“Penting Mengawal Percepatan Pelaksanaan Kesetaraan Gender
& Pemenuhan HAM Perempuan Lintas Isu”
Jakarta, 29 November 2024
The Asia-Pacific Ministerial Conference on BPfA+30 Review yang berlangsung di Bangkok (17-22 November 2024) dihadiri 47 delegasi negara terdiri dari 1.200 peserta, yang mana di antaranya terdapat sekitar 300 perwakilan organisasi masyarakat sipil dari berbagai latar belakang fokus gerakan termasuk kelompok rentan (penyandang disabilitas, minoritas seksual, masyarakat adat), kelompok kaum muda, akademisi, kelompok swasta untuk mengevaluasi capaian dan merumuskan langkah prioritas ke depan dalam mengimplementasikan kesetaraan gender secara inklusif dengan berbagai interseksinya serta pemenuhan HAM perempuan.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) terlibat penuh dalam diskusi konsultatif organisasi-organisasi masyarakat sipil di Asia Pasifik, maupun saat pelaporan dan reviu atas BPfA+30. Ada lima tema piroritas yang dibahas dalam diskusi konsultatif organisasi-organisasi masyarakat sipil yakni (1) Krisis Iklim; (2) Digitalisasi; (3) Keuangan; (4) Perempuan, Perdamaian dan Keamanan (Women, Peace, Security) dan (5) Kesehatan Seksual dan Reproduksi.
Pendekatan interseksional dengan perhatian khusus pada kelompok rentan (penyandang disabilitas, lansia, minoritas seksual, penyandang HIV/AIDS dan masyarakat adat) dan representasi substantif serta kerentanan berbasis gender ditekankan dalam diskusi kelima isu bahasan. Komnas Perempuan memberikan perhatian serius pada isu terutama yang terkait paut dengan rencana strategis saat ini dan ke depan dan kaitannya dengan situasi di Indonesia, di antaranya krisis iklim dan dampak khas terhadap perempuan, care economy (ekonomi perawatan) dimana dibutuhkan pengakuan dan perlindungan terhadap perempuan pekerja, seperti perempuan pekerja rumah tangga, perempuan pekerja tak berbayar (unpaid women workers), perempuan pekerja rumahan; isu ancaman terhadap demokrasi dan gerakan anti gender dan HAM akibat menguatnya fundalmentalisme, militerisme dan kekerasan di Asia Pasific terutama Asia Tenggara yang merentankan perempuan terhadap berbagai kekerasan berbasis gender termasuk Perempuan Pembela HAM dan femisida; isu digitalisasi yang berinterseksi dengan krisis iklim, penguatan ekonomi perempuan dan penghapusan gender digital gap, keamanan data pribadi, dan kekerasan berbasis gender siber. Negara-negara dengan agama masih melekat kuat, menyuarakan tuntutan penghapusan Pemotongan Pelukaan Genital Perempuan (P2GP) dan undang-undang keluarga.
Dalam laporannya, Indah Nuriah Savitri dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyampaikan sejumlah capaian di antaranya peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik meski masih belum memenuhi kuota 30 persen dan dikeluarkannya payung hukum Undang-Undang No. 12 Tahun 2024 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Terkait rencana aksi ke depan, Indonesia akan berfokus kesetaraan gender dan pemenuhan HAM, antara lain pada konteks krisis iklim dan penyikapan terhadap kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan anak perempuan, juga peningkatan partisipasi politik dan kepemimpinan perempuan serta upaya mendorong kemerdekaan Palestina dan dukungan negara-negara sedunia.
Dalam catatan Komnas Perempuan, BPfA+30 kurang menyoroti hukuman mati dan pelanggaran HAM berat.
Narasumber:
1. Maria Ulfah Anshor
2. Rainy Hutabarat
Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)