Siaran Pers Komisi Nasional
Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Tentang
Meneguhkan Solidaritas Dan Hak Bebas Dari Diskriminasi
Dalam Menyikapi Dampak Pandemi Covid-19
Jakarta, 2 Oktober 2021
Meski
telah dicabut, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) menyesalkan kebijakan diskriminatif dari Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) yang menggunakan peluang dampak pandemi untuk menjustifikasi kehendak
berpoligami. Partai politik perlu mengambil pembelajaran dari peristiwa ini
dengan mengembangkan mekanisme uji cermat tuntas dalam merumuskan kebijakan dan
membangun program agar tidak diskriminatif terhadap perempuan. Hal ini sejalan
dengan peran partai politik di dalam demokrasi, yang secara intrinsik mengusung
penghormatan dan upaya pemajuan hak-hak asasi manusia. Pesan ini diingatkan
oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan terkait program
Solidaritas Tiga Pihak yang diluncurkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
pada 30 September 2021.
Program
yang diluncurkan ini segera menuai protes karena salah satu poinnya adalah
partai menganjurkan anggota atau kader laki-laki untuk berpoligami dengan
perempuan kepala keluarga (janda) akibat pandemi Covid-19. Program ini digadang-gadang sebagai jalan
keluar untuk membantu para janda, anak yatim dan fakir miskin akibat pandemi
Covid-19. Menurut pemberitaan
media, ketua Dewan Syari’ah dari partai itu, Surahman, bahkan menyebutkan bahwa
program ini sudah berkoordinasi dengan Presiden PKS dan juga didukung oleh kajian ibu-ibu.
Atas informasi tersebut, Komnas Perempuan berusaha menghubungi rekan-rekan
perempuan di jajaran pimpinan PKS dan kami diinformasi bahwa sejumlah perempuan
pimpinan di partai baru mengetahui adanya program ini dari pemberitaan di media
masa karena menuai polemik. Selanjutnya, kami diinformasikan bahwa kebijakan
ini telah dicabut karena menuai banyak protes.
Keputusan
awal tentang program ini jelas menunjukkan bahwa para pihak yang merumuskan
program tidak memiliki perspektif keadilan gender. Keterputusan komunikasi
dengan para perempuan di internal partai
dan (sampai saat rilis ini dituliskan) tidak dapat diaksesnya kajian
dari ibu-ibu yang disebutkan di dalam pemberitaan awal dari Ketua Dewan Syariah
partai tersebut juga menunjukkan bahwa
perempuan masih lebih sering menjadi objek dan sebagai pihak yang diklaim telah memberikan
dukungan. Protes dari masyarakat semestinya tidak perlu jika di tingkat
internal partai ada kesungguhan untuk meneguhkan kepemimpinan perempuan dan
keadilan tanpa mengenali bahwa dampak pandemi Covid-19 mempengaruhi dengan signifikan kehidupan
kelompok rentan khususnya perempuan. Hingga Jumat, 1 Oktober 2021, satgas Covid
melaporkan bahwa total kasus kematian akibat Covid-19 telah mencapai 142.046
jiwa. Jumlah tersebut menempatkan jumlah kasus kematian Covid-19 di tanah air
menjadi yang terbanyak kedua di Asia. Pasien Covid-19 yang meninggal lebih
banyak dari kelompok laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu 52,3% meski tidak
ada data terpilah berdasarkan usia dan status perkawinan. Kementerian Sosial
Indonesia sejauh ini memperkirakan adanya 11.045 anak yang kehilangan satu atau
kedua orang tua semasa pandemi.
Permasalahan keluarga yang kehilangan anggota keluarga yang berperan sebagai pencari nafkah tentu perlu mendapatkan perhatian serius. Hal ini pada jangka pendek dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan warga dan berbagai persoalan sosial lainnya. Penanganannya perlu dilakukan secara sistematis dan komprehensif dengan pendekatan hak asasi manusia, termasuk mengenai tanggung jawab negara dan peran serta masyarakat.
Menganjurkan
poligami sebagai cara menyikapi dampak pandemik jelas merupakan hal yang tidak
dapat ditolerir karena bersifat diskriminatif terhadap perempuan. Pertama, kebijakan ini bersifat tidak
empatik pada perempuan dan keluarga yang tengah berduka karena kehilangan orang
yang mereka kasihi dan tengah berjuang menghadapi dampak lanjutan dari duka
tersebut. Kedua, kebijakan ini
menempatkan perempuan sebagai objek dan karenanya, menempatkan perempuan rentan
kekerasan. Dokumentasi Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kasus-kasus kekerasan
di dalam rumah tangga kerap terjadi dalam konteks poligami, baik poligami tercatat maupun
tidak tercatat. Badan Peradilan Agama (Badilag) pada tahun 2020 mencatat bahwa
poligami menjadi salah satu alasan perceraian, dimana sekurangnya ada 759
kasus. Percekcokan terus-menerus yang menjadi alasan terbanyak perceraian juga
kerap ditemukan dalam keluarga yang suaminya berpoligami. Ketiga, kebijakan ini jelas
menempatkan perempuan sebagai sosok yang selalu tergantung kepada laki-laki
sebagai kepala keluarga. Hal ini jelas meremehkan daya juang perempuan dalam
menjalani hidup sebagai kepala keluarga, yang sebetulnya telah terbukti di
dalam masyarakat. Jika dilanjutkan,
kebijakan serupa ini akan menghalangi perempuan untuk dapat menikmati haknya
bebas dari diskriminasi, sebagaimana dilindungi dalam UUD 1945 Pasal 28 I Ayat
2 dan atas kehidupan yang bermartabat (pasal 28G Ayat 1).
Selain
mengembangkan mekanisme uji cermat tuntas, Komnas Perempuan berpendapat Partai
Politik seharusnya menggunakan perannya
untuk mendukung dan mengawasi program-program pemerintah dalam menyikapi
pandemi. Misalnya saja jika dimaksudkan untuk meringankan beban perempuan sebagai kepala keluarga, partai
politik dapat menyiapkan program-program pemberdayaan ekonomi yang didukung
dengan jalur pemasaran yang mumpuni. Partai juga dapat mendukung Program
Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) Anak yang dikembangkan Kementerian
Sosial untuk layanan Rehabilitasi Sosial yang menggunakan pendekatan berbasis
keluarga, komunitas, dan/atau residensial. Layanan ini memberikan dukungan
pemenuhan kebutuhan hidup layak, perawatan sosial dan/atau pengasuhan anak,
dukungan keluarga, terapi fisik, terapi psikososial, terapi mental spiritual,
pelatihan vokasional, pembinaan kewirausahaan, bantuan sosial dan asistensi
sosial, serta dukungan aksesibilitas. Pendataan juga terus berlangsung untuk
memastikan anak menerima bantuan lainnya seperti KIS (Kartu Indonesia Sehat),
KIP (Kartu Indonesia Pintar) untuk melihat anak tersebut dari keluarga kurang
mampu dan rentan.
Narasumber
Siti
Aminah Tardi
Alimatul
Qibtiyah
Andy
Yentriyani
Narahubung
Chrismanto
Purba (chris@komnasperempuan.go.id)