Siaran
Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan Memperingati Hari Masyarakat Adat
Internasional
Menjamin Pelibatan Penuh Perempuan Adat Dalam Pembangunan Infrastruktur,Tata
Ruang dan Konflik Sumber Daya Alam
Jakarta, 09 Agustus 2021
Hari ini, 9 Agustus dunia memperingati Hari Masyarakat Adat Sedunia atau International Day of
the World’s Indigenous Peoples, yang dibuat khusus PBB untuk menandai pengukuhan Kelompok Kerja Masyarakat Adat (1982) dan
diperingati sejak
Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (The
United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples) pada 13
September 2007.
Deklarasi PBB tersebut merupakan hasil kerja kemitraan global lima lembaga di
bawah payung PBB, yakni The International Labour Organization (ILO), The Office of The High Commissioner for Human Rights (OHCHR), The UN Development Programme (UNDP), The
UN Children’s Fund (UNICEF) dan the UN Population Fund (UNFPA) yang kemudian terbentuk menjadi The United Nations-Indigenous Peoples’ Partnership
(UNIPP) dengan mandat khusus mempromosikan hak masyarakat adat
dalam pembangunan di tingkat negara.
Deklarasi ini merupakan bentuk pengakuan bahwa masyarakat
adat di seluruh dunia telah mengalami
penderitaan dan sejarah ketidakadilan akibat penjajahan maupun perampasan atau pengalihan tanah adat
untuk pembangunan infrastruktur, pertambangan, tanaman industri dan lainnya.
Pengambilalihan tanah-tanah adat untuk tujuan-tujuan ini berakibat buruk
bagi keberlangsungan masyarakat adat terutama perempuan sebagai perawat dan
pengelola tanah adat yang menjadi sumber pangan, pengetahuan perempuan
(pengobatan, pemuliaan benih, dan ritual budaya-agama). Pengalihan tanah adat
juga tanpa pelibatan masyarakat adat dan berdampak terhadap hilangnya keragaman
hayati, sumber daya alam lainnya khususnya air bersih dan hutan sebagai
paru-paru dunia dan benteng pencegah perubahan iklim ekstrim. Dunia mengakui
bahwa masyarakat adat yang terdiri dari 2.359 komunitas adat di seluruh dunia
merupakan penjaga garda terdepan kawasan hutan dunia dan merupakan bagian integral dari peradaban dunia.
Dalam konteks Indonesia, masyarakat adat telah ada jauh sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Masyarakat adat turut membentuk keindonesiaan yang menempatkan Indonesia sebagai satu negara bangsa paling majemuk diantara negara-negara di
dunia. Meski demikian, masih terdapat sejumlah hambatan terhadap
pengakuan, penghormatan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat. Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 telah menyatakan komitmen negara untuk mengakui, memenuhi dan melindungi masyarakat adat yakni “Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia” (Pasal 18B ayat 2) dan hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati seturut perkembangan zaman dan peradaban (Pasal 28I ayat 3).
Komnas Perempuan mencatat sejumlah permasalahan didalam
pengakuan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat. Pertama, pengakuan akan eksistensi dan hak-hak
masyarakat adat masih diperdebatkan, yang nampak dari alotnya pengesahan RUU Masyarakat Adat yang sejatinya merupakan wujud tanggung jawab negara untuk pemenuhan, perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat. Kedua, pemantauan Komnas Perempuan mencatat dalam konflik SDA dan
Tata Ruang, negara menggunakan cara-cara kekerasan dan tidak menghormati
hak-hak ulayat masyarakat adat atas sumber daya alam. Negara tidak memastikan
penerapan prinsip-prinsip HAM dan Bisnis kepada para perusahaan yang bekerja di
ruang hidup masyarakat adat. Ketiga, proses-proses pembangunan dan
penyelesaian konflik tidak melibatkan perempuan adat dan negara tidak membangun
mekanisme khusus untuk keterlibatan perempuan adat dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi program-program pembangunan. Keempat, Komnas perempuan menemukan terjadi pemiskinan dan penyingkiran sistemik perempuan adat
dalam konflik-konflik sumber daya alam atas nama percepatan pembangunan dalam mendorong investasi dan
proyek strategis
nasional, yang berdampak pada semakin rentannya
perempuan adat mendapatkan diskriminasi.
Dalam rangka memperingati Hari Masyarakat Adat Sedunia
2021, Komnas Perempuan merekomendasikan:
- Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI untuk:
1.1 Membangun mekanisme partisipasi signifikan bagi perempuan adat dalam proses perencanaan pembangunan;
1.2 Mengembangkan perspektif berkelanjutan dalam pembangunan
nasional di antaranya dengan mengadopsi kearifan masyarakat adat dalam tata ruang pembangunan untuk
menjaga keanekaragaman hayati sebagai kekayaan nasional dan global yang
berharga;
1.3 Menjalankan RAN HAM untuk
masyarakat adat sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan masyarakat adat.
- DPR
RI segera membahas dan mengesahkan
RUU Masyarakat Adat dengan mengedepankan pengakuan, penghormatan dan pelindungan
hak masyarakat adat.
- Kepolisian
RI dalam penyelesaian konflik yang melibatkan masyarakat adat agar:
3.1 Mengacu kepada RAN P3AKS dalam penyelesaian konflik sumber
daya alam;
3.2 Penyelesaian konflik sumber daya alam sejalan
dengan UU Agraria.
- Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar mengembangkan kebijakan
strategis yang merawat keragaman hayati sebagai kekayaan nasional
- Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan agar mengintegrasikan perlindungan
budaya-budaya masyarakat adat dalam strategi kebudayaan.
Narasumber
Dewi Kanti
Rainy Hutabarat
Siti Aminah Tardi
Olivia Salampessy
Narahubung
Chrismanto
Purba (chris@komnasperempuan.go.id)