...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan Refleksi 41 Tahun Ratifikasi CEDAW dalam Kebijakan Nasional

Jakarta, 24 Juli 2025



Tahun ini menandai 41 tahun sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1984. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memaknai momentum ini sebagai pengingat penting atas komitmen negara untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, sekaligus memastikan pelaksanaan pelaporan berkala kepada Komite CEDAW.

 

Sejak 1984, Indonesia telah menyampaikan delapan laporan berkala. Laporan Berkala ke-IX dijadwalkan untuk diserahkan pada November 2025 sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan 16 pasal substantif CEDAW dan berbagai rekomendasi umum dari Komite. Komnas Perempuan menekankan pentingnya pelibatan bermakna masyarakat sipil dan lembaga HAM dalam penyusunan laporan ini, serta dalam menindaklanjuti 60 rekomendasi Komite CEDAW atas Laporan Berkala ke-VIII yang disampaikan pada 2021.

 

Dalam refleksi tahunannya, Komisioner Komnas Perempuan, Sondang Frishka, menyatakan bahwa Komnas Perempuan mencermati sejumlah tantangan serius dalam implementasi prinsip dan norma CEDAW. Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2024 menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih tinggi dan cenderung meningkat, khususnya terhadap perempuan pekerja di sektor-sektor rentan seperti pekerja rumah tangga, pekerja migran, dan pekerja informal lainnya. Selain itu, fenomena delay in justice memperparah kerentanan korban dalam mengakses keadilan, ditambah ketiadaan sistem pemulihan yang komprehensif bagi korban.

Di tengah kebutuhan mendesak akan penguatan kerangka hukum nasional, Sondang Frishka, menambahkan bahwa beberapa regulasi yang krusial justru mengalami stagnasi atau bahkan mundur dari prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi. RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang telah diperjuangkan selama hampir dua dekade belum juga disahkan, ditambah belum adanya pembahasan revisi UU Perkawinan yang adil gender sebagaimana direkomendasikan oleh Komite CEDAW menanggapi laporan periodik Indonesia yang terakhir (ke-8).

Komnas Perempuan juga menyayangkan masih adanya kesalahpahaman terhadap prinsip kesetaraan substantif dalam CEDAW, khususnya di kalangan aparatur negara. “Tantangan terhadap prinsip kesetaraan juga muncul dalam ruang-ruang kebijakan dan legislasi,” ujar Komisioner Yuni Asriyanti. Ia mencontohkan pernyataan dalam sidang Mahkamah Konstitusi terkait judicial review Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3), yang menunjukkan pemahaman yang keliru tentang kesetaraan substantif. 

 

“Kesetaraan substantif bukan sekadar memberikan peluang yang sama, tetapi juga menuntut tindakan afirmatif untuk memperbaiki ketimpangan struktural yang telah mengakar,” tegasnya.

 

Komnas Perempuan juga menyoroti pernyataan dalam sidang pengujian UU TNI yang menyebut ibu rumah tangga tidak memiliki legal standing. Pernyataan ini mencerminkan bias struktural yang merendahkan kapasitas hukum perempuan dan bertentangan dengan mandat CEDAW, yang mewajibkan negara menghapus diskriminasi di semua bidang, termasuk dalam pengakuan hukum dan akses keadilan.

 

Lebih lanjut, Komnas Perempuan menekankan pentingnya menjadikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sebagai instrumen untuk memperkuat implementasi CEDAW. Tujuan 5 tentang Kesetaraan Gender, Tujuan 10 tentang Pengurangan Ketimpangan, dan Tujuan 16 tentang Perdamaian, Keadilan, serta Kelembagaan yang Kuat menjadi kerangka penting. Dalam implementasinya, tidak cukup hanya dipahami sebagai keterlibatan formal, tetapi juga harus mencakup partisipasi bermakna perempuan dalam pengambilan keputusan di semua tingkat, termasuk dalam perumusan kebijakan dan pengawasan legislasi.

 

Komisioner RR Sri Agustin menyampaikan Komnas Perempuan mendorong negara perlu mempercepat pelaksanaan kewajiban dan komitmennya dalam CEDAW, termasuk dengan menyelaraskan regulasi nasional dengan prinsip-prinsip konvensi, menjamin perlindungan hukum bagi perempuan dan kelompok rentan, serta memastikan proses pelaporan dilakukan secara inklusif dan akuntabel. Reformasi kebijakan harus ditopang oleh pendekatan berbasis hak asasi manusia dan analisis gender yang menyeluruh, agar Indonesia tidak hanya memenuhi kewajiban formal sebagai negara pihak, tetapi juga sungguh-sungguh mewujudkan kehidupan yang setara, adil, dan aman bagi perempuan. 

 

Dalam konteks ini, untuk memastikan kesetaraan dan keadilan gender, Indonesia perlu memprioritaskan kembali adanya kebijakan payung mengenai Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG), sebagaimana telah direkomendasikan secara konsisten oleh Komite CEDAW sebagai langkah krusial untuk diterapkannya prinsip-prinsip CEDAW yaitu Non Diskriminasi, Kesetaraan Substantif dan Kewajiban Negara dalam semua kebijakan nasional.

Komnas Perempuan akan terus menjalankan mandat konstitusionalnya untuk memastikan negara menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi perempuan, termasuk dalam pelaksanaan CEDAW sebagai bagian dari pilar hak asasi manusia internasional.

Narahubung: Elsa Faturahmah (081389371400)


Pertanyaan / Komentar: