Siaran Pers Komnas Perempuan
Bersama KKR Aceh
Perkuat Mekanisme Non-Yudisial dengan Perspektif Keadilan Gender dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Kamis, 9 Maret 2023
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh berpandangan bahwa Negara penting menguatkan pengakuan negara pada tindak kekerasan terhadap perempuan termasuk kekerasan seksual dalam berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang berat masa lalu. “Penguatan perlu dilakukan dengan upaya pengintegrasian perspektif gender dalam kebijakan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, termasuk melalui mekanisme non-yudisial,” jelas Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini dalam diskusi daring pada Kamis (09/03/2023) tentang peluang penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM Berat masa lalu untuk menguatkan peran KKR Aceh.
Bersamaan dengan diskusi juga dilakukan penandatanganan MoU kerjasama Komnas Perempuan dan KKR Aceh untuk 5 (lima) tahun ke depan dalam menguatkan kapasitas kelembagaan Komnas Perempuan dan KKR Aceh dalam mengidentifikasi kekerasan terhadap perempuan, kebutuhan pemulihan korban dalam konteks pelanggaran HAM masa lalu di Aceh, serta dalam upaya pengembangan strategi pemenuhan hak-hak korban.
Upaya non yudisial telah menjadi bagian yang terintegrasi dalam kerja Komnas Perempuan dan KKR Aceh untuk pemulihan dan pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu. “Langkah non yudisial dilakukan dengan mempertimbangkan kemendesakan korban pada pemulihan dan untuk memastikan efektivitas pencegahan keberulangan tindak kekerasan terhadap perempuan dalam konteks pelanggaran HAM yang berat. Ini terutama penting di tengah kebuntuan proses yudisial dan proses hukum yang masih mengabaikan pengalaman perempuan korban” tegas Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani saat memberikan sambutan.
Komnas Perempuan dan KKR Aceh berharap tindak lanjut pernyataan Presiden Jokowi pada Rabu (11/01/2023), mengenai penyelesaian pelanggaran HAM yang berat masa lalu akan memastikan integrasi pengalaman perempuan korban kekerasan dan menguatkan kepemimpinan perempuan. Komnas Perempuan dan KKR Aceh juga merekomendasikan agar pemerintah memastikan mekanisme pelibatan substantif dari publik termasuk kelompok korban dalam penyusunan program pemulihan dan pelaksanaannya, serta pengawasannya.
Berkaitan dengan itu, Komnas Perempuan mendorong pewujudan inisiatif komunitas penyintas dan pendamping untuk mendirikan memorialisasi di Rumoh Gedong, Pidie-Aceh, untuk menegaskan komitmen pada penghapusan kekerasan berbasis gender dalam konteks apa pun.
Secara khusus, tindak lanjut langkah penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu diharapkan untuk turut penguatan kelembagaan KKR Aceh. Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya menyampaikan, “Pemerintah Pusat berkepentingan menerapkan dana APBN untuk mendukung pemulihan korban PHAM melalui KKR Aceh, sekaligus untuk mewujudkan komitmen Pemerintah menjalankan mandat perdamaian dalam MoU Helsinki." Penganggaran menjadi salah satu pembelajaran penting di KKR Aceh mengingat butuh hampir tiga dari kebijakan reparasi mendesak oleh Gubernur berdasarkan rekomendasi KKR Aceh dapat diimplementasikan.
Menyikapi masih adanya kekhawatiran terkait dengan implikasi dari langkah pemerintah pada akses korban untuk mekanisme yudisial, Komnas Perempuan dan KKR Aceh menegaskan bahwa proses hukum perlu dipercepat dan ditindaklanjuti sehingga korban mendapatkan hak atas keadilan.
Narahubung: 0813-8937-1400