Jakarta, 6 Februari 2024
Komnas Perempuan mendorong upaya penghapusan
praktik Perlukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan (P2GP) secara sistematis
dan terkoordinasi melalui pelibatan berbagai stakeholder dan elemen masyarakat
yang berfokus pada hak asasi manusia, kesetaraan gender, pendidikan seksual
komprehensif, dan perhatian terhadap kebutuhan perempuan dan anak perempuan
yang menderita akibat dari praktik tersebut. Sejak 2016, PBB berupaya
menghilangkan praktik P2GP dan akan sepenuhnya dikawal hingga tahun 2030 sesuai dengan semangat SDGs (Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan) goal 5 yaitu Gender dengan menggunakan tema global Ending Female Genital
Mutilation By 2030. Sedangkan tema peringatan hari penghapusan P2GP tahun 2024 adalah: Her Voice. Her Future. Investing in Survivors-Led
Movements to End Female Genital Mutilation (Suaranya. Masa Depannya.
Berinvestasi dalam Gerakan yang Dipimpin oleh Korban untuk Mengakhiri Mutilasi
Alat Kelamin Perempuan).
“Peringatan hari Anti P2GP atau sering dikenal dengan
sunat perempuan tahun 2024 dimaksudkan pada upaya penghapusan praktik P2GP dengan memusatkan pada penciptaan
lingkungan di mana anak perempuan dan perempuan dapat menggunakan kekuasaan dan
pilihan mereka, menikmati hak penuh atas kesehatan, pendidikan, dan keselamatan,” kata Satyawanti Mashudi, Komisioner Komnas Perempuan.
Lebih lanjut, Komisioner Komnas Perempuan Alimatul
Qibtiyah mengungkapkan bahwa penciptaan lingkungan tersebut dimungkinkan melalui investasi dalam inisiatif yang
dipimpin oleh para penyintas P2GP yang menentang norma-norma gender dan sosial
yang merugikan. Suara dan tindakan mereka dapat mengubah norma sosial dan bias gender yang mengakar, sehingga
memungkinkan anak perempuan dan perempuan menyadari hak dan potensi mereka
dalam hal kesehatan, pendidikan, pendapatan, dan kesetaraan.
Berdasarkan catatan PBB, selama tiga dekade terakhir, prevalensi Female Genital
Mutilation/FGM (di Indonesia dikenal dengan P2GP) telah menurun secara global. Saat ini, sepertiga anak perempuan lebih kecil
kemungkinannya untuk mengalami FGM dibandingkan 30 tahun yang lalu. Penurunan yang
lamban ini disebabkan antara lain karena adanya krisis kemanusiaan seperti wabah penyakit, perubahan iklim, dan konflik bersenjata. Pada tahun 2024, hampir 4,4 juta
anak perempuan – lebih dari 12.000 setiap hari – berisiko mengalami praktik ini
di seluruh dunia. Hal ini diprediksi meningkat
menjadi 4.6 juta di tahun 2030 jika upaya untuk
mengakhiri praktik ini tidak intensif. UNFPA memperkirakan akan dibutuhkan 2,75 miliar USD untuk mengakhiri praktik ini
pada tahun 2030 di 31 negara prioritas.
“Di Indonesia
sendiri, hasil Survey pengalaman Hidup (SPHPN) 2021 memperlihatkan bahwa masih
terjadi praktik P2GP pada perempuan usia 19-45 tahun sebanyak 21, 6%, sedangkan yang melakukan
secara simbolis sebanyak 33, 1%,” jelas Theresia Iswarini,
Komisioner Komnas Perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor
menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia melalui
KPPPA telah menyusun Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pencegahan P2GP pada
tahun 2021. Dalam RAN tersebut memuat peran dan tugas masing-masing pihak
seperti Kementrian/Lembaga, Organisasi Masyarakat Sipil, Organisasi Berbasis
Agama serta para tokoh agama dalam memastikan praktik tersebut dapat dicegah
agar tidak terus terjadi.
“Akan tetapi Komnas
Perempuan mendapati bahwa dampak praktik ini telah mempengaruhi banyak
kehidupan perempuan dan anak perempuan di Indonesia dan menggambarkan bahwa
upaya mengendalikan dan melanggar hak asasi kehidupan perempuan telah dimulai
ketika mereka masih anak-anak,” komentar Maria Ulfah
Anshor.
Komnas Perempuan merekomendasikan agar upaya
yang dilakukan tidak terbatas pada pencegahan akan tetapi juga penanganan,
pelindungan dan pemulihan korban dan memang tidak dapat dipungkiri bahwa praktik ini telah berjalan
lama secara turun temurun dari generasi ke generasi yang berdampak pada kondisi
korban ketika dewasa.
“Ketika dampak dan
kesadaran muncul karena upaya-upaya pencegahan yang secara massif dilakukan
maka layanan pemulihan hendaknya juga tersedia bagi mereka.” tegas Satyawanti Mashudi.
Selain itu, Theresia Iswarini menambahkan, penting
bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap berbagai iklan dan
praktik-praktik medis sunat perempuan yang ditawarkan melalui klinik atau
tenaga kesehatan.
“Keberadaan iklan,
baik daring maupun luring, menunjukkan bahwa P2GP masih menjadi praktik yang
bahkan dikomersilkan,” pungkas Theresia Iswarini,
Komisioner Komnas Perempuan.
Narahubung: Elsa Faturahmah (0813-8937-1400)