...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Peringatan Hari Buruh Internasional 2021 (1 Mei 2021)

Siaran Pers Peringatan Hari Buruh Internasional 2021

 

Menguatnya Kerentanan Berlapis yang Dialami Perempuan Pekerja dan Pemimpin Buruh

Di Masa Pandemi COVID-19 dan Pasca Pengesahan UU Cipta Kerja

 

Jakarta, 1 Mei 2021

 

 

Pada peringatan Hari Buruh Internasional 2021 ini, Komnas Perempuan memberi perhatian serius pada situasi perempuan pekerja dan pemimpin buruh terutama akibat dampak pandemi. Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung lebih dari satu tahun, membuat situasi pekerja dan para perempuan pemimpin serikat pekerja/buruh kian menantang. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mencatat di seluruh dunia, setidaknya 255 juta orang kehilangan pekerjaan penuh waktu, angka ini jauh lebih tinggi dari PHK masal yang terjadi pada saat krisis ekonomi global di 2009. Sementara itu di Indonesia, Badan Pusat Statistik mencatat dari 29, 12 juta penduduk usia kerja, 2,56 juta kehilangan pekerjaan dan 24, 03 juta penduduk yang bekerja mengalami pengurangan jam kerja.

 

Bagi perempuan pekerja, ancaman kehilangan pekerjaan, pengurangan jam kerja, kriminalisasi dan dikecualikan dari program jaringan pengaman sosial di masa Pandemi; berkelindan dengan beban ganda dan risiko berhadapan dengan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, sebagaimana temuan Komnas Perempuan dari Kajian Implementasi Kebijakan PSBB dan Dampaknya Pada Hak Konstitusional Perempuan. Situasi ini berkontribusi pada semakin menantangnya upaya pembelaan hak-hak buruh perempuan yang berujung pada kriminalisasi yang dialami oleh perempuan-perempuan pemimpin serikat pekerja. Dua kasus kriminalisasi dialami oleh Nining Elitos (Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia/KASBI) dan Aan Aminah (Ketua Federasi Serikat Buruh Militan/F-Sebumi). Mereka dikriminalisasi karena menyampaikan pendapat untuk menuntut pemenuhan dan perlindungan hak-hak buruh.

 

Lebih jauh lagi, lapisan persoalan tersebut bertambah dengan disahkannya Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU ini membuka peluang dikuranginya standar kerja layak dan perlindungan substantif untuk perempuan pekerja. Pengurangan perlindungan tersebut antara lain dalam bentuk penurunan standar perlindungan upah dan standar hidup layak dalam pengupahan, potensi jam kerja yang makin panjang, status kerja yang semakin fleksibel dengan skema upah satuan waktu dan/atau satuan hasil, diskriminasi terhadap pekerja disabilitas, dan potensi kemunduran perlindungan pada pekerja migran Indonesia.

 

Sementara itu, Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan (CATAHU) Komnas Perempuan pada kurun 2017-2020 masih merekam situasi perempuan pekerja yang belum menikmati dunia kerja yang bebas dari kekerasan, pelecehan dan diskriminasi. Pada 2020, setidaknya 64 pengaduan langsung kasus kekerasan terhadap perempuan di tempat kerja. Perempuan pekerja masih mengalami pelanggaran hak maternitas (pembatasan cuti hamil dan melahirkan, pengabaian cuti haid, dan ketiadaan fasilitas kesehatan reproduksi dan menyusui), bekerja dengan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang buruk, kekerasan dan pelecehan seksual, PHK terhadap perempuan hamil. Sementara bagi pekerja sektor informal seperti Pekerja Rumah Tangga masih belum dilindungi secara hukum dan dikecualikan dari standar kerja layak. Situasi perempuan pekerja migran pada masa pandemi juga tidak kalah mirisnya. Mereka harus berjibaku dengan penambahan beban kerja, kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan, bantuan hukum dan bantuan sosial, kehilangan waktu libur, penahanan pembayaran gaji dan kehilangan pekerjaan serta pemulangan tanpa perlindungan yang optimal.

 

Komnas Perempuan kembali mengingatkan bahwa hak atas pekerjaan yang layak serta perlindungan substantif di dalamnya, dijamin oleh Konstitusi UUD NKRI tahun 1945. Pasal 27 Ayat (2) mengatur bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, sementara Pasal 28D ayat (2) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” dan Pasal 28I ayat (2) bahwa “Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Peraturan Perundang-Undangan lainnya juga telah memuat pemenuhan perlindungan bagi pekerja dan perempuan pekerja, yakni UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pekerja Migran Indonesia, dan UU tentang Ketenagakerjaan.

 

Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 7 Tahun 1984, juga secara tegas menyatakan bahwa “Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di lapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak yang setara atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan” (Pasal 11). Selaras dengan itu Konvenan Internasional mengenai Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang RI No. 11 tahun 2005 juga memperkuat perlindungan dan pemajuan hak perempuan pekerja. 

 

Pada konteks perlindungan perempuan pemimpin buruh yang dikategorikan sebagai Perempuan Pembela HAM, sejatinya Negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan sebagaimana diatur dalam Deklarasi Pembela HAM Pasal 12 ayat (2) yang berbunyi: “Negara harus mengambil langkah-langkah yang penting untuk memastikan perlindungan oleh pejabat yang berwenang terhadap setiap orang, secara individu dan bersama-sama dengan orang lain, terhadap segala kekerasan, ancaman, pembalasan secara de facto atau de jure yang menimbulkan diskriminasi atau tindakan sewenang-wenang lainnya sebagai akibat dari atau pelaksanaan haknya secara sah sebagaimana dimaksud dalam Deklarasi saat ini”.

 

Menyikapi situasi perempuan pekerja dan perempuan pemimpin buruh saat ini, pada Peringatan Hari Buruh Internasional 2021, Komnas Perempuan menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada:

 

1.  Pemerintah untuk memberi perhatian khusus terhadap kerentanan perempuan pekerja semasa pandemi COVID-19, termasuk dengan menyediakan skema bantuan sosial khusus perempuan pekerja lintas sektor dan lintas negara dalam program jaring pengaman sosial;

 

2.  Aparat penegak hukum agar mengedepankan sikap persuasif dan penghormatan dalam merespon ekspresi kelompok buruh dalam berkumpul dan menyampaikan pendapat mereka, serta menghentikan kriminalisasi terhadap pimpinan dan aktivis buruh;

 

3.  DPR RI dan Pemerintah untuk meninjau ulang dan mengkoreksi UU Cipta Kerja dan Peraturan Pelaksana UU Cipta Kerja sebab berpotensi pada pengurangan daya pelaksanaan tanggungjawab negara dalam pemenuhan hak-hak konstitusional, terutama untuk mengatasi kerentanan perempuan pekerja dari eksploitasi, diskriminasi dan kekerasan;

 

4.  Pemerintah pusat dan daerah agar memastikan penyediaan layanan bagi pekerja migran Indonesia baik yang masih bekerja di luar negeri, maupun yang sedang atau sudah dalam proses repatriasi untuk keselamatan dan kesehatan mereka selama pandemi COVID-19 ini;


5.  Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk lebih tanggap terhadap kepentingan dan kesentosaan perempuan pekerja dengan segera meratifikasi Konvensi ILO 183 tentang Perlindungan Hak Maternitas, Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT, Konvensi ILO 177 tentang Kerja Rumahan dan Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, serta membahas dan mengesahkan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual;

 

6.  Pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar hak maternitas dan membiarkan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.

 

 

Kontak Narasumber

1. Tiasri Wiandani

2. Theresia Iswarini

3. Satyawanti Mashudi

4. Rainy Maryke Hutabarat

5. Olivia Ch. Salampessy

 

 

Narahubung

Chrismanto Purba (chris@komnasperempuan.go.id)



Pertanyaan / Komentar: