serta rekan-rekan komisioner dan badan pekerja yang saya banggakan
Selamat pagi, salam sehat dan salam nusantara
Syukur kita selalu panjatkan kepada Sang Maha Pengasih karena rahmatnya
kita semua dapat berkumpul pada hari ini untuk mendiskusikan satu isu genting
dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, yaitu perkosaan. Diskusi
ini kami selenggarakan dalam rangka rangkaian peringatan 37 Tahun Pengesahan
Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)
melalui UU No. 7 Tahun 1984. Ini adalah kali kedua kita mendiskusikan topik ini
bersamaan dengan peringatan CEDAW, sebelumnya pada 23 Juli lalu bersama rekan-rekan
media.
Ibu, Bapak, dan kawan-kawan sekalian
Perbaikan hukum nasional dalam menyikapi kasus perkosaan adalah salah satu rekomendasi utama dan pertama yang diajukan pada masa awal reformasi Indonesia. Rekomendasi ini termuat dalam laporan Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan Mei 1998 maupun Laporan Pelapor Khusus PBB tentang Kekerasan terhadap Perempuan dalam misinya ke Indonesia, 1998. Rekomendasi ini tidak lepas dari peristiwa tragedi Mei 1998, dimana kita ketahui bahwa perkosaan secara berkelompok dan dalam waktu yang hampir bersamaan terjadi di tengah kerusuhan, penjarahan dan pembakaran yang terjadi di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Tragedi yang juga menjadi latar berdirinya Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Selain rekomendasi mengenai perbaikan hukum
nasional, rekomendasi utama lainnya adalah membentuk sistem perlindungan bagi
saksi dan korban, dan untuk mengupayakan perubahan budaya “menyangkal” menjadi
pro aktif melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan,
khususnya kekerasan seksual, terutama perkosaan. Setelah lebih dua puluh tahun
reformasi bergulir, kini kita sudah bisa melihat berbagai perkembangan yang
menggembirakan. Kita punya LPSK yang terus kita upayakan semakin kuat dan
optimal dalam melaksanakan mandatnya, juga bertumbuhnya lembaga-lembaga layanan
bagi perempuan korban kekerasan baik itu yang dikoordinir melalui KPPPA, unit
di dalam kepolisian, unit krisis terpadu di layanan kesehatan. Tak kalah
pentingnya adalah pertumbuhan dan konsistensi dari kawan-kawan pengada layanan
yang dimotori oleh masyarakat sipil, khususnya kelompok perempuan, dalam
memberikan layanan langsung dan sekaligus mendorong perbaikan sistem layanan
terpadu di berbagai daerah di nusantara. Saat ini bahkan upaya untuk
mengembangkan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan juga
bertumbuh di lembaga-lembaga pendidikan.
Lalu bagaimana dengan perbaikan hukum nasional
tentang perkosaan? Hal ini merupakan salah satu yang ditelusuri ulang oleh
Komnas Perempuan pada awal 2020, bersamaan dengan kebutuhan untuk merumuskan
kembali masukan pada RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang disetujui menjadi
program legislasi nasional prioritas 2020-2024. Kebutuhan ini bertepatan dengan
ajakan dari Pelapor Khusus PBB tentang Kekerasan terhadap Perempuan untuk
membuat sebuah studi global mengenai persoalan perkosaan dan penanganannya.
Kami berpendapat bahwa kerangka kajian yang ditawarkan oleh Pelapor Khusus
sangat membantu proses refleksi yang dibutuhkan, dan karenanya Komnas Perempuan
melalui kajian dokumen dan serangkaian konsultasi dengan berbagai pihak
merumuskan respon pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Pelapor Khusus.
Sejumlah hal yang dipetakan melalui refleksi ini adalah: 1) Perkembangan peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana pemerkosaan; 2) Pengalaman implementasi peraturan perundang-undangan tersebut dalam kaitannya dengan upaya memutus impunitas dan pemulihan korban; 3) Hambatan-hambatan mengakses keadilan dalam sistem hukum dan konteks sosial; 4) Konteks-konteks khusus tindak perkosaan dan cara penyikapan yang tersedia; serta 5) Rekomendasi untuk perbaikan selanjutnya. Secara lebih mendetil tentang laporan dari Komnas Perempuan nanti akan disampaikan oleh Komisioner sekaligus ketua Sub komisi Pengembangan Sistem Pemulihan bagi Perempuan Korban Kekerasan, Sdr. Theresia Iswarini. Kita juga akan simak laporan global Pelapor Khusus melalui rekaman video yang akan disampaikan oleh asisten belia, Sdr Renata, dan juga akan ada para penanggap, PL (LRC KJHAM) - Nur Laila, Asdep Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KPPPA, Margareth Robin dan Asdep Koordinasi Penegakan Hukum Kemenkopolhukam - Dr. Desy Meutia Firdaus. Kepada semua narasumber dan penanggap kami mengucapkan terimakasih.
Hasil refleksi yang termuat dalam laporan Komnas Perempuan maupun hasil kajian global dari Pelapor Khusus semakin menegaskan bahwa pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) tak dapat ditunda-tunda lagi. Pengesahan RUU P-KS sendiri merupakan pelaksanaan mandat CEDAW demi penghapusan sistemik kekerasan seksual dan pemenuhan substantif hak-hak korban pemerkosaan. Tiga puluh tujuh tahun pengesahan CEDAW merupakan momentum bagi Indonesia untuk meneguhkan komitmen prinsip-prinsip dan norma-norma CEDAW dan dalam meneguhkan komitmen pemenuhan hak-hak konstitusional warga, termasuk korban perkosaan, atas rasa aman, perlindungan, kehidupan yang bermartabat, dan bebas dari diskriminasi.
Ibu, Bapak dan rekan-rekan sekalian,
Perkenankan saya mengakhiri sambutan ini dengan
menyampaikan apresiasi dan terima kasih tak terhingga kepada semua pihak yang
mendukung hingga kegiatan ini dapat terselenggara, terutama kepada rekan-rekan
di kantor tinggi HAM PBB, UNFPA, rekan komisioner dan badan pekerja, khususnya
di tim Advokasi Internasional yang dipimpin oleh komisioner Rainy Hutabarat,
kawan-kawan dari Global Bahasa dan penerjemah bahasa isyarat, serta rekan Sonya
Hellen Sinombor yang berkenan menjadi moderator diskusi kita di pagi hari ini.
Semoga diskusi ini semakin meneguhkan komitmen kita untuk mengupayakan pemenuhan hak-hak korban, khususnya dalam kasus perkosaan. Juga, untuk mendorong pengesahan RUU P-KS
Selamat berdiskusi dan dengan ini secara resmi saya
membuka kegiatan kita pada pagi hari ini.
Salam sehat, salam nusantara
Jakarta, 6 Agustus 2021
Andy Yentriyani