...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Memperingati Hari Kemanusiaan Sedunia (19 Agustus 2021)

Siaran Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Memperingati

Hari Kemanusiaan Sedunia, 19 Agustus

Pastikan Perubahan UU Penanggulangan Bencana Menjamin Perlindungan Bagi Pekerja Kemanusiaan Di Masa Pandemi Covid-19 dan Krisis Iklim

Jakarta, 19 Agustus 2021

 

Hari  Kemanusiaan Sedunia 2021 diperingati untuk kedua belas kalinya dan kali ini di tengah-tengah  pandemi Covid-19. Hari Kemanusiaan Sedunia diresmikan oleh PBB pada 2009 sebagai bentuk penghargaan kepada seluruh pegiat kemanusiaan di seluruh dunia. Dilatari peristiwa  pengeboman Hotel Canal, Baghdad, Irak pada 19 Agustus 2003 yang menewaskan 22 relawan kemanusiaan  termasuk Sergio Vieira de Mello, wakil khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Irak. Tujuan peringatan Hari Kemanusiaan Sedunia adalah meningkatkan kesadaran publik untuk menjadi pegiat kemanusiaan dan menyediakan layanan bagi orang-orang yang membutuhkan bantuan. Tema Hari Kemanusiaan Sedunia Tahun 2021 berkaitan dengan upaya-upaya berkejaran dengan krisis iklim dalam solidaritas dengan mereka yang paling membutuhkan dukungan.

Dalam memperingati Hari Kemanusiaan Sedunia 2021, Komnas Perempuan memandang penting untuk menaruh perhatian pada dua persoalan krusial yang dihadapi umat manusia sedunia termasuk di Indonesia, yakni krisis iklim yang berakibat bencana dan pandemi Covid-19. Dalam pemantauan Komnas Perempuan, para pekerja kemanusiaan yang berada di garis terdepan pandemi Covid-19 dan krisis iklim adalah: (1) tenaga kesehatan; (2) pekerja pengada layanan; (3) pegiat ekonomi komunitas yang membangun daya lenting ekonomi perempuan; (4) pembela hak-hak asasi manusia dan (5) pegiat lingkungan hidup; dan (6) pegiat sosial lainnya. Para perempuan pekerja kemanusiaan menghadapi kerentanan berlapis, baik paparan Covid 19 maupun kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Kondisi ini perlu menjadi bagian dalam perubahan UU Penanggulangan Bencana, yang merupakan salah satu agenda prioritas legislasi pada tahun 2021 dan telah dibahas pada tingkat I antara Pemerintah dan DPR RI.

Tenaga kesehatan perempuan mencapai 70 persen dari total tenaga kerja kesehatan secara nasional, dengan profesi sebagai dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan lainnya (Kemenkes, 2019).  Perempuan tenaga kesehatan tak hanya rentan terpapar Covid-19 karena beban kerja berlapis yang mengakibatkan mereka mengalami keletihan fisik dan psikis sementara dalam rumah tangga mereka juga menanggung beban kerja. Rasio jumlah tenaga kesehatan dengan jumlah pasien sangat timpang. Perempuan tenaga kesehatan juga rentan mengalami diskriminasi karena kehadirannya ditolak komunitas tempatnya bermukim. Dalam kondisi sedemikian, perempuan tenaga kesehatan tak hanya membutuhkan insentif berupa uang, makanan suplemen atau vitamin, melainkan juga bantuan konseling untuk pemulihan psikis atau trauma. 

Terkait perempuan pembela HAM (PPHAM), Catatan Tahunan (CATAHU) 2021 Komnas Perempuan mencatat sebanyak 36 kasus dalam bentuk ancaman, kekerasan verbal, kekerasan fisik termasuk pemukulan, penyerangan kantor organisasi, pelecehan seksual, kriminalisasi, hingga tuduhan perselingkuhan terhadap PPHAM. Jumlah meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencatat 5 kasus. Pemantauan Komnas Perempuan tentang pemberitaan PPHAM di portal berita daring dalam rentang 2015-2015 mencatat kriminalisasi terhadap PPHAM sebagai kasus terbanyak (161 kasus).  Termasuk di dalamnya adalah PPHAM yang juga pegiat lingkungan dimana mereka rentan dikriminalisasi, persekusi, kekerasan, intimidasi dan ancaman mengingat dalam konflik sumber daya alam, konflik agraria dan tata ruang mereka berhadapan dengan ragam kekuasaan.

Pegiat sosial khususnya relawan dalam konteks bencana alam perlu mendapat penguatan kapasitas agar mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan perspektif gender dan kelompok rentan seperti perempuan penyandang disabilitas, lansia, anak perempuan dan orang sakit. Pemantauan Komnas Perempuan saat bencana alam di Sumba- NTT menemukan bahwa para pegiat sosial bekerja  berdasarkan dorongan hati nurani dan mengakui bahwa mereka tidak memiliki pembekalan perspektif gender dan kelompok rentan maupun pengetahuan dan ketrampilan mitigasi bencana yang dibutuhkan. Di sisi lain, para pegiat sosial juga membutuhkan dukungan psikis karena menghadapi medan layanan yang keras dan paparan trauma.

Pada saat ini, perlindungan pada pekerja kemanusiaan masih sangat minim. Aspek ini tidak menjadi perhatian pada UU No. 24 Tahun 2007. Bahkan perlindungan bagi pekerja kemanusian di dalam UU ini hanya disebutkan dalam mengatur tentang peran lembaga internasional. Sementara itu, untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam penanganan bencana terdapat Peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana. Peraturan ini perlu diperkuat di dalam UU dan juga mengadopsi perspektif interseksionalitas yang mengakomodir diskriminasi berlapis yang dihadapi perempuan karena latar belakangnya yang beragam. Agenda perubahan UU Penanggulangan Bencana dalam prolegnas 2021 karenanya menjadi peluang penting yang perlu digunakan untuk perbaikan kondisi kerangka hukum ini.

Sementara itu di tingkat internasional terdapat Rekomendasi Umum CEDAW No. 37 tentang Dimensi Pengurangan Risiko Bencana Terkait Gender Dalam Konteks Perubahan Iklim. Rekomendasi ini menyatakan bahwa negara pihak harus menjamin semua kebijakan, perundang-undangan, perencanaan, program, anggaran, strategi dan kegiatan-kegiatan lain terkait pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim berperspektif gender. Dan bekerja berdasarkan tiga prinsip utama HAM yakni: (1) kesetaraan dan non diskriminasi; (2) partisipasi dan pemberdayaan; (3) akuntabilitas dan akses kepada keadilan.

Sehubungan dengan kondisi kerentanan-kerentanan tersebut di atas dan peluang yang tersedia, maka dalam rangka Hari Kemanusiaan Sedunia 2021, Komnas Perempuan merekomendasikan:

1.   DPR RI agar a) menguatkan integrasi perspektif gender dengan perspektif interseksionalitas dan perlindungan bagi pekerja kemanusiaan dalam revisi UU Penanggulangan Bencana; b) memastikan anggaran yang cukup untuk mendukung kerja kemanusiaan; dan c) melakukan pengawasan pada implementasinya.

2.    KPPPA agar (1) menguatkan integrasi perspektif gender dan perlindungan bagi pekerja kemanusiaan dalam revisi UU Penanggulangan Bencana, (2) membekali relawan sosial di wilayah bencana dengan perspektif gender, kelompok rentan serta ketrampilan yang dibutuhkan, dan (3) memperkuat dukungan bagi pelaksanaan peran pendamping korban dan pekerja pengada layanan di kondisi bencana.

3.    Satgas Covid-19 agar (1) melibatkan perempuan dalam satuan tugas dan mengintegrasikan kebutuhan khusus perempuan, lansia dan kelompok rentan; (2) memperkuat data terpilah perempuan, laki-laki, lansia, penyandang disabilitas penerima vaksin Covid-19 tahap satu dan dua serta terkait pihak terpapar dan meninggal sebagai bahan penyusunan kebijakan.

4.  Kementerian Kesehatan agar (1) menjamin perlindungan para tenaga kesehatan dengan memberi insentif regular  di semua rumah sakit pemerintah dan swasta serta puskesmas tanpa penundaan pembayaran; (2) menyediakan ruang istirahat yang layak di lingkungan terdekat bagi tenaga kesehatan yang mengalami  keletihan saat bekerja; (3) menyediakan layanan konseling bagi tenaga Kesehatan yang mengalami trauma atau pemulihan psikis; (4) mengatur shif kerja agar para tenaga Kesehatan dapat beristirahat memulihkan fisik dan psikis  saat  jumlah pasien melonjak.  

5.   Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) agar (1) memastikan dan menguatkan integrasikan perspektif gender dan kelompok rentan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana termasuk dalam kerja pusat data dan informasi bencana, layanan psikososial, pengelolaan dapur umum, posko dan tempat pengungsian; (2) memperkuat koordinasi lintas kementerian/lembaga terkait. 

6.  Aparat Penegak Hukum agar (1) menghentikan kriminalisasi terhadap pekerja kemanusiaan khususnya pegiat lingkungan dan WHRD; (2) memberikan jaminan keamanan dalam upaya pembelaan HAM termasuk untuk tidak menggunakan kekerasan terhadap aksi damai; (3) mencegah dan menghentikan penyerangan terhadap kantor organisasi dan pertemuan damai terkait kerja kemanusiaan.

7.  Media dan Masyarakat Sipil agar terus memberi pengakuan dan dukungan bagi kerja-kerja kemanusiaan para pekerja kemanusiaan dan memberikan perhatian khusus pada kerentanan perempuan pekerja kemanusian dan pembela HAM.

 

 

Narasumber:

Rainy M Hutabarat

Siti Aminah Tardi

Retty Ratnawaty

Andy Yentriyani

 

 

Narahubung

Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)


Pertanyaan / Komentar: