...
Siaran Pers
Siaran Pers Komnas Perempuan tentang Diskusi Publik Resolusi PBB A/HRC/RES/53/1 tentang Menentang Kebencian Berbasis Agama yang memuat Penghasutan Untuk Melakukan Diskriminasi, Permusuhan atau Tindakan Kekerasan

Jakarta, 29 September 2023

 

 

Komnas Perempuan pada Jumat (29/9/2023) menyelenggarakan Diskusi Publik membahas Resolusi PBB A/HRC/RES/53/1 tentang Menentang Kebencian Berbasis Agama yang memuat Penghasutan  Untuk Melakukan Diskriminasi, Permusuhan atau Tindakan Kekerasan.

 

Pada 12 Juli 2023 PBB telah mengeluarkan resolusi A/HRC/RES/53/1 tentang Menentang Kebencian Berbasis Agama  yang Memuat Penghasutan Untuk Melakukan Diskriminasi, Permusuhan serta Tindakan Kekerasan. Resolusi ini lahir bertepatan dengan sidang reguler  ke-53 yang dilakukan Dewan Hak Asasi Manusia dengan mengadopsi 30 resolusi dan mengadakan debat mendesak tentang kebencian terhadap agama. Resolusi ini diadopsi dan direvisi secara lisan melalui pemungutan suara yang tercatat yaitu 28 setuju dan 12 negara menentang resolusi, dan 7 abstain.[1] Indonesia termasuk menjadi salah satu negara yang mendukung resolusi ini. 

Sebagaimana dipaparkan oleh Komisioner Komnas Perempuan, Dewi Kanti Resolusi A/HRC/RES/53/1 menyatakan antara lain mengecam dan menolak keras segala bentuk dukungan atau manifestasi  kebencian keagamaan, perlunya meminta pertanggungjawaban pihak-pihak yang bertanggung jawab serta menjalankan kebijakan terkait penodaan agama ini secara adil dan akuntabel.  

Komnas Perempuan mencatat beberapa kasus-kasus yang telah diputuskan sebagai penodaan agama, namun dalam pandangan Komnas Perempuan putusan-putusan itu dipaksakan karena adanya dukungan publik yang besar atau dorongan politik identitas tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang pengaturan penodaan agama tidak dijalankan secara adil dan akuntabel.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menyampaikan bahwa Komnas Perempuan memandang penting untuk mendapatkan masukan-masukan dari berbagai pihak guna pengayaan dan pendalaman mengenai isu-isu yang terkait antara lain mengenai ujaran kebencian, hak kebebasan berekspresi, hak kebebasan beragama, termasuk pada penggunaan regulasi penodaan agama yang memiliki keragaman pengaturan dan kontradiksi dengan Pasal 19 dan 20 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Komnas Perempuan juga memandang penting untuk melihat dalam konteks situasi di nasional, salah satunya regulasi yang terkait dengan ujaran kebencian, penodaan agama yang juga memiliki dampak kerentanan secara khas pada perempuan, termasuk kerentanan pemidanaan. Sebagaimana telah terjadi pada beberapa kasus penodaan agama yang dialami oleh perempuan, yang rentan menjadi korban berlapis.

Di akhir pemaparannya, Komnas Perempuan merekomendasikan a) membuka ruang-ruang dialog lebih lanjut terkait resolusi A/HRC/RES/53/1 tentang Menentang Kebencian Berbasis Agama  yang Memuat Penghasutan Untuk Melakukan Diskriminasi, Permusuhan serta Tindakan Kekerasan, untuk mencermati isu-isu kritis yang penting disikapi bersama di tingkat nasional dan internasional; b) Menggunakan pembelajaran dari kondisi-kondisi empirik di Indonesia, khususnya pengalaman khas perempuan minoritas agama/kepercayaan menghadapi intoleransi, dalam mengkontekstualisasi resolusi dalam kerangka kebijakan di tingkat nasional dan  c) Memastikan jaminan pada hak-hak konstitusional warga terpenuhi dan berperspektif keadilan gender melalui pengaturan yang dimaksudkan untuk mengakhiri hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan dan/atau kekerasan berbasis agama/keyakinan. 

Dalam diskusi ini Komnas Perempuan melibatkan ahli hukum dan HAM, serta pakar hukum tata negara dan perwakilan dari Pemerintah Indonesia untuk memberikan pandangan-pandangan dalam melihat dampak, serta upaya-upaya untuk mengatasinya. Dari Diskusi ini pula Komnas Perempuan merekomendasikan kepada Pemerintah untuk terus melakukan pendalaman-pendalaman guna melakukan identifikasi dan pendalaman akar persoalan pada kebencian terhadap agama yang memuat hasutan untuk diskriminasi dan kekerasan, sehingga dapat mengurangi risiko pada penikmatan hak-hak yang dijamin dalam konstitusi, dan instrumen HAM. 

 

Narasumber:

  1. Andy Yentriyani
  2. Veryanto Sitohang
  3. Dewi Kanti

 

Narahubung: Elsa (0813-8937-1400)

 


Pertanyaan / Komentar: