...
Sambutan Ketua
Sambutan Seminar Nasional Multi Pemangku Kepentingan tentang Upaya perlindungan dari Kekerasan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Psikososial

Yang terhormat dan kita banggakan, 

Kawan-kawan Penyandang Disabilitas, Penyintas Kekerasan, para Pendamping dan Pembela HAM 

Yang terhormat:

  • Menteri Hukum dan HAM yang hari ini diwakili oleh Pelaksana harian Sekjen Kementerian Hukum dan HAM, Bapak Reinhard Silitonga dan seluruh jajaran di Kementerian Hukum dan HAM
  • Pimpinan kementerian lembaga atau yang mewakili serta jajarannya, di antaranya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, Kementerian Kesehatan, kementerian Sosial, Bappenas, LNHAM
  • Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, atau yang mewakili
  • Perwakilan pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kota kabupaten, termasuk kanwil hukum dan ham, dinass kesehatan, sosial, pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak, 
  • Sahabat dari negara jiran, Ibu Felicity Lane, 1st secretary di Kedutaan besar Australia
  • Rekan Komisioner Komnas Perempuan, Ibu Rainy Hutabarat
  • Ketua Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (YAKKUM), tokoh gerakan disabilitas, rekan-rekan media, perwakilan lembaga agama, organisasi masyarakat sipil di tingkat lokal, nasional juga internasional
  • serta Ibu Bapak narasumber, penanggap dan tamu undangan di lokasi kegiatan maupun secara online 


Selamat pagi, dan salam Indonesia yang Bhinneka untuk kita semua 

Penuh syukur ke hadirat Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena kita diberikan nikmat sehat dan waktu untuk dapat berkumpul bersama pada hari ini untuk berdiskusi dalam Seminar Nasional Multi Pemangku Kepentingan tentang Upaya perlindungan dari Kekerasan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Psikososial.

Perkenankan saya memulai sambutan ini juga dengan mengucapkan selamat hari Pekerja Migran Sedunia yang setiap tahunnya diperingati pada 18 Desember dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, yang dimulai setiap tahunnya pada Hari internasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan pada 25 November dan berpuncak pada hari HAM, 10 Desember. Pada hari Pekerja Migran Sedunia ini kami di Komnas Perempuan mendorong agar kita semua dapat bekerjasama memastikan implementasi payung hukum yang menegaskan jaminan pelindungan bagi pekerja migran dan keluarganya. Termasuk di dalam upaya ini adalah menyikapi akses migrasi sebagai pekerja dan keluarga dari penyandang disabilitas, maupun atas dampak menjadi penyandang disabilitas yang dihadapi pekerja migran akibat kekerasan ataupun kecelakaan kerja yang dialaminya. 

Minta maaf karena tidak dapat menghadiri secara langsung karena hari ini sedang di Batam, Kepulauan Riau untuk peringatan Hari Pekerja Migran Sedunia. 

Ibu, Bapak, dan rekan-rekan sekalian,

Seminar pada pagi hari ini mengangkat persoalan penyandang disabilitas psikososial yang sangat penting untuk dipahami secara lebih utuh oleh semua pemangku kepentingan baik di jajaran pemerintahan maupun masyarakat. Meski UU Disabilitas telah disahkan 7 tahun lalu melalui UU No. 8 tahun 2016, perubahan paradigma untuk menggunakan hak asasi manusia sebagai cara menyikapi situasi penyandang disabilitas masih menjadi tantangan tersendiri. Apalagi terhadap penyandang disabilitas psikososial yang di dalam UU tersebut dimaknai termasuk dalam kondisi skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; 

Di antara berbagai jenis disabilitas, boleh jadi disabilitas psikososial adalah yang paling sering disalahpahami, distigma dan dijauhi. Spektrum kondisi disabilitas psikososial, kadang tak tampak dan tak terindentifikasi baik, serta kambuh secara episodik turut mempengaruhi peminggiran penyandang disabilitas psikososial dari berbagai interaksi sosial dan juga menjadi alasan menghambat mereka dalam menikmati hak-haknya sebagai manusia. Kondisi ini diperburuk dengan cara penggambaran mereka sebagai sosok yang aneh atau berbahaya bagi masyarakat sehingga mereka bahkan dipasung atau dikucilkan, hidup dalam kondisi serupa tahanan, dan mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan. 

Ibu, Bapak, dan Rekan-rekan sekalian, 

Bagi perempuan penyandang disabilitas psikososial, kerentanan pada kekerasan dan diskriminasi jadi berlipat ganda, karena ia perempuan dan juga karena ia penyandang disabilitas, dan khususnya disabilitas psikososial. Data dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan menunjukkan bahwa sejak tahun 2014 hingga 2022 sekurangnya terdapat 586 pelaporan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan penyandang disabilitas, 34 di antaranya adalah kasus yang dialami perempuan disabilitas psikososial. 

Dalam penanganan kasusnya, kami menemukan bahwa karena sedari awal mereka kerap dianggap tidak cakap hukum sehingga tidak cukup mendapatkan akses untuk dapat menikmati akomodasi yang layak saat berhadapan dengan hukum maupun dukungan pemulihan. Komnas Perempuan mencatat betapa sulitnya perempuan penyandang disabilitas korban kekerasan seksual berproses hukum karena tidak mendapatkan pendampingan, atau juga kesaksiannya tidak diyakini karena dianggap inkonsisten atau berubah-ubah. Bahkan, ada pula yang justru menghadapi siklus kekerasan karena proses penanganan kasus kekerasan seksual seperti perkosaan, justru menempatkan mereka pada kekerasan lainnya, seperti pemaksaan kontrasepsi bahkan pemaksaan sterilisasi. 

Lebih mendalam tentang isu-isu ini tentunya akan dibahas lebih lanjut dalam seminar kita, baik oleh para narasumber maupun penanggap. 

Ibu, Bapak, dan rekan-rekan yang dimuliakan,

Kondisi buruk serupa ini tentunya tidak dapat kita biarkan terus-menerus. Secara khusus, upaya kita untuk memperbaiki kehidupan penyandang disabilitas psikososial dan kerentanan khusus pada kekerasan dan diskriminasi yang dihadapi perempuan penyandang disabilitas psikososial merupakan pelaksanaan amanat Konstitusi pada hak atas kehidupan yang sehat, sejahtera dan bermartabat, bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Juga, merupakan upaya penting dalam menentang penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang keji atau tidak manusiawi. 

Untuk perubahan yang kita harapkan, perlu ada kerja sama yang lebih erat lagi lintas stakeholder. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tentunya turut hadir untuk melaksanakan komitmen bersama ini dalam perannya sebagai LNHAM, terutama melalui tugasnya dalam melakukan pemantauan dan pengkajian, Pendidikan publik dan rekomendasi kebijakan untuk transformasi hukum yang lebih berkeadilan bagi semua, tanpa kecuali. Kami juga yakin bahwa Ibu, Bapak dan Rekan-rekan di dalam kesempatan ini juga memiliki komitmen yang sama, yang telah ditunjukkan dengan berbagai upaya yang telah dilakukan hingga saat ini sehingga sejumlah capaian dimungkinkan sambal mengatasi berbagai tantangan yang hadir dan semakin kompleks dari waktu ke waktu. 

Ibu, Bapak, dan Rekan-rekan yang dimuliakan, 

Seminar hari ini juga pas waktunya mengingat Indonesia akan segera menjelang tahap baru Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP) 2025-2045 dan juga Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Refleksi dari perjalanan kita dalam memajukan pemenuhan hak-hak disabilitas, termasuk disabilitas psikososial, akan menjadi masukan penting dalam menguatkan rencana kerja pembangunan Indonesia. 

Karenanya, besar harapan bahwa seminar hari ini akan menghadirkan butir-butir usulan konkrit yang dapat kita kerjakan bersama ke depan, dengan pembagian peran yang memungkinkan kita silang sumber daya dan saling menguatkan kewenangan yang mendorong perbaikan yang dimaksud dapat terwujud, melalui kerja bersama multi pihak, pemerintah dan masyakarat, dari lokal ,nasional juga dengan kerjasama internasional  

Ibu, Bapak, dan Rekan-rekan yang berbahagia. 

Demikian yang dapat saya sampaikan dalam kesempatan ini. Terima kasih atas perhatiannya. Selamat berdiskusi. Salam Indonesia yang Bhinneka. 


Jakarta, 18 Desember 2023

Andy Yentriyani 

Ketua 



Pertanyaan / Komentar: